KEMATIAN, Hanya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang Bisa Menawar
KompasNusantara - Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS bertanya kepada Izrail, "Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?" "Engkau tak akan sanggup," jawab Izrail singkat. "Aku pasti sanggup," tegas Nabi Ibrahim. "Baiklah, berpalinglah dariku," pinta petugas pencabut nyawa ini.
Saat Nabi Ibrahim berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim AS jatuh pingsan!
Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Izrail: "Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya." Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, menceritakan Nabi Ibrahim AS meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman.
Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Nabi Ibrahim AS, Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum. "Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya," kata Nabi Ibrahim AS.
Suatu hari Nabi Ibrahim sedang duduk di teras rumahnya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki tua dengan wajah yang lusuh sambil bersandar di tongkatnya. Kemudian Ibrahim pun mempersilakan laki-laki itu masuk ke dalam rumah dan menjamunya dengan makanan.
Ternyata laki-laki tua itu adalah Izrail. Ketika tamu Ibrahim tersebut sedang menyantap hidangan yang telah disuguhkan, tiba-tiba makanan itu berjatuhan. Kemudian Ibrahim pun bertanya kepada tamunya itu, “Apa yang terjadi dan menimpamu?” Lalu laki-laki itu menjawab, “usiaku sudah tua 201 tahun,” dan Ibrahim pun terheran-heran karena usia tamunya ini tidak jauh berbeda dengannya. Kala itu usia Ibrahim adalah 200 tahun.
Satu tahun kemudian, jelmaan Izrail itu datang lagi, tapi kali ini dengan penampilan lain. Wajahnya menjadi tampan, bukan tua, dan lusuh seperti sebelumnya. Nabi Ibrahim tahu kalau itu malaikat maut.
Sebelum malaikat maut mencabut nyawanya, Nabi Ibrahim berkata kepadanya "Hai malaikat maut, apakah kamu pernah tahu ada seorang kekasih yang tega mencabut nyawa orang yang dicintainya?”
Malaikat maut naik ke langit untuk melaporkan kepada Allah bahwa kekasihnya ini protes. Allah berkata, "Katakanlah kepada kekasihKu, apakah seorang kekasih tidak suka bertemu dengan orang yang dicintainya?"
Kemudian Izrail kembali kepada Ibrahim. Ia menyampaikan apa yang dikatakan Tuhannya. Mendengar jawaban Allah, Ibrahim berkata kepada dirinya, "Tenanglah diriku untuk saat ini." Tak lama malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Ibrahim.
Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim AS akan dicabut, Allah SWT bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?".
"Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik," jawab Ibrahim
“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu," firman-Nya..
Tentang sakratulmaut, Rasulullah bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata 'Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak'"
Tatkala Rasulullah terbaring lemah, datang malaikat Jibril menemui Rasulullah dan berkata "Malaikat maut ada di pintu, meminta izin menemuimu, dan tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu."
Rasulullah mengizinkan malaikat Izrail masuk. Setelah masuk malaikat Izrail berkata "Assalamu'alaika wahai Rasulullah. Allah mengutusku untuk memberikan pilihan kepada mu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di akhirat." Dan Rasulullah akhirnya memilih untuk bertemu dengan Allah SWT.
Menolak Mati
Jika Nabi Ibrahim sempat tawar menawar dengan Allah dan malaikat Izrail tentang kematiannya. Nabi Musa lebih dramatis lagi. Ketika Malaikat maut datang kepada Nabi Musa, kemudian meminta izin untuk mencabut nyawanya, maka Nabi Musa menampar Malaikat itu hingga rusak matanya.
Dalam hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA berkata, "Malaikat maut diutus kepada Musa. Ketika dia datang, Musa menamparnya. Lalu Malaikat maut kembali kepada Tuhannya dan berkata, 'Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang menolak mati.’ Lalu Allah mengembalikan matanya (yang rusak karena tamparan Musa). Allah berfirman kepadanya, "Kembalilah kepada Musa. Katakan kepadanya agar dia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan, maka bulu sapi yang tertutup oleh tangannya itulah sisa umurnya. Satu bulu satu tahun." Musa berkata, "Ya Rabbi setelah itu apa?" Malaikat menjawab, "Maut." Musa berkata, "Sekarang aku pasrah." Maka Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada Tanah Suci sejauh lemparan batu.
Lain lagi cerita Nabi Daud AS. Ketika akan mencabut nyawa Nabi Daud, Izrail tampil sebagai lelaki yang menyelinap ke dalam kerajaan Raja Daud. "Siapa kamu?" tanya Nabi Daud.
