GUNUNG LAWU Tempat Persemayaman Raja Majapahit Terahir
Hati raja Majapahit masygul ketika putranya yaitu Raden Fatah tidak mau melanjutkan pemerintahan Majapahit. Sebaliknya sang Pangeran mendirikan kerajaan Islam di Demak dengan pusat pemerintahan di Glagah Wangi (Alun-alun Demak).
Raja Brawijaya V adalah pemeluk agama Budha ketika meminang Dara Petak (ibu dari Raden Fatah) putri Raja Campa. Raja Brawijaya dikisahkan bersedia masuk islam jika diizinkan menikahi Dara Petak yang saat itu sudah beragama Islam dan memakai kerudung.
Belakangan Prabu Brawijaya V tak sepenuh hati masuk Islam. Ia menjadi mualaf semata-mata karena ingin menikahi putri tersebut. Inilah yang membuat Syech Maulana Malik Ibrahim tidak suka.
Setelah menikah, para anggota kerajaan yang sudah beragama Islam berupaya membujuk raja agar masuk Islam yang sebenar-benarnya. Bahkan ratunya yang bernama Dara Jingga dan selir-selirnya yang lain pun ikut membujuknya, tetapi selalu gagal.
Pada suatu hari Raja Brawijaya sangat sedih karena memiliki pemahaman yang berbeda dengan keluarganya. Suatu malam, raja tersebut bermeditasi memohon petunjuk pada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam semedinya ia mendapatkan petunjuk jika kerajaan Majapahit sudah saatnya memudar kejayaannya dan “Wahyu Kedaton” akan di pindahkan ke Kerajaan Demak.
Singkat cerita, Prabu Brawijaya V memutuskan mundur dari dunia ramai dan menyepi ke puncak gunung Lawu bersama abdi setianya Ki Sabdo Palon. Dalam perjalanannya Prabu Brawijaya bertemu dengan dua orang pengikutnya, kepala dusun dari wilayah kerajaan Majapahit, masing-masing dari mereka adalah Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.
Karena tidak tega melihat Prabu Bhrawijaya, mereka pun ikut menemani sang Prabu naik ke puncak Gunung Lawu. Sesampainya di puncak, Prabu Brawijaya melakukan moksa (menghilang) atau membebaskan diri dari ikatan duniawi.
Lokasi moksa Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi kini dikenal dengan puncak “Hargo Dalem.” Sedangkan lokasi moksa Ki Sabdo Palon sang abdi setianya berada di “Hargo Dumiling.”
Sebelum melakukan moksa, Prabu Brawijaya sempat menitipkan amanat kepada Dipa Menggala dan Wangsa Menggala untuk menjaga gunung Lawu. Sang Raja kemudian mengangkat Dipa Menggala menjadi penguasa Gunung Lawu, ia diberi kekuasaan untuk membawahi semua makluk gaib yang ada di barat sampai gunung Merbabu, dari timur sampai ke Gunung Wilis, dari selatan sampai ke Pantai Selatan dan dari Utara sampai ke Pantai Utara.
Dipa Manggaka kemudian diberi gelar “Sunan Gunung Lawu.” Sementara Wangsa Manggala diangkat sebagai patihnya dan diberi gelar “Kiai Jalak.”
Cerita mitos tentang Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak hingga kini masih popular di kalangan pengunjung dan pendaki Gunung Lawu. Beberapa pendaki Lawu kabarnya pernah bertemu dengan “Kyai Jalak” dengan rupa burung jalak saat mereka mendaki ke puncak “Hargo Dalem”.
Para pendaki meyakini jika menjumpai burung ini, maka sebenarnya ia berniat baik ingin memberi petunjuk jalan agar tak tersesat. Sebaliknya jika para pendaki memiliki perangai yang buruk maka Kiai Jalak yang tak menyukainya akan membuatnya bernasib buruk.
-------
Lepas dari sejarah “BAGI PENDAKI”
Puncak Lawu adalah obyek wisata khusus yang banyak dikenali oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun turis mancanegara.😎 Wisata Lawu Top dapat dicapai dari gerbang masuk yang berada di desa Cemorosewu, kecamatan Plaosan, sedangkan lokasi gerbang masuk tinggal di jalur jalan provinsi yang menghubungkan Magetan-Solo melalui Tawangmangu, sehingga obyek wisata dapat mencapai puncak Gunung Lawu dari Magetan dan Karanganyar dengan mudah.
Keindahan panorama yang ada di Puncak Lawu memang bertindak sebagai magnet bagi anda yang menyukai kegiatan menantang seperti mendaki atau berkemah🎿🏕️. Jika anda ingin pemandangan indah di pagi hari,☀️ anda bisa bangun atau mendaki saat menjelang subuh karena dari Puncak Lawu anda bisa melihat betapa eloknya pemandangan dari matahari terbit⛅ yang bisa membuat anda berdecak kagum.😍 Jadi tunggu apalagi, isi liburan seru anda dengan datang ke Puncak Gunung Lawu.