Kisah Ular Di Gua Tsur Yang Menunggu Kedatangan Nabi Muhammad SAW Hingga Ribuan Tahun Lamanya
KompasNusantara - Kisah pengorbanan para sahabat memang tiada habisnya. Dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali juga para sahabat yang lain. Mereka tak pernah memperhitungkan kerugian yang akan dihadapi, bahkan kehilangan nyawapun tak jadi masalah.
Kecintaan dan getar hati Abu Bakar r.a, ketika Nabi Muhammad Shalallahu'Alahi Wassalam harus hijrah ke Kota Madinah. Beliau mengajak Sayidina Abu Bakar, orang yang sangat dekat dengan Beliau untuk menjadi pendamping dalam perjalanan menuju ke Kota Madinah. Sayidinia Abu Bakar dengan penuh adab yang bersungguh, kata kuncinya dengan “Penuh Adab yang Bersungguh”, di ajak ke Madinah. Harusnya dari kediaman Beliau berjalannya adalah ke Utara, karena Madinah secara geografis terletak di Utara dari Kota Mekah, tetapi Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam berjalan menuju ke Tenggara.
Sayyidina Abu Bakar tidak bertanya, Beliau ikut saja apa yang dibuat oleh Rasulullah, karena di hati Beliau ada “cinta” dan “percaya” dan sesuatu yang tidak lagi perlu tawar-menawar. Rasulullah Al Amin, tidak pernah keluar dari lidah Beliau sesuatu yang tidak patut tidak dipercaya. Pribadinya penuh pancaran kecintaan. Mencintai dan sangat pantas dicintai. Pribadinya begitu rupa menimbulkan kerinduan dan cinta.
Nabi Muhammad Shalallahu'Alahi Wassalam berjalan, Sayidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai, 8 km dari arah Masjidil Haram, baru Sayidina Abu Bakar sadar. Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur. Sebelum Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam memasuki gua, Abu Bakar dengan sigapnya mengecek dan menutup lubang-lubang yang ada di gua guna terhindar dari binatang buas.
Mereka sepakat untuk bergantian berjaga. Dalam tidurnya, Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam melabuhkan kepalanya di pangkuan sang sahabat.
Di dalam gua yang dingin dan remang-remang, tiba-tiba seekor ular mendesis keluar dari salah satu lubang yang belum ditutup oleh Abu Bakar. Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkan dari benaknya, karena tak ingin ia mengganggu tidur Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam.
Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih Allah SWT itu.
Abu Bakar menutup lubang itu dengan salah satu kakinya. Lalu ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi Abu Bakar tetap saja tak bergerak sedikitpun dalam hening. Sekujur tubuh Abu Bakar terasa panas, ketika bisa ular menjalar cepat di dalam darahnya.
Abu Bakar tak kuasa menahan isak tangis ketika rasa sakit itu tak tertahankan lagi dan tanpa sengaja air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam yang tengah berbaring.
Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam terbangun lalu berkata, “Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini?”
“Tentu saja tidak, Saya ridha dan ikhlas mengikutimu ke mana pun,” jawab Abu Bakar.
“Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?” bertanya Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam dengan bersahaja.
“Seekor ular baru saja menggigit saya, wahai Rasulullah. Lalu bisanya menjalar begitu cepat ke dalam tubuhku,” jawab Abu Bakar dengan suara tercekat.
Lalu Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam berbicara kepada ular itu. ” Hai, tahukah kamu? Jangankan daging atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram kau makan.”
Dialog Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam dengan ular itu menjadi mukjizat beliau, sehingga Abu Bakar mampu mendengarnya.
“Ya aku mengerti, Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah SWT mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecintaan. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke Surga,” kata ular.
“Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular.
Lalu, apa kata Allah SWT?
“Silahkan pergi ke Jabal Tsur, tunggu di sana, kekasih-Ku akan datang pada waktunya,” jawab Allah SWT.
“Ribuan tahun aku menunggu di sini, Aku digodok oleh kerinduan untuk berjumpa Engkau, Muhammad Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam,” jawab ular.
“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah.
Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam meraih pergelangan kaki Abu Bakar. Dengan mengagungkan nama Allah SWT Sang Pencipta semesta, Nabi Muhammad Shalallahu'Alaihi Wassalam mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah SWT, seketika rasa sakit itu hilang tak berbekas.
Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng kuat-kuat ketika Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam menawarkan pangkuannya untuk beristirahat. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.
Inilah sikap yang ditunjukkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq Ra. Sebagai seorang sahabat kepercayaan Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam, ia merelakan semua yang dimilikinya demi keselamatan dan perjuangan dakwah Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam. Bahkan ia merelakan nyawanya terancam demi menemani Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wassalam.
Wallahu A'lam Bish-shawab.