Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

GUNUNG LAWU TEMPAT PERSEMAYAMAN RAJA MAJAPAHIT TERAKHIR

KompasNusantara - Gunung Lawu seperti gunung-gunung lain di Indonesia diselimuti oleh mitos-mitos tradisional yang merupakan cerita turun-temurun. Konon menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit (1400 M), Raja Majapahit terakhir Brawijaya V mengasingkan diri ke gunung Lawu berserta pengikutnya bernama Sabdo Palon.
Hati raja Majapahit masygul ketika putranya yaitu Raden Fatah tidak mau melanjutkan pemerintahan Majapahit. Sebaliknya sang Pangeran mendirikan kerajaan Islam di Demak dengan pusat pemerintahan di Glagah Wangi (Alun-alun Demak).

Raja Brawijaya V adalah pemeluk agama Budha ketika meminang Dara Petak (ibu dari Raden Fatah) putri Raja Campa. Raja Brawijaya dikisahkan bersedia masuk islam jika diizinkan menikahi Dara Petak yang saat itu sudah beragama Islam dan memakai kerudung.

Belakangan Prabu Brawijaya V tak sepenuh hati masuk Islam. Ia menjadi mualaf semata-mata karena ingin menikahi putri tersebut. Inilah yang membuat Syech Maulana Malik Ibrahim tidak suka.

Setelah menikah, para anggota kerajaan yang sudah beragama Islam berupaya membujuk raja agar masuk Islam yang sebenar-benarnya. Bahkan ratunya yang bernama Dara Jingga dan selir-selirnya yang lain pun ikut membujuknya, tetapi selalu gagal.

Pada suatu hari Raja Brawijaya sangat sedih karena memiliki pemahaman yang berbeda dengan keluarganya. Suatu malam, raja tersebut bermeditasi memohon petunjuk pada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam semedinya ia mendapatkan petunjuk jika kerajaan Majapahit sudah saatnya memudar kejayaannya dan “Wahyu Kedaton” akan di pindahkan ke Kerajaan Demak.

Singkat cerita, Prabu Brawijaya V memutuskan mundur dari dunia ramai dan menyepi ke puncak gunung Lawu bersama abdi setianya Ki Sabdo Palon. Dalam perjalanannya Prabu Brawijaya bertemu dengan dua orang pengikutnya, kepala dusun dari wilayah kerajaan Majapahit, masing-masing dari mereka adalah Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.

Karena tidak tega melihat Prabu Bhrawijaya, mereka pun ikut menemani sang Prabu naik ke puncak Gunung Lawu. Sesampainya di puncak, Prabu Brawijaya melakukan moksa (menghilang) atau membebaskan diri dari ikatan duniawi.

Lokasi moksa Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi kini dikenal dengan puncak “Hargo Dalem.” Sedangkan lokasi moksa Ki Sabdo Palon sang abdi setianya berada di “Hargo Dumiling.” 

Sebelum melakukan moksa, Prabu Brawijaya sempat menitipkan amanat kepada Dipa Menggala dan Wangsa Menggala untuk menjaga gunung Lawu. Sang Raja kemudian mengangkat Dipa Menggala menjadi penguasa Gunung Lawu, ia diberi kekuasaan untuk membawahi semua makhluk gaib yang ada di barat sampai gunung Merbabu, dari timur sampai ke Gunung Wilis, dari selatan sampai ke Pantai Selatan dan dari Utara sampai ke Pantai Utara.

Dipa Manggaka kemudian diberi gelar “Sunan Gunung Lawu.” Sementara Wangsa Manggala diangkat sebagai patihnya dan diberi gelar “Kiai Jalak.”
Cerita mitos tentang Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak hingga kini masih popular di kalangan pengunjung dan pendaki Gunung Lawu. 

Beberapa pendaki Lawu kabarnya pernah bertemu dengan “Kyai Jalak” dengan rupa burung jalak saat mereka mendaki ke puncak “Hargo Dalem”.
Para pendaki meyakini jika menjumpai burung ini, maka sebenarnya ia berniat baik ingin memberi petunjuk jalan agar tak tersesat. Sebaliknya jika para pendaki memiliki perangai yang buruk maka Kiai Jalak yang tak menyukainya akan membuatnya bernasib buruk.

close