Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Mistis Temani Adikku Meski Aku Tak Bisa Melihatmu - Gunung Semeru

Namaku Yuli, Kisah ini berawal dari perjalananku dan kak Andi pada tahun 2014 lalu.

Andi adalah kakak kandungku, waktu itu aku masih kuliah semester 2, sedangkan kak Andi sudah bekerja dan sudah lama terjun di dunia pendakian.

Waktu itu aku sedang liburan semester, aku ingin sekali mendaki ke gunung semeru, karena teman-teman kampusku sedang ada rencana untuk mendaki ke gunung semeru, tapi apalah daya, orang tuaku tidak memperbolehkannya karena khawatir.

Karena melihatku ingin sekali mendaki ke semeru kak Andi tidak tega, lalu kak Andi meminta restu kepada orang tua untuk mengajakku mendaki dan akhirnya orang tuaku mengizinkan.

Sebelum berangkat, kak Andi memintaku untuk lari-lari kecil, dengan tujuan agar tidak kaget nantinya.

Satu minggu kemudian kami berdua akan berangkat ke gunung semeru, setelah pamit sama kedua orang tua kami berdua berangkat dari Blitar dengan menggunakan motor dan sesampai di Ranupani sore hari (Ranupani adalah desa terakhir yang terletak di lereng gunung semeru), sesampai di Ranupani kak Andi mengurus simaksi.

Karena waktu itu hari sudah sore kak Andi memutuskan untuk menginap dulu di Ranupani untuk menunggu keesokan harinya.

Waktu itu aku merasa sangat senang, tapi dalam hatiku masih kurang lengkap karena aku tidak bisa mendaki dengan temen-teman kampusku, tapi tak apalah yang penting aku bisa mendaki ke gunung yang selama ini ku idam-idamkan untuk kudaki.

Pagi pun tiba, kami berdua mulai melakukan pendakian pada jam 8 pagi, pendakian kali ini adalah pendakian keduaku, setelah sebelumnya aku diajak kak Andi ke gunung Penanggungan yang terletak di Mojokerto.

Kak andi memintaku berjalan di depan, sedangkan kak Andi berjalan dibelakangku.

Kurang lebih sebelum dzuhur kami sampai di Ranu kumbolo, sesampai disitu kak Andi bertanya kepadaku,

“Gimana dek? Capek ta? Kalo capek kita ngecamp disini aja”

"Enggak kak, aku mau ke puncak" Jawabku penuh semangat.

Melihatku yang ingin sekali ke puncak kak Andi pun menurutiku.

Kami istirahat dulu di Ranu kumbolo untuk mengisi peru, karena waktu itu kami sudah mulai lapar, setelah selesai mengisi perut, tiba-tiba kak Andi terlihat cemas, sepertinya dia tidak yakin kalau aku bisa sampai ke puncak.

Tapi melihatku yang sangat ingin ke puncak, terpaksa kak Andi menuriti perminta’anku.

Singkat cerita, kurang lebih jam 1 siang kami lanjut berjalan naik dan meninggalkan danau Ranu kumbolo.

Terus berjalan sampailah kami di Kalimati sekitar jam 5 sore, sesampai di Kalimati kak Andi mendirikan tenda karena akan ngecamp di Kalimati, setelah tenda sudah berdiri kak Andi memasak makanan untuk kita makan berdua.

Siang itu pendaki tidak begitu ramai, dan di Kalimati itu aku sangatlah senang, karena aku sudah bisa melihat puncak Mahameru yang berdiri gagah, rasanya aku ingin cepat-cepat kesana dan berdiri diatas sana.

Hari mulai gelap, kak Andi mengajakku untuk berkenalan dengan rombongan sebelah tenda.

Kami ngobrol-ngobrol di tengah dinginnya Kalimati, disitu kak Andi sempat bertanya pada rombongan itu dan berniat ingin mengajak summit bareng, tapi rombongan itu tidak ada rencana untuk summit, hanya di camp di Kalimati saja. Karena malam semakin larut, kak Andi mengajakku untuk masuk tenda dan tidur, karena nanti jam 11 malam kami harus summit ke puncak Mahameru.