Aku adalah yang tidak pernah merasa takut dengan para raja dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi diriku!" jawab Izrail.
Nabi Daud berkata, “Demi Allah, engkau adalah malaikat pencabut nyawa. Kalau begitu, aku ucapkan selamat datang kepadamu untuk melaksanakan perintah Allah,” ucapnya.
Nabi Daud yang tampak segar bugar itu bergegas menuju kamar tempat ruhnya akan dicabut.
Selain malaikat Jibril, para nabi rata-rata memang akrab dengan malaikat Izrail. Bahkan, lewat jasa malaikat Izrail, Nabi Idris AS sempat jalan-jalan ke neraka, juga plesir di surga. Nabi Idris juga sempat minta dicabut nyawanya, kendati belum ada perintah dari Allah SWT kepada Izrail. Akhirnya, Nabi Idris dimatikan sebentar kemudian dihidupkan kembali.
Suatu ketika Nabi Idris sedang duduk santai di suatu tempat yang tidak banyak dihuni oleh manusia. Sambil mata terpejam dalam ketenangannya, bibir Nabi Idris terus bergerak-gerak mengagungkan nama Allah, sebagai pencipta alam semesta berikut semua isi dan bagaimana keadaan dunia.
Tiba-tiba malaikat datang dan mengucapkan salam. Salam wahai Nabi Allah Idris, saya Malaikat Izrail, kata Sang Malaikat kepada Nabi Idris.
Lalu, Nabi Idris membalas salam Malaikat Izrail dan langsung melemparkan pertanyaan kepada Malaikat Izrail. "Hai Izrail, Engkau datang ini untuk mencabut nyawa atau untuk berziarah?" tanya Nabi Idris.
Aku datang untuk menziarah dengan izin Allah, kata Izrail dan langsung mendekat kepada Nabi Idris yang masih duduk dengan mata terpejam.
Mulut Nabi Idris terus berzikir kepada Allah. Seperti itulah yang dilakukan para nabi jika dalam keadaan tenang, mulut dan hatinya terjaga selalu mengingat Allah.
Setelah beberapa saat mata Nabi terbuka, posisi duduknya pun mulai berubah. Ia mengajak Malaikat Izrail mengelilingi kediamannya untuk menyampaikan ihwal keperluannya kepada Malaikat Izrail. “Hai Malaikat Izrail, saya ada keperluan dan kepentingan kepadamu. Apakah Engkau bersedia membantuku,” kata Nabi Idris. “Kepentingan apa itu?" tanya Malaikat Izrail. "Kepentingan denganmu, yaitu supaya Engkau mencabut nyawaku dan kemudian Allah menghidupkan kembali sehingga aku dapat beribadah kepada Allah setelah aku merasakan sakaratul maut," katanya.
Mendengar permintaan Nabi Idris, Malaikat Izrail sedikit kaget. Dengan berat hati, ia mesti menolak. Pemintaannya itu tidak dapat dipenuhi, meski Sang Nabi merupakan kekasih Allah yang diutus ke bumi.
Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang melainkan mendapat izin Allah. Setelah itu, tidak lama Allah memberi wahyu kepada Izrail agar mencabut nyawa Nabi Idris. Seketika itu Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris.
Setelah Nabi Idris tidak bernyawa, Izrail menangis atas kematiannya sambil memohon kepada Allah agar menghidupkan kembali Nabi Idris. Kemudian, Allah mengabulkan permohonan Izrail, Nabi Idris hidup kembali dan mereka berdua kembali berdialog.
Tentu Izrail yang bertanya lebih dulu kepada Nabi Idris, setelah ia dihidupkan kembali dari kematian. “Hai saudaraku, bagaimana rasanya sakaratul maut itu?” tanya Izrail “Sesungguhnya rasa sakaratul maut itu saya umpamakan binatang yang hidup itu dilapah kulitnya (dibuang kulitnya semasa hidup-hidup), dan begitulah rasanya sakaratul maut bahkan lebih seribu kali sakit,” katanya.
Izrail menegaskan kepada Nabi Idris, padahal sesungguhnya ia mencabut nyawa para nabi dengan lemah lembut. “Tidak seperti makhluk lainnya yang merasakan rasa sakit yang begitu dahsyat. Secara halus dan berhati-hati aku mencabut nyawa yang seperti itu,” katanya..
Allah berfirman, katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al Jumuah : 8). Kematian yang akan datang tidak terduga itu membuat kita menyadari satu hal, bahwa satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan adalah amal yang kita lakukan. Yaitu dengan mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal saleh, karena kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia.
Wallahu'alam.