Kisah Nabi Daud AS Dan Seekor Ulat Yang Berdikir
KompasNusantara - Imam Al-Gazâlî ra. menceritakan dalam kitabnya, Mukâsyafah al-Qulûb al-Muqarrab Ilâ Ḥaḍrah ‘Allâm al-Guyûb, bahwa suatu ketika Nabi Daud as. sedang duduk di dalam ruang peribadatannya sembari membaca kitab Zabur. Tiba-tiba beliau melihat seekor ulat merah sedang berjalan di atas tanah. Kemudian, beliau berkata kepada dirinya, “apa yang sebenarnya diinginkan oleh Allah menciptakan makhluk semacam ini?”
Mendengar pernyataan itu, akhirnya Allah memberikan kekuasaan berbicara kepada ulat merah tadi. Sehingga ia menjawab pertanyaan Nabi Daud as. tersebut seraya berkata, “wahai Nabi Allah, aku diciptakan oleh Allah ke muka bumi tidak lain dan tidak bukan untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, setiap hari aku berzikir, subḥâna allâh wal ḥamdu li allâh wa lâ ilâha illâ allâh wa allâh akbar, sebanyak seribu kali.
Ketika malam tiba, aku tak henti-henti membaca salawat, allâhumma ṣalli ‘alâ muḥammad an-nabiyyi al-ummiyyi wa ‘alâ âlihî wa ṣaḥbihî wa sallim, sebanyak seribu kali juga, sebagaimana perintah Allah kepadaku. Lalu bagaimana dengan dirimu? Apa yang telah engkau baca untuk memuji Allah dalam setiap hari dan malam, sehingga engkau berani berkata demikian?”
Setelah mendengar penuturan dan sindiran ulat merah tersebut, maka Nabi Daud As. langsung menyesali perbuatannya. Hatinya bergetar karena takut kepada Allah dan langsung bertobat serta tawakal kepadaNya.
Cerita tentang bertasbihnya ulat merah ini sesuai dengan surat al-Isrâ’ (Surat 17: Ayat 44) yang berbunyi, "langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun".
Semoga bermanfaat
Sampaikanlah ilmu ini kepada orang lain. Semoga mempermudah urusanmu di Dunia Akhirat dan Memberatkan timbangan Amal baikmu di Yaumul Mizan.
Riwayat dari Rasulullulah saw. mengatakan:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (H.R. Muslim no. 1893).
Kita menghindari kesia-siaan. Penting untuk menyampaikan kebaikan, namun tidak kalah pentingnya juga untuk memperhatikan cara yang baik dalam menyampaikan kebaikan. Kebaikan harus tersampaikan dengan baik, agar pesannya tidak hilang dalam hiruk-pikuk kehidupan.
Wallahu a’lam bis-shawab.