Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SAAT DAUN TAK LAGI BERWARNA - Inspirasi bagi Pendaki

Inspirasi bagi Pendaki 

Tidak dipungkiri lagi oleh manusia, bahwa warna hijau dan warna biru adalah warna yang mendominasi di Bumi ini sejak dahulu kala. Semua pasti sudah memahami akan realitas tersebut. Warna biru mewakili persentase 71,11 % luasnya permukaan air, dan 28,88 % warna hijau yang mewakili permukaan daratan yang masih ditutupi hutan belantara pada masa itu.

Seiring berjalannya waktu, warna- warna tersebut jumlahnya terus berkurang. Terutama untuk warna hijau yang terus menerus tergerus oleh peradaban manusia di muka Bumi ini dan juga oleh perubahan iklim. Perluasan dan pembangunan habitat manusia dan eksplorasi sumber daya alam untuk kepentingan ras manusia menciptakan warna baru di permukaan Bumi ini merujuk kepada pencitraan satelit.

Kota adalah luasan yang rata- rata berwarna kelabu di permukaan Bumi, sedang hutan rimba yang mengelilingi kota tetap pada warnanya, yakni hijau. Warna kekuningan atau kecoklatan biasanya mengacu kepada wilayah kering atau wilayah gurun pasir di permukaan Bumi pada saat ini.

Bagaimana dengan Indonesia? Negara tempat kita berada… Luas hutan Indonesia sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia (data : Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012). Hal yang sama juga ditulis melalui Wikipedia.org , bahwa luas hutan Indonesia terus menciut, Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta. Data tersebut bersumber dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Melalui foto citra satelit juga dapat dilihat bahwa warna hijau wajah asli negeri kita sekarang mulai berganti ke warna lainnya. Hijaunya alam Indonesia kian hari kian menyusut akibat pemanfaatan hutan yang tak terkendali. Laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 610.375,92 Ha per tahun (2011) dan tercatat sebagai tiga terbesar di dunia.

Kita mengintip ke daerah kita masing- masing kawan,,, Saya mengambil sample hutan di Provinsi Riau. Sebelum pemekaran Riau-Kepri Tahun 1999, tutupan hutan alam pada tahun 1982 tercatat seluas 9,2 juta hektare. Data Kementrian Kehutanan menyebutkan hingga tahun 2006 sekitar 26% atau 2,4 juta hektare hutan alam di Provinsi Riau dalam keadaan kritis. Kini hutan alam Riau hanya mencapai 850 ribu hectare saja. Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan (Jikalahari) memprediksi pada 2015 hutan alam Riau hanya tinggal seluas 6% dari yang kini tinggal seluas 860 ribu hektare.

Kondisi serupa ini juga terjadi secara nasional, kawan… Di mana dari 120,3 juta Ha hutan di Indonesia, dan 59 juta Ha dalam keadaan rusak berat, dan Saya yakin hutan di daerah anda termasuk ke dalam bagian “rusak berat” tersebut.

Satu sample yang lebih kecil lagi. Kota Batam… Sebagai konsekuensi dari pesatnya perkembangan industry di kota ini, adalah pesat juga laju pengurangan luas areal mangrove di Pulau Batam. Hal ini di benarkan oleh Kepala Badan Pengendali Lingkungan (Bapedal) Daerah Kota Batam, yang dirilis secara resmi di beberapa harian nasional dan daerah bahwa mangrove Batam yang tersisa hanya 4% saja, dari 19.9% yang tersedia pada tahun 1990.

Jika mengacu kepada RTRW Kota Batam tahun 2004 – 2014 bahwa luas Pulau Batam 3.900 km2 atau 390.000 ha, dengan komposisi daratan 1.040 km2 atau 10.400 Ha, Maka idealnya luas ekosistem mangrove di Kota Batam sebesar 24,04%. Jadi dapat di komparasikan betapa jauhnya nilai 4% dari nilai ideal tersebut.

Jelas saja hal ini akan memberikan konsekuensi terhadap kerawanan dan kerentanan Batam terhadap bahaya abrasi dan dampak ekologis lainnya. Karena secara ekologis ekosistem mangrove lah yang menjadi benteng dan tameng dari semua organisme yang hidup di darat terhadap hempasan dan terjangan gelombang arus lautan ke daratan.

Seperti yang di sampaikan oleh Bengen (2001), bahwa mangrove memiliki peran yang sangat penting. Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.

Kerawanan ini di beberapa tempat di Batam sudah dapat di rasakan. Seperti di Batumerah, Tanjungriau, Sagulung, Tanjunguncang, dan beberapa tempat lainnya yang sudah mengalami abrasi, meskipun dengan luas yang masih sedikit.

Disamping secara ekologis, mangrove juga memiliki fungsi biologis sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan. (Noor et al, 1999).

Mangrove juga mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting (Andrew, 1990).

Hal ini akan memberikan berkah bagi sumber penghidupan masyarakat di pesisir yang mayoritas adalah nelayan. Salah satu studi kasus adalah masyarakat nelayan di sepanjang Selat Bulang. (Pulau Buluh dan sekitarnya). Beberapa orang masyarakat disitu menyampaikan bahwa, dahulu sebelum daerah mereka dibangun untuk kawasan industri (galangan kapal dan lain-lain), daerah mereka merupakan daerah sumber penghasil ikan dan komoditas perikanan terkemuka di Batam. Dan bahkan mereka sanggup untuk mensuplai kebutuhan ikan, udang, kepiting dan kerang ke negara tetangga Singapura. Namun kondisi sekarang, di sepanjang Selat Bulang tersebut untuk memancing satu ekor ikan saja sudah susah. Dan mungkin jika dikaji lebih jauh, maka sangat banyak dampak besar dan penting yang akan timbul dari semakin berkurangnya luasan ekosistem mengrove ini.

Tidak heran kawan, dari hari ke hari, warna hijau di negeri kita, dan di planet kita akan terus menghilang, padahal warna hijau dalam psikologi warna menurut Kaina dalam buku “Colour Therapy”, warna juga memiliki pengaruh terhadap psikologi, emosi serta cara bertindak manusia, yang antara lain sebagai berikut : Warna menciptakan daya tarik manusia sehingga semakin bergairah terhadap suatu hal. Permainan warna dapat mempengaruhi emosi seseorang. Penggunaan warna yang tepat dapat memberikan ketenangan, konsentrasi, kesan gembira, serta membangkitkan energi yang membuat seorang menjadi aktif dalam melakukan kegiatannya. Sebagai salah satu alat bantu komunikasi non verbal yang bisa mengungkapkan pesan secara instan dan mudah diserap makna nya.

Dijabarkan juga bahwa warna hijau merupakan warna yang berkaitan dengan alam. Hal ini dikarenakan warna pepohonan yang hijau. Hijau dianggap sebagai warna yang memberikan efek ketenangan, rileksasi, kemudahan, dan sarana penyeimbang emosi seseorang.
Tidak terbayangkan jika warna hijau di negeri kita, di hutan dan gunung kita, di sepanjang jalur pendakian kita mulai pudar warnanya. Mungkin menjadi warna kuning karena kekeringan dan gersang (kuning memberikan efek kewaspadaan dan ketegasan), lalu menjadi warna merah karena kebakaran (merah mengacu kepada energy, kehangatan, cinta, nafsu dan agresi. Biasanya dapat memicu tingkat emosional seseorang) , dan akhirnya menjadi warna hitam karena semua yang musnah telah menjadi abu (hitam mengacu kepada elit, anggun dan teguh. Namun warna hitam juga memberikan kesan negatif seperti kehampaan, ketakutan, kesedihan, putus asa, dosa, dan identik dengan warna kematian).

Jangan biarkan hijaunya jalur kita berubah warna menjadi hitam kawan…!!! Menjadi warna yang membuat kita penuh rasa kesedihan dan kehampaan yang membuat kita berputus asa dan perlahan,,, kematian adalah ujung segala jawaban.

Satu pohon yang kamu tanam, akan menghilangkan satu noktah hitam di peta kotamu.
* * * * *
Saya hanya takut bahwa warna hijau suatu masa nanti hanya akan Saya jumpai pada crayon, spidol dan cat di dinding, sedang benda yang berbentuk daun sudah tidak memiliki warna itu lagi.
Semoga jiwamu tercerahkan.

By : Bams Nektar - Inspirasi bagi Pendaki
close