Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Sahabat Nabi, Khalid Bin Walid Ra


Khalid Bin Walid Ra
Khalid bin Walid adalah seorang sahabat ahli peperangan, dan dikenal dengan nama Saifullah, Pedang Allah. Mungkin ia tidak bisa ‘sepenuhnya’ disebut sebagai sahabat Muhajirin, namun demikian ia telah memeluk Islam sebelum terjadinya Fathul Makkah. Tidak ada suatu pertempuran yang dipimpinnya kecuali ia memperoleh kemenangan, termasuk ketika ia masih musyrik. Khalid-lah yang menjadi ‘kunci kemenangan’ pasukan kafir Quraisy pada perang Uhud, padahal sebelumnya mereka telah kocar-kacir dan berada di ambang kekalahan.

Ketika Nabi SAW berniat umrah ke Makkah, yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah, Khalid bin Walidmemimpin pasukan berkuda kaum Quraisy untuk menghalangi kedatangan beliau tersebut. Kedua golongan bertemu di Usfan, Nabi SAW dan sahabatnya berhenti untuk melakukan shalat Dhuhur di hadapan pasukan berkuda Khalid pada jarak tertentu, kemudian beliau melanjutkan dengan shalat Ashar dengan cara shalat Khauf.

Sebenarnya Khalid sudah berniat untuk menyerang pasukan muslim, tetapi niat itu tidak menguat untuk direalisasikan. Khalid sadar, selama beberapa kali pertempuran melawan pasukan muslim ia tidak pernah menang, walau sempat menggoyahkan seperti yang terjadi di perang Uhud. Setelah selesai shalat, ternyata Rasulullah SAW memutuskan untuk memilih jalan sebelah kanan sehingga terhindar pertemuan dengan pasukan berkuda Khalid. Melihat hal itu, Khalid berkata dalam hati, "Lelaki itu (Nabi SAW) sedang dihalangi…" Khalid bin Walid adalah seorang ahli strategi, karenanya ia sadar bahwa perjanjian Hudaibiyah lebih merupakan kekalahan bagi kaum kafir Quraisy daripada kemenangan. Memang sekilas tampak golongan musyrik Quraisy Makkah lebih diuntungkan daripada kaum Muslimin Madinah, seperti juga persepsi sebagian besar kaum muslimin, termasuk Umar bin Khaththab. Tetapi tidak di mata Khalid bin Walid.

Khalid bergulat dengan pemikirannya sendiri, "Apa lagi yang masih tersisa? Kepada Najasyi? Sesungguhnya ia telah mengikuti Muhammad, dan para sahabat beliau berada di sisinya dalam keadaan aman. Haruskah aku menyertai Hiraqla dan mengikuti agama Nashrani? Atau memeluk Yahudi lalu hidup di kalangan orang-orang 'ajam?"
close