Habib Hasan bin Ali Syihabuddin Pasang Nisan Sendiri Sebelum Wafat
Habib Hasan bin Ali Syihabuddin adalah sosok habib yang popular di Jepara sebagai wali majdzub. Beliau meninggal pada Jumat dini hari, 3 November 2017, sekitar pukul 02.30 usai melaksanakan shalat tahajud dan meminum air zam-zam. Allah yarham wa yu’li darajatihi fiddin wad dunya hattal akhirah.
Sebelum meninggal, malam itu Habib Hasan merasakan dada sakit. Kepada istri, beliau mengatakan,
“Dodoku kok sesek ya, keto’e aku meh diundang Allah. Ngko aku jaluk tulung kuburke jam 9 tepat, ojo ditawar lan ora usah ngenteni wong, ngko ndak kesuen nek ku ngenteni” (dadaku kok sesak ya. Kayaknya aku akan dipanggil Allah. Aku minta tolong kuburkan jam sembilan tepat, jangan ditawar dan tidak perlu menunggu orang, supaya tidak lama aku menunggu).
Kepada istri tercinta, Habib Hasan juga berpesan agar kerandanya dibuat dari bambu dan kayu saja. Bukan dari besi.
Selain itu, beliau juga berwasiat supaya jasadnya tidak dihalangi keranda, tanpa payung, agar tembus langit sejak dari rumah hingga ke lokasi pemakaman. Dan yang terpenting, beliau berpesan agar tidak ada yang merekam atau memfotonya saat pemakaman.
Mendengar perkataan tersebut, istri Habib Hasan kaget dan bingung. Bergegas ia keluar rumah memanggil Habib Yusuf keponakan Habib Hasan. Namun, setiba kembali di rumah, Habib Hasan bin Ali Syihabuddin Mayong sudah wafat. Innalillah wa inna ilahi rooji’un.
Jumat pagi harinya, sesuai wasiat, Habib Hasan dimakamkan jam sembilan pagi. Sebelumnya, ada pihak keluarga yang menginginkan agar dimakamkan usai shalat dhuhur. Namun setelah diceritakan pesan jam pemakaman, semua mengikuti wasiat beliau.
Konon, pesan Habib Hasan ini juga disampaikan juga kepada muridnya dari Kudus (Papringan), sebagaimana diceritakan oleh Yek Mad al-Hinduwan, usai pemakaman, di masjid.
Anehnya, beberapa hari sebelum meninggal, Habib Hasan ternyata sudah memasang patok (nisan) palsu di sebelah timur tembok tempat makam ayahanda beliau (Habib Ali) dimakamkan di Tempat Pamakaman Umum (TPU) Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Artinya, Habib Hasan sendiri telah inden tempat untuk pemakaman dirