Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

AKIBAT KURANG AJAR DI GUNUNG MERAPI. DICULIK BANGSA LELEMBUT HINGGA MENGALAMI GANGGUAN JIWA (Part4)


Om Heru pun berteriak–teriak memanggil kedau teman-temannya yang ada di tenda, yakni Kamal dan Andri. Tapi tidak ada jawaban. Akhirnya om Heru teringat pada peluit yang dikalungkan di lehernya. Om Heru tiuplah peluit sebagai tanda bahaya sekencang-kencangnya. Dan syukurlah ,, tidak lama kemudain ada suara dari Kamal dan Andri. Akahirnya mereka berduapun tampak turun untuk menolong om Heru dan Dion.

Lalu singkat cerita, sampailah mereka semua di tenda. Dion kita masukan ke dalam tenda dan diberi minuman hangat oleh Andri. Selanjutnya Dion pun tertidur pulas. Om Heru tidak bisa berkata apa-apa karena bdan om Heru capek sekali.

Untuk makan pun om Heru tidak berselera. Yang ada hanya ingin minum dan  merokok saja. Dan mereka pun beristirahat beberapa jam.

Lalu kemudian,, kita terbangun karena mendengar si Dion berteriak-teriak. Tapi kali ini bukan kesurupan. Dian berteriak tapi nggak ada suaranya, alias GAGU.. Kamal dan Andri tentu binggung melihat perubahan pada Dion yang tiba-tiba gagu.

Dan,, tiba-tiba saja ada seorang pendaki dating menghampiri tenda mereka.

“mas kemarin yang terahir turun ya?” ujar pendaki itu. Om Heru lalu menjawab, “Iya,,”Pendaki itu berkata lagi, “saya dari basecamp. Saya dipeseni sama Mas Gatot, kalaukalian dicariin sama Mas Gatot.. kok dari semalam rombongan kalian nggak sampai-sampai. Mas Gatot khawatir sama kalian.” Lalu om Heru bilang,”oh iya mas,, kami sempat nyasar dan bermalam lagi. Di hutan,” om Heru belum sempat menceritakan peristiwa yang telah mereka alami pada waktu itu.

Lalu singkat cerita, akhirnya mereka turun gunung menuju basecamp setelah selesai membereskan semua pralatan kita, dipandu arah oleh mas pendaki itu.

Dion pun kami bawa dengan digendong secara bergantian karena dia sendiri seperti tak sanggup untuk berjalan dan tidak dapat bicara.

Kemudian mereka semua sampai di basecamp kira-kira jam 9-10 pagi. Sang kuncen, Mbah Maridjan melihat dari kejauhan,beliau tampak seperti kecewa dengan rombongan mereka. Seolah-olah beliau paham apa yang telahmereka alami di atas gunung. Begitu mereka sampai di basecamp, Mbah Maridjan berkata,”Kalian,,sudah sangat kurang ajar sekali di Merapi ini. Lebih baik diam pulang,, dan lebih baik jangan lagi dating ke gunung ini.”

Pada saat itu, mereka semua menyesali perbuatan mereka. Om Heru hanya termenung diam mendengar omongan beliau.

Mereka pun menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak di basecamp melepas lelah. Sementara itu, Dion tampak makan dengan lahapnya di basecamp. Tapi tiba-tiba dia berteriak menunjuk-nunjuk ke suatu arah dengan ekspresi muka ketakutan serta tangan menggigil. Padahal, hari sudah menjelng siang, jadi bukan hipotermia. Dion juga hanya bisa menyebutkan nama tiga temannya tiga saja. Kata-kata lainnya tidak ada suaranya alias gagu. Akhirnya mereka memutuskan pulang ke Jakarta hari itu juga di hari jumat. Kita naik kereta api.

Lalu singkatnya, begitu mereka tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan selamat. Untuk sementara waktu, om Heru beraktivitas seperti biasa.

Selang beberapa hari kemudian,, tiba-tiba om Heru, Andri, dan Kamal dipanggil oleh orang tuanya Dion. Kebetulan juga, karena waktu itu om Heru ingin mencari informasi keadaan Dion apakah baik-baik saja. Begitu mereka semua tiba di rumah Dion, orang tuanya pun menyatakan kepada kami, mengapa dion tidak bisa berbicara. Di samping itu, Dion juga sering mengalami ketakutan. Di kamar sering berteriak-teriak sendiri seperti orang gila.

Om Heru akhirnya menceritakan kejaidan selama di pendakian gunung tersebut,, mulai dari awal sampai akhir. Tapi orang tuanya tidak percaya akan hal tersebut.

Akhirnya, saya om Heru dan teman-teman pulang ke rumah. Om Heru, Andri, dan Kamal melanjutkan aktivitasnya seperti biasa kembali.