Tepat jam 11 malam kak Andi bangun lalu kak Andi membangunkanku, kak Andi mempersiapkan semuanya untuk perbekalan kami ke puncak.

Kurang lebih jam setengah 12 malam kami berdua berjalan ke puncak, kak Andi memintaku untuk berjalan pelan-pelan karena setelah Kalimati itu jalannya mulai menanjak.

Berjalan pelan, sampailah kami di area Arcopodo, karena waktu itu banyak debu yang berterbangan di Arcopodo tiba-tiba mataku kelilipan, melihatku yang sedang kelilipan kak Andi berkata dan memberiku pertolongan,

"Jangan di kucek dek, tanganmu kotor, sini mas tiup" kata kak Andi.

Setelah ditiup kak Andi mataku sudah mendingan dan kami lanjut berjalan.

Sepanjang perjalanan naik hingga sampai di puncak Mahameru mataku terasa perih dan memerah karena efek kelilipan tadi.

Pagi itu kami sampai di puncak Mahameru kurang lebih jam setengah 6 pagi.

Aku merasa sangatlah senang, karena bisa berdiri di puncak Mahameru, puncak tertinggi jawa, saking senengnya aku tidak menghiraukan keadaan mataku.

Karena melihat mataku yang memerah, kak Andi bertanya

"Dek mata kamu masih merah, sakit ta?"

"Enggak kak, cuma perih kena debu tadi" jawabku pada kak Andi.

Waktu menunjukan pukul setengah 8 pagi, kak Andi mengajakku untuk segera turun, karena kata kak Andi kalau lebih dari jam 10 biasanya asap wedhus gembel dari Kawah Jonggring Saloka akan mengarah ke puncak.

Berjalan turun, kak Andi tetap berjalan dibelakangku hingga sampailah kami di Cemoro Tunggal. Karena waktu itu angin lumayan kenceng aku kelilipan lagi, aku mengucek mataku. Melihatku sedang mengucek mata kak Andi mencoba meniup mataku lagi, tapi mataku masih terasa mengganjal, lalu kak Andi memintaku untuk membasuhnya dengan air.

Aku membasuh mataku dengan air mineral sambil menunduk, setelah selesai membasuhnya aku kembali melihat kedepan, ketika aku menghadap kedepan tiba-tiba aku melihat ada cahaya kuning ke’emasan yang menyilaukan mataku, cahaya itu berasal dari bawah dari arah jalur turun dan cahaya itu cuma sekejap tapi sangat menyilaukan mataku.

(Nah mulai dari sini mata batinku tiba-tiba terbuka dan apa yang belum pernah kulihat sebelumya kali ini terlihat semua, termasuk termasuk makhluk tak kasat mata)

Tidak lama kemudian mataku sudah tidak terasa perih lagi, dan kami lanjut turun.

Ketika akan sampai di area Arcopodo, tiba-tiba aku melihat ada cahaya kuning ke’emasan lagi di bawah di sela-sela pepohonan.

Tapi kali ini cahaya itu tidak menyilaukan dan terlihat sedikit redup.

Melihat itu aku bilang pada kak Andi,

"Kak, itu cahaya apa ya kok terang banget?”

"Cahaya apa dek? Cahaya matahari mungkin" jawab kak Andi karena tidak melihat ada cahaya.

Lalu aku mengabaikan cahaya itu dan percaya sama kak Andi.

Singkat cerita sampailah kami di Arcopodo, disitu aku melihat ada dua buah arca yang sama persis, tapi ukurannya berbeda, yang satu kecil dan yang satu besar.

Aku tidak begitu meresponnya, karena aku berfikir kak Andi juga melihat arca itu, tapi ternyata waktu itu kak Andi tidak melihatnya.

Kami berdua terus berjalan dan tidak jauh setelah kami meninggalkan Arcopodo, tiba-tiba aku mendengar ada suara air mengalir yang sangat deras, seperti air sungai.

Mendengar itu aku bertanya lagi ke kak Andi,

"Kak, kok kayak ada suara air sungai, memang disini ada sungainya ta?"

"Di gunung mana ada sungai dek, mungkin suara angin" jawab kak Andi

"Enggak kak, ini lo suara air sungai" jawabku sambil meyakinkakn kak Andi kalau itu memang benar-benar suara air sungai.

