Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Abu Musa Al Ansyari dan Seorang Pria Shaleh


KompasNusantara - Seorang shaleh hidup pada masa sahabat Abu Musa al-Ansyari. Abu Musa dikenal sebagai sahabat kesayangan Rasulullah dan para khalifah. Pada akhir hayatnya, sahabat yang sempat menjabat sebagai gubernur di Kufah dan Basrah ini bercerita tentang pria saleh itu.

Syahdan, lelaki itu terkenal sangat tekun beribadah. Selama 70 tahun, dia tak pernah meninggalkan sholat dan zikir. Hari-harinya dihabiskan untuk mengabdi kepada Allah di masjid dan mushala karena dia memang tinggal di sana dan menjaganya.

Hingga suatu hari, datanglah godaan kepada laki-laki tersebut. Sang ahli ibadah digoda oleh seorang perempuan cantik. Dia pun masuk ke jebakan dosa dari perempuan itu. Selama tujuh hari, dia berbuat zina meski tak mempunyai hubungan apa-apa dengan perempuan penggoda tersebut.

Tak lama kemudian, dia pun tersadar akan dosa-dosanya. Dia pergi meninggalkan sang perempuan dan kembali bertobat. Namun, untuk kembali pada rumah ibadah yang selama ini dijaganya, dia tak sanggup. Lelaki itu pun bertobat kembali beribadah di jalan Allah, tetapi dia merasa tak pantas lagi untuk menjadi penjaga mushala dan masjid.

Akhirnya, dia memutuskan untuk mengembara. Ke manapun kakinya melangkah, sholat, sujud, zikir, dan ibadah lainnya tak pernah ditinggalkan. Dalam pengembaraannya tersebut, sampailah dia ke sebuah pondok reot. Di dalamnya telah tinggal 12 fakir miskin. Dia bermaksud bermalam di sana sebab badannya telah letih karena melakukan perjalanan yang sangat jauh. Dia pun jatuh tertidur bersama penghuni lainnya di tempat tersebut.

Tak jauh dari pondok, tinggallah seorang kaya. Dia merupakan dermawan yang setiap malam selalu membagi makanan bagi fakir miskin di lingkungan sekitarnya, termasuk di tempat lelaki tersebut singgah. Biasanya, dermawan itu membagi-bagikan roti. Dia pun selalu adil membagikan satu potong roti untuk tiap-tiap orang yang tinggal di pondok tersebut.

Malam itu, laki-laki pengembara yang sedang bertobat itu juga mendapatkan jatah pembagian roti dari sang dermawan. Si pengembara dianggap penghuni tetap pondok tersebut.

Namun, ternyata salah seorang dari fakir miskin penghuni pondok tidak mendapat pembagian jatah roti. “Mengapa saya tidak mendapatkan roti?” tanya sang penghuni pondok kepada sang dermawan.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh sang dermawan. “Kamu lihat sendiri, roti yang aku bagikan telah habis, padahal aku telah membaginya secara adil, masing-masing satu potong roti untuk setiap orang yang tinggal di sini, seperti hari-hari sebelumnya aku membawa 12  potong roti,” ujarnya.

Mendengar ungkapan dari sang dermawan, si pengembara lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya. Dia lantas memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi. Padahal, pria itu sedang menderita kelaparan. Perjalanan jauh dengan perut kosong sebenarnya telah menguras energinya. Hanya, karena dia merasa roti itu bukan haknya, si pengembara pun rela kembali merasakan lapar dan memberikan sepotong roti tersebut kepada yang berhak.

Keesokan harinya, laki-laki pengembara yang sedang bertobat itu wafat. Semua amal dan dosa si pengembara pun ditimbang di hadapan Allah SWT. Amal ibadahnya yang dilakukan lebih kurang 70  tahun dibandingkan dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Dari hasil timbangan tersebut, tampak amal ibadah yang dilakukan selama 70 tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam.

Akan tetapi, timbangan kebaikannya ditambahkan dengan perbuatan baiknya menjelang ajalnya. Amalnya saat memberikan sepotong roti kepada fakir miskin yang sangat memerlukan tersebut ternyata dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata, “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sepotong roti itu!”

Amal sedekah bisa menyelamatkan umat manusia dari api neraka. Apalagi, yang bersedekah tersebut merupakan orang yang juga sebenarnya sangat membutuhkan harta tersebut.

Rep: Ahmad Syalaby Ichsan / Muhammad Hafil.
close