Dan selang beberapa hari lamanya tidak terdengar kabar si Dion, akhirnya om Heru mendengar kabar terbar.

Om Heru mendengar kalau Dion ini sedang dirawat di  rumah sakit jiwa. Tak perlu waktu lama, om Heru, Andri, dan Kamal segera berkumpul untuk mendatangi rumah sakit jiwa tersebut demi menemui Dion.tetapi ada yang aneh,, ketika si dion membuka bajunya mintak digarukin punggungnya yang gatal,, OM HERU MELIHAT PUNGGUNGNYA PENUH DENGAN BERETAN SEPERTI HABIS DICAKAR DAN DIBESET-BESET. Om Heru mengobrol dengan salah seorang keluarganya dion. Ternyata selama ini, keluarga si dion telah berobat ke beberapa orang pintar, tapi dion tak kunjung sembuh dari penyakit gagunya. Sampai akhirnya Dion direkomendasikan oleh seorang psikiater untuk dirawat dir s jiwa di Jakarta.

Akhirnya om Heru pun mencari akal bagaimana caranya mengobati Dion. Om Heru teringat pada mas Gatot yang waktu itu pernah mengobati si dion saat dia kerasukan. Kebetulan juga sewaktu mengobrol, om Heru mendapat no telpon kimunitasnya mas Gatot. Singkat cerita, setelah bebrapa lama upay, om Heru pun berhasil menghubungi Mas Gatot. Di telepon, om Heru menceritakan dari awal kabar Dion, dari dia sakit, masuk rumah sakit jiwa, hingga luka bekas cambukan di punggungnya dion. Mas Gatot mengatakan,, KALAU BISA TIAP SEMINGGU SEKALI ATAU 2 MINGGU SEKALI, DIADAKAN SELAMATAN DI RUMAH DION, MENGUNDANG ANAK YATIM SAMPAI 40 ORANG.

Mas Gatot juga berpesan, kalau setengah pengajian, om Heru harus mengecek punggungnya dion secara berkala.

Pesan tersebut tentu segera om Heru sampaikan kepad keluarga Dion. Dan untunglah, kali ini keluarga Dion, entah percaya atau tidak, menyanggupi syarat-syarat itu. Dengan harta yang mereka miliki, bujan hal sulit tentunya untuk mengelar acara seperti itu.

Lalu sengkat cerita, acara pun rutin digelar, sesuai dengan petunjuk dari mas Gatot.

Om Heru, Kamal,dan Andri juga rutin menjenguk Dion di rumah sakit jwa, untuk melihat luka-luka dan beset di punggungnya. Dan anehnya.. setelah beberapa  kali menjenguk, om Heru dan teman-teman heran kalau beset luka-luka di punggungnya perlhan menghilang satu persatu. Tentu om Heru dan kawan-kawan melihat secercah harapan. Om Heru dan kawan-kawan juga berdoa, mudah-mudahan dion bisa normal seperti sedia kala. Proses kesembuhan dion ini hamper setahun lamanya. Selama proses penyembuhan itu, dion juga dibantu oleh om-nya dengan metode pengobatan menggunakan air kelapamuda.

Lalu waktu terus berjalan..

Setelah bekas-bekas cambukan di punggungnya menghilang, dion sudah bisa berbicara normal sekali. Om Heru dan teman-teman lalu datang menggunjungi dion ke rumahnya dan mengobrol dengan dion serta orang tuanya. Akhirnya orang tuanya berterimaksih kepada mereka bertiga yang telah menolong anaknya dan memintak maaf kepada mereka bertiga karena mereka merasa tidak mengajarkan  anaknya tentang ETIKA DAN TATA KRAMA. Di balik kesuksesan karirnya, orang tuanya merasa gagal mendidik anak tentang SOPAN SANTUN.

Lalu singkat cerita, Dion mengucapkan terima kasih kepada om Heru, Kamal, dan Adri.

Satu tahun setelah Dion sembuh, kebetulan mereka berempat berkumpul bersama untuk sekedar reuni.

Waktu itu om Heru ajak Dion bercanda dengan mengatakan, “lu masih mau naik gunung lagi dengan kita-kita  nggak?” Dion lalu mengatakan, “masih mau naik gunung dong sama kalian. Kecuali satu gunung yang gua nggak mau mendaki yaitu GUNUNG MERAPI,,” om Heru, Kamal, dan Adri punbengong sejenak,  sebelum akhirnya mereka tertawa bersama. “yasudahlah nggak usah dibahas lagi tentang gunung itu, mari kita makan-makan dulu, kebetulan kita laper nih” jawab om Heru.

TAMAT

close