Kisah Urwah Bin Zubair yang Bercita-cita Menjadi Seorang Alim yang Mengamalkan Ilmunya
Suatu ketika, di dekat Rukun Yamani, duduklah empat orang pemuda yang masih remaja, terhormat nasabnya dan berbaju harum, bagaikan merpati-merpati masjid, berbaju mengkilat dan membuat hati jinak karenanya. Mereka adalah Abdullah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair, Urwah bin Zubair dan Abdul Malik binMarwan.
Terjadi perbincangan ringan dan sejuk di antara anak-anak muda ini. Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata, “Hendaklah masing-masing dari kita memohon kepada Allah apa yang hendak dia cita-citakan.”
Khayalan mereka terbang ke alam ghaib nan luas. Angan-angan mereka berputar-putar di taman-taman harapan nan hijau. Abdullah bin az-Zubair berkata, “Aku ingin menguasai Hijaz dan memegang khilafah.”
Mush’ab berkata, “Aku ingin menguasai dua Irak (Kufah dan Bashrah) sehingga tidak ada orang yang menyaingiku.” Sedangkan Abdul Malik bin Marwan berkata, “Jika engkau berdua hanya puas dengan hal itu saja, maka aku tak akan puas kecuali menguasai dunia semuanya dan aku ingin memegang kekhilafahan setelah Muawiyah bin Abi Sufyan.”
Sementara itu, Urwah bin Zubair terdiam dan tidak berbicara satu kalimat pun. Saudara-saudaranya tersebut menoleh ke arahnya dan berkata, “Apa yang engkau cita-citakan, wahai Urwah?”
Dia menjawab, “Mudah-mudahan Allah memberkati kalian semua terhadap apa yang kalian cita-citakan dalam urusan dunia kalian. Sedangkan aku hanya bercita-cita ingin menjadi seorang alim yang mengamalkan ilmunya, orang-orang belajar Kitab Rabb, Sunnah Nabi dan hukum-hukum agama mereka kepadaku dan aku mendapatkan keberuntungan di akhirat dengan ridha Allah dan mendapatkan surga-Nya.”
Sumber: 101 Kisah Tabi’in - Hepi Andi Bastoni.
***
Sampaikanlah ilmu ini kepada orang lain. Semoga mempermudah urusanmu di Dunia Akhirat dan Memberatkan timbangan Amal baikmu di Yaumul Mizan.
Riwayat dari Rasulullulah saw. mengatakan:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (H.R. Muslim no. 1893).
Kita menghindari kesia-siaan. Penting untuk menyampaikan kebaikan, namun tidak kalah pentingnya juga untuk memperhatikan cara yang baik dalam menyampaikan kebaikan. Kebaikan harus tersampaikan dengan baik, agar pesannya tidak hilang dalam hiruk-pikuk kehidupan.
Wallahu a’lam bis-shawab.