Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Idul Fitri Rasulullah Bersama Seorang Yatim


Udara pagi Idul Fitri terasa sejuk menemani langkah Rasulullah jalan santai untuk menunaikan Shalat Idul Fitri. Di depannya ada beberapa anak kecil sedang bermain. Anak-anak itu nampak ceria. Senyum mereka merekah serasa tak ada lara dalam diri mereka.

Namun di tengah-tengah mereka ada seorang anak yang tidak ikut bermain. Anak itu menyendiri dari teman-teman mereka yang tengah bermain. Matanya nampak sembab, ternyata ia sedang menangis.

Melihat ada seorang anak yang berbeda dengan anak-anak lain, Rasulullah kemudian menghampiri anak tersebut, sekedar ingin tahu ikhwal ia menangis.

Rasulullah pun bertanya kepada anak kecil itu. “Apa gerangan yang membuatmu menangis wahai anak kecil?” Merasa ada yang memperhatikannya, anak kecil itu kemudian mencurahkan isi hati dan laranya kepada Rasulullah Saw. Anak itu pun mulai bercerita perihal kesedihannya. “Maaf pak, aku bersedih karena ayahku telah meninggal beberapa waktu yang lalu ketika ikut berperang bersama Rasulullah Saw.” Ternyata anak kecil itu sama sekali tidak tahu kalau ia sedang bercakap dengan Rasulullah. Mungkin ia belum pernah bertemu Rasul sehingga ia tak mengenali beliau.

Rasulullah masih menatap mata anak itu tajam sembari mendengarkan cerita anak itu. Anak itu pun melanjutkan ceritanya. “Setelah ayahku meninggal, ibuku menikah dengan laki-laki lain. Ibuku tak hanya pergi bersama lelaki itu, ia juga mengambil rumah dan harta peninggalan ayah.” 

Anak kecil itu masih tetap menangis. Namun mulutnya tak henti untuk terus bercerita. “Jadilah aku seperti ini. Aku tak memiliki baju apapun yang bisa ku pakai, perutku lapar, lontang-lantung menjadi gembel dan tak tahu harus ditinggal di mana.” Bukan hanya itu yang membuat anak itu bersedih. Ada satu hal lain yang menjadikannya menangis. Yaitu, tatkala ia melihat teman-teman sebayanya bermain dengan riang gembira, berhiaskan pakaian baru nan bagus di hari Idul Fitri yang selayaknya semua umat muslim bisa turut bergembira.

Hal itu lah yang menjadikan kesedihannya bertambah dan tangisannya meledak.

Mendengar kisah anak kecil yang sangat mengharukan itu, Rasulullah kemudian tersenyum dan mulai mengucapkan beberapa kalimat. “Mau kah kamu jika aku menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu, Fatimah menjadi saudaramu, Ali menjadi pamanmu dan Hasan serta Husain menjadi sudaramu?” Anak itu tiba-tiba tersenyum “Bagaimana aku tidak mau menjadi bagian dari keluarga Rasulullah?” Anak itu kemudian dibawa oleh Rasulullah Saw. Rasulullah memberikan makanan dan pakaian yang layak serta baru. Anak itu kemudian kembali bermain bersama teman-temannya dengan senyum terpancar di wajahnya.

Anak-anak di sekitarnya heran dengan perilaku anak itu yang seketika berubah. Salah seorang temannya memberanikan diri untuk bertanya kepada anak itu. “Mengapa sekarang kau bahagia, sedangkan tadi kami melihatmu menangis?” “Bagaimana aku tidak bahagia, perutku sekarang kenyang dan pakaianku sekarang baru. Dan yang paling membuatku bahagia adalah aku sekarang menjadi bagian dari keluarga Rasulullah Saw.” Anak-anak yang lain pun iri dengan sesuatu yang telah didapatkan si kecil yang menangis. Bahkan salah satu dari mereka ada yang berkata: “Andaikan orang tua kami meninggal ketika perang bersama Rasulullah Saw.” Wallahu A’lam

Disarikan dari kitab at-Tarikh al-Kabir karya Muhammad bin Ismail al-Bukhari (penulis Sahih Bukhari)
close