Kak Andi merasa ada yang berbeda dengan aku, lalu kak Andi bilang kepadaku,

"Dek udah ya, mulai sekarang kalau denger atau meliahat sesuatu yang gak logis jangan diomongin".

Aku mengiyakan kata-kata kak Andi kemudian lanjut berjalan turun.

Ketika berjalan turun aku berpapasan dengan banyak pendaki yang sedang naik, lalu aku berkata dalam hati, "Udah siang kok baru naik ya?".

Anehnya wajah dari pendaki itu tidak seperti manusia normal, dan terlihat sangat pucat, tapi aku mengabaikannya, dan mengira itu memang orang sedang naik, untuk camp di Arcopodo.

Tidak lama setelah itu, ketika hampir sampai di Kalimati, tiba-tiba aku syok dan pingsan karena aku melihat di Kalimati tenggelam oleh air.

Melihat aku pingsan kak Andi kaget, lalu kak Andi meraih badanku dan menyandarkan kepalaku di pangkuannya, sambil sesekali menepuk pipiku. Kak Andi mengira aku pingsan karena kecapekan. Lalu kak Andi mengeluarkan minyak kayu putih yang ada di tasnya dan dioleskan di bagian bawah hidungku dan tidak lama kemudian aku sadar, lalu kak Andi bertanya,

"Capek ta dek? Kalo capek istirahat dulu aja gak papa"

Aku tidak menjawab pertanyaan kak Andi tapi malah bergegas duduk dan melihat arah air yang tadi kulihat, tapi air itu tidak ada.

Aku mengira itu adalah halusinasiku saja.

Karena aku tadi tidak menjawab kak Andi bertanya lagi

"Dek, kamu kenapa?”

"Gak papa kak, aku udah gak capek kok" jawabku sambil menutupi apa yang aku lihat waktu itu.

Lalu kak Andi mengajakku untuk segera turun agar bisa beristirahat lebih tenang di tenda.

Tidak lama kami berjalan ketika kami akan sampai di Kalimati, tiba-tiba dalam pandanganku turun kabut tebal dan menyelimutiku, aku menganggap wajar, karena di gunung cuaca memang tidak bisa ditebak.

Aku tetap berjalan di depan dan kak Andi dibelakang hingga sampai di tenda. Karena capek kak Andi memutuskan untuk istirahat dulu di tenda, dan berencana kembali turun nanti sekitar habis Dzuhur. Kak Andi tertidur di dalam tenda, tapi aku tidak bisa tidur, aku kepikiran tentang apa yang aku lihat sebelum pingsan tadi, kemudian aku merasa ingin keluar tenda untuk mencari angin, akupun keluar dan duduk di depan tenda dan dalam pandanganku itu masih berkabut.

Tak dirasa di depan tenda aku melamun, ketika sedang duduk melamun tiba-tiba aku didatangi seorang pendaki pria yang berjalan dari belakang tendaku dan menepuk pundakku sambil berkata,

"Mbak jangan melamun, gak baik".

Aku kaget dan spontan menoleh kearahnya. Akhirnya kami berdua saling mengobrol dan berkenalan.

Ternyata pria itu bernama Hanafi. Setelah selesai mengobrol dan berkenalan pendaki pria itu pamit pergi, akupun masuk tenda dan tidur di sebelah kak Andi.

Ketika aku sedang nyenyak tidur tiba-tiba kak Andi membangunkan ku,

“Dek ayok cepetan bangun kita kesorean”.

Setelah aku bangun kak Andi membereskan tendanya dan packing peralatan, ketika kak Andi sedang sibuk packing peralatan tiba-tiba aku mendengar ada orang yang memanggilku dari hutan arah jalur menuju ke puncak, tanpa disadari aku berjalan kearah puncak, kak Andi tidak tau waktu itu, tau-tau aku sudah berjalan jauh meninggalkannya, kemudian aku mendengar kak Andi berteriak memanggilku tapi aku tidak merespon, aku hanya fokus mendengarkan suara orang yang sedang mamanggilku diatas. Ketika aku sedang berjalan kearah puncak tiba-tiba aku dihadang oleh pendaki yang tadi bertemu di depan tenda, pria itu berkata kepadaku,

"Mbak, jalannya bukan kesini".

