Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Nabi Khidir dan Keberkahan Ibadah Hingga Tujuh Turunan

Dikisahkan, dalam sebuah perjalanan Nabi Musa sampai tiga kali mempertanyakan perbuatan Nabi Khidir yang dinilainya melanggar syariat Allah.

Kisah tentang Nabi Khidir menjadi salah satu kisah kenabian yang tak pernah kehabisan daya tarik. Meski sudah seringkali dibahas oleh para guru, ustaz dan kiai di berbagai forum kajian ilmu, kisahnya selalu menarik diikuti.

Dikisahkan, dalam sebuah perjalanan Nabi Musa sampai tiga kali mempertanyakan perbuatan Nabi Khidir yang dinilainya melanggar syariat Allah. Pada akhir perjalanannya, Nabi Khidir menjelaskan perihal perbuatannya tersebut.

Salah satu perbuatan yang dipertanyakan tersebut adalah manakala Nabi Khidir membangun kembali sebuah rumah yang hampir roboh di sebuah desa. Nabi Musa mengusulkan kepada Nabi Khidir untuk meminta upah kepada penduduk desa atas kesediaannya menegakkan kembali dinding rumah yang hampir roboh itu.

Padahal sebelumnya ketika kedua nabi itu memasuki desa tersebut dan meminta makanan kepada penduduknya, mereka menolak memberi makanan tersebut.

Apa Kesalehannya?

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا 

“Adapun tembok rumah yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim di desa itu di mana di bawahnya terdapat simpanan harta bagi keduanya. Orang tua kedua anak itu adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu berkehendak keduanya mencapai dewasa dan akan mengeluarkan harta simpananya.”

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhim menjelaskan bahwa kedua anak yatim itu dijaga sebab kesalehan orang tuanya dan tidak disebutkan kesalehan kedua anak itu. Antara kedua anak yatim dan orang tua yang saleh itu ada selisih tujuh generasi leluhur. Jadi yang dimaksud “orang tua yang saleh” pada ayat tersebut adalah kakek pada generasi urutan ketujuh dari anak yatim tersebut, bukan orang tua yang melahirkan keduanya. 

Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa seorang yang saleh akan dijaga keturunannya dan keberkahan ibadahnya akan meliputi mereka di dunia dan akhirat. Dengan syafaatnya di akherat kelak keturunannya akan diangkat derajatnya di surga hingga derajat tertinggi sehingga bisa menjadi kebanggaan bagi orang yang saleh tersebut. 

Dalam hal ini Tajudin Naufal dalam Hadiqatul Auliya’-nya mengatakan, bila ketakwaan kakek yang ketujuh saja dapat memberikan kemanfaatan bagi keturunannya yang ke tujuh, lalu bagaimana pendapat kita dengan ketakwaan orang tua kandung? Tak dapat disangkal, pohon yang baik pasti berbuah baik. Orang yang memakannya tak akan berhenti dan tetap kekal kebaikannya dengan ijin Allah Ta’ala.

Dari inilah banyak para ulama yang menganjurkan kepada para orang tua untuk terus giat dan istiqamah dalam beribadah. Karena keberkahan ibadah itu tidak hanya akan dinikmati oleh diri sendiri tapi juga oleh anak-anak keturunannya baik di dunia maupun di akherat kelak.

Semoga bermanfaat

Sampaikanlah ilmu ini kepada orang lain dengan cara Menshare dan Tag Sahabatmu di Komentar Postinganini, semoga mempermudah urusan  di dunia, akhirat dan memberatkantimbangan amal baikmu di Yaumul Mizan.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.(HR. Ahmad)

Red: Sam Ali

Sumber: Tafsir Al-Qur’anul ‘Adhim, Imam Ibnu Katsir Hadiqatul Auliya’, Syaikh Tajudin Naufal

close