Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SAHABAT NABI MUSA A.S. DI SURGA


Suatu ketika Nabi Musa عليه السلام bertanya kepada Allah ﷻ.
“Ya Allah, siapakah orang di surga kelak yang akan menjadi sahabatku?”

Allah ﷻ pun menjawab dengan memberitahu sebuah nama, nama kampungnya serta tempat tinggalnya.
Setelah mendapat jawaban, Nabi Musa عليه السلام benar-benar penasaran dengan orang itu. Betapa istimewanya dia, tidak dikenal tetapi kelak setingkat dengan Nabi di surga. Siapakah dia dan apakah amal-amalnya?
Nabi Musa عليه السلام turun dari Bukit Tursina dan berjalan berhari-hari mencari orang itu ke tempat yang diberitahu Allah ﷻ. Setelah beberapa hari dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa عليه السلام ke tempat yang dituju.

Dengan pertolongan beberapa orang penduduk setempat, nabi Musa عليه السلام berhasil bertemu dengan orang tersebut. Ia ternyata seorang pemuda. Setelah memberi salam, Nabi Musa عليه السلام dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.
Anehnya, pemuda itu tidak melayaninya. Dia malah masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam.
Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu dituntunnya dengan baik dan rasa hormat. Nabi Musa عليه السلام terkejut melihatnya. “Lho, apa-apaan pemuda itu?
Ia memelihara babi di rumahnya?” Kata Nabi Musa عليه السلام tersentak kaget dalam hatinya penuh keheranan.

Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik.
Setelah itu, babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantarkan kembali ke dalam kamar. Tidak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dituntun diantar kembali lagi ke dalam ke kamar yang sama. Setelah selesai barulah dia melayani Nabi Musa عليه السلام. Musa bertanya heran:
“Wahai anak muda! Apa agamamu sampai berbuat seperti itu kepada babi?”
“Agamaku agama Tauhid. Aku beriman kepada Allah ﷻ.” Jawab pemuda itu.
“Tapi, mengapa kamu mengurus babi bahkan sampai seperti itu?
Kita tidak boleh begitu terhadap babi.” Kata Nabi Musa عليه السلام.

“Wahai Tuan,” kata pemuda itu, “sebenarnya kedua babi itu adalah ibu bapakku.
Karena mereka melakukan dosa besar, Allah ﷻ telah mengazab mereka dengan mengganti wujudnya menjadi babi. Soal dosanya itu, biarlah itu urusannya dengan Allah ﷻ.
Sebagai anaknya, aku tetap melaksanakan kewajibanku mengurus mereka.
Hari demi hari, aku berbakti kepada kedua ibu bapakku seperti yang tuan lihat tadi.

Walaupun rupa mereka sudah menjadi babi,
aku tetap melaksanakan tugasku sebagai anak.
Sebagai anak, aku harus begitu kepada orang tuaku.
Begitulah ceritanya!” kata pemuda itu.

“Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar dosa mereka diampuni.
Aku memohon supaya Allah ﷻ menukarkan wajah mereka kembali menjadi manusia yang sebenarnya, tetapi Allah ﷻ masih belum mengabulkan hajatku.”
Tambah pemuda itu lirih, sedih dan pilu.

Setelah selesai pemuda itu bercerita, ketika itu juga Allah ﷻ menurunkan wahyu kepada Nabi Musa عليه السلام.
“Wahai Musa, inilah orang yang akan menjadi sahabatmu di surga nanti sebagai buah dari baktinya yang sangat tinggi kepada kedua orang tuanya.
Ibu bapaknya yang sudah buruk rupa menjadi babi pun, dia tetap berbakti. Oleh karena itu, Kami naikkan maqamnya ke derajat yang tinggi di sisi Kami.”
Firman Allah ﷻ.

Allah ﷻ meneruskan lagi memberi kabar:
“Karena dia telah berada di maqam yang tinggi sebagai anak yang shaleh disisi-Ku, kini Aku kabulkan do’nya.
Tempat kedua ibu bapaknya yang tadinya Aku sediakan di dalam neraka, kini telah Kupindahkan ke dalam surga.

Hikmah:
Subhanallah…
Hormat dan bakti anak yang shaleh serta do’anya dapat menebus dosa ibu bapaknya yang harusnya masuk ke dalam neraka dipindahkan oleh Allah ke dalam surga.
Rasulullah ﷺ pun bersabda mengingatkan kepada kita:
“Ketika meninggal dunia, semua pahala anak Adam terputus kecuali tiga hal: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya.”
Walaupun banyak sekali dosa yang mereka lakukan, kita tidak boleh memusuhi, menjauhi, melupakan dan menelantarkannya.
Kewajiban kita sebagai anak adalah berbakti dengan tulus dan ikhlas serta mendo’akannya mudah-mudahan Allah ﷻ mengampuninya.
Kisah di atas, semoga menjadi pelajaran dan teladan buat kita.

Semoga bermanfaat

Sumber rujukan:
- Buku : BILA IZRAIL عليه السلام DATANG MEMANGGIL
- Birrul Walidain; 40 Kisah Berbakti kepada Orang Tua.
close