Lalu pendaki pria itu memintaku untuk berjalan kembali, ketika aku akan berjalan kembali kak Andi yang tadi memanggilku ternyata juga mengejarku, ketika kak Andi sampai di tempatku, kak Andi bertanya sambil memegang tanganku,

"Kamu mau kemana dek?"

"Tadi ada yang panggil-panggil aku diatas kak" jawabku sambil melihat ke arah kak Andi.

Kak Andi terlihat gugup, lalu kak Andi mengajakku untuk segera turun.

Setelah selesai mengobrol dengan kak Andi aku mencari sosok pendaki pria yang tadi menghadangku tapi sudah tidak ada entah kemana perginya.

Setelah itu kami bergegas turun, posisi kami masih sama, kak Andi berjalan di belakangku.

Di dalam pandanganku selama perjalanan turun itu masih penuh kabut. Ketika sampai area Jambangan hari sudah mulai gelap, dan disitu tiba-tiba aku melihat banyak rumah tapi terlihat samar, karena waktu itu dalam pandanganku penuh kabut.

Melihat ini aku penasaran, karena kemarin pas aku naik tidak ada rumah sama sekali, tapi sekarang ada, lalu ada salah satu penghuni rumah disitu melambaikan tangan seolah mengajakku untuk mampir kerumahnya, tidak dirasa akupun berbelok dan berjalan ke arah rumah orang itu. Lalu tiba-tiba kak Andi menarik tanganku sambil berkata,

"Dek kamu mau kemana?"

Tapi aku tidak mendengarkan kata-kak Andi dan tatapanku kosong. Kak Andi memutar balikan badanku kearahnya sambil berkata,

"Dek, lihat kak Andi disini!"

Aku menatap kak Andi dengan tatapan kosong, lalu kak Andi menepuk pipiku hingga akhirnya aku tersadar, ketika aku tersadar aku menoleh kearah lagi kearah rumah yang tadi kulihat, tapi seketika itu rumahnya menghilang. Melihatku yang sudah merespon kak Andi bilang,

"Dek, lihat kak Andi, jangan kebanyakan ngelamun".

Disini kak Andi semakin merasa kalau ada sesuatu padaku, lalu kak Andi mengajakku untuk cepat-cepat berjalan turun, dengan tujuan agar segera sampai di Ranu Kumbolo dan bisa bertemu dengan pendaki lainnya.

Lanjut berjalan, kak Andi menggandeng tanganku sepanjang jalan, karena takut terjadi apa-apa lagi padaku.

Hari sudah mulai gelap dan sampailah kami di area Cemoro Kandang, sesampai di Cemoro Kandang aku mendengar ada orang yang minta tolong dari arah jurang, spontan aku melepaskan pegangan tangannya kak Andi dan cepat-cepat berlari ke arah jurang, melihat itu kak Andi juga bergegas lari mengejarku, tapi larinya kak Andi kalah cepet, soalnya waktu itu kak Andi sedang membawa beban karier 85L.

Ketika aku akan sampai di bibir jurang tiba-tiba ada seseorang yang menyahut tanganku hingga aku terjatuh di bibir jurang. Ternyata yang menyahut tanganku itu adalah Hanafi, pendaki yang aku temui di Kalimati itu. Lalu Hanafi berkata padaku,

"Kenapa kamu kesitu, itu adalah jurang"

"Tadi ada suara orang minta tolong disitu" jawabku sambil menunjuk kearah jurang.

"Mulai sekarang abaikan semua suara yang kamu dengar!" jawab Hanafi dengan tegas.

Tidak lama kemudian kak Andi yang tadi mengejarku sampai di tempatku yang sedang terjatuh, kak Andi melihatku sedang berbicara sendiri, kemudian kak Andi bertanya padaku,

"kamu ngomong sama siapa dek?"

"Ini sama mas Hanafi" jawabku menjawab sambil menunjuk kearah Hanafi.

Mendengar jawabanku seketika itu bulu kuduk kak Andi berdiri karena tidak melihat orang lain disitu kecuali aku, dan kak Andi sudah merasa kalau mata batinku terbuka, kemudian kak Andi merangkul tubuhku sambil menangis melihat keada’anku yang seperti ini. Kak Andi merangkulku sambil berucap,

"Mas Hanafi, aku njaluk tulung ngancani mlakune dulurku, sanajan aku ora bisa ndeleng sampeyan kanthi mripat wudho".

Artinya :

"Mas hanafi, aku minta tolong temenin perjalanan adikku, meskipun aku tidak bisa melihatmu dengan kasat mata".

Lalu kak Andi membangunkanku dan mengajakku berjalan lagi. Kali ini kami tidak berdua, kami ditemani oleh pendaki pria itu sepanjang perjalanan, tapi kak Andi tidak bisa melihatnya.

Lanjut berjalan, kali ini kak Andi berjalan di sebelahku sambil memegang pundakku, sedangkan pendaki pria itu berjalan di depan kami. Sesampai di Oro-oro Ombo tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita berbaju kuning ke'emasan layaknya seorang dewi yang turun dari kayangan, wanita itu terlihat terbang di atas sebelah kiriku.

Melihat itu langkah kakiku terhenti dan mataku tertuju kearah wanita yang sedang terbang itu, wanita itu terlihat terbang ke arah bawah, lalu pendaki pria itu menundukan kepalaku sambil berkata,

"Apa yang kamu lihat itu benar, tapi aku mohon abaikan".

Aku hanya mengangguk.

Kak Andi yang berada disampingku hanya terdiam karena tidak melihat apa-apa. Setelah wanita itu tidak terlihat aku melangkahkan kaki untuk lanjut berjalan, dan kak Andi pun ikut berjalan.

Sesampai di ujung tanjakan, yang biasa orang menyebutnya adalah tanjakan cinta aku didatangi oleh dua orang dayang yang membawa makanan berupa buah-buahanan segar, seakan menyambut kedatangan kami.

Melihat kedatangan dua dayang itu aku melepaskan tangannya kak Andi yang tadi memegang pundakku dan aku akan mengambil makanan dari dua dayang tersebut.

Tapi belum sampai aku memegang makanan itu tiba-tiba Hanafi menepis tanganku sambil berkata,

"Jangan di ambil, kalau kamu menerima makanan itu kamu akan tinggal disini dan tidak bisa pulang".

Mendengar itu aku memegang tangannya kak Andi lagi dan mengabaikan dua dayang itu kemudian berjalan turun.

Sesampai Ranu Kumbolo tiba-tiba aku melihat banyak rumah diantara danau, danau Ranu Kumbolo dikelilingi oleh rumah.

Sesampai disitu kak Andi merasa lega karena sudah sampai di Ranu Kumbolo dan bisa bertemu dengan banyak orang, lalu kak Andi mendirikan tenda dan berniat bermalam di situ, dia mendirikan tenda nya di dekat tenda pendaki lain.

Setelah tenda sudah berdiri kak Andi memintaku untuk masuk dan beristirahat.

Malam itu kak Andi berencana untuk tidak tidur dan menjagaku karena takut terjadi apa-apa lagi denganku sambil sesekali menyebut nama Hanafi.

Malam semakin larut karena udara yang sangat dingin kak Andi tertidur sambil duduk, ketika kak Andi tertidur tiba-tiba aku terbangun karena mendengar seperti ada orang yang sedang memanggilku, aku mengabaikan kakakku dan keluar tenda, sesampai di luar tenda aku melihat ada sebuah cahaya yang berwarna kuning ke’emasan tepatnya di tengah danau Ranu Kumbolo, cahaya itu terlihat banyak sekali dan tanpa disadari aku berjalan menuju ke bibir danau, ternyata cahaya ke’emasan itu adalah sekumpulan ikan emas, tapi tidak lama kemudian ada salah satu dari cahaya itu yang semakin membesar hingga menyilaukan mataku, di dalam cahaya itu kulihat ada sosok wania yang mengenakan pakaian berwarna kuning ke’emasan layaknya seorang Ratu dan akan menghampiriku.

Ketika wanita itu akan mendekat tiba-tiba Hanafi datang dan menutupi pandanganku, aku mendengar Hanafi sedang berbicara dengan wanita itu,

"Dewi jangan bawa anak ini kalau Dewi menginginkan saudara saya ikhlas menjadi penggantinya".

Setelah kata-kata yang diucapkan Hanafi itu, cahaya kuning ke’emasan perlahan meredup dan menghilang, lalu Hanafi menghampiriku dan berucap,

"kamu jangan khawatir, kamu akan pulang dengan selamat".

Lalu Hanafi mengajaku untuk kembali ke tenda, Sesampai didepan tenda Hanafi mengatakan sesuatu untuk terakhir kalinya sebagai tanda pemisah antara kamiberdua,

"Kalau ada waktu ke Semeru Lagi, jangan lupa mampir ke tempatku dan doakan aku". Ucap Hanafi sambil menunjuk kearah belakang tendaku.

Lalu Hanafi memintaku untuk memejamkan mata dan dia mengusap mataku, setelah aku membuka mata tiba-tiba Hanafi menghilang dari hadapanku, akupun masuk kedalam tenda dan membangunkan kak Andi yang waktu itu tertidur sambil duduk untuk menyuruhnya tidur dengan posisi nyaman.

Sebelum tidur aku merasa antara senang dan sedih, senang karena aku sudah kembali di kehidupan normal, sedih karena aku harus berpisah dengan Hanafi yang sudah menemani perjalanan kami dan membantuku.

Pagi pun tiba kami berdua terbangun, setelah terbangun aku sudah tidak seperti kemarin, aku merasa ceria, lalu aku mengajak kak Andi berjalan-jalan ke belakang tanda.

Ternyata di situ kami melihat ada sebuah petilasan yang tertulis nama "MUH HANAFI" dari Jombang.

Di situ aku berfikir ternyata sosok pria yang menolongku itu adalah orang yang pernah meninggal disini.

Melihat itu kak Andi juga kaget, lalu kak Andi mengajakku untuk duduk bersila di sebelah petilasan tersebut sambil membaca doa yang ditujukan ke Hanafi.

Setelah selesai membaca doa kami berpamitan dan meninggalkan petilasan itu, kami berdua kembali ke tenda, setelah sampai di tenda kak Andi masak kemudian makan.

Waktu itu aku makan sangat lahap, lalu kak Andi mencoba memastikan keada’anku apakah sudah bener-bener normal.

"Dek Coba kamu lihat kanan kiri" tanya kak Andi

"Ada apa mas" jawabku sambil menoleh ke kanan kiri

"Kamu melihat ada sesuatu nggak?" tanya kak Andi

"Ada banyak orang pendaki Memangnya kenapa” jawabku sambil meyakinkan kak Andi kalau aku sudah benar-benar normal dan kak Andi pun yakin kalau aku sudah normal kembali.

Setelah selesai makan kak Andi mengemasi barang-barangnya dan kami akan berjalan turun, ketika kami sampai di ujung danau seberang aku melihat ke arah tempat ngecamp tadi di seberang danau, di situ aku melihat ada Hanafi yang sedang melambaikan tangannya seakan mengucapkan selamat tinggal padaku, aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.

Singkat cerita selama perjalanan turun dari Ranu Kumbolo hingga ke pos pendaftaran aku tidak mengalami gangguan apapun karena mata batinku sudah tertutup dan sesampai di pos pendaftaran kami langsung bergegas pulang.

Berjalan pulang, sesampai di Tumpang kak Andi mengajakku untuk mampir di masjid untuk sholat, setelah selesai sholat kak Andi bertanya tentang apa yang kulihat selama di Gunung Semeru.

Aku menceritakan semua aku lihat dan siapa sosok yang bernama Hanafi itu.

Mendengar ceritaku kak Andi terharu kemudian meneteskan air mata, dia merasa punya hutang budi, karena sudah membantunya selama perjalanan dan menyelamatkanku, lalu kak Andi memintaku untuk tidak mengatakan kejadian ini kepada orang tua karena takut dimarahin.

Satu bulan kemudian kemudian aku dan kak Andi kembali ke Ranu Kumbolo dengan tujuan ziarah ke petilasan Hanafi.
SEKIAN

NB : Hanafi adalah orang yang baik, tapi sayangnya pada tahun 2009 lalu dia telah menghembuskan nafas terakhirnya di Ranu Kumbolo Gunung Semeru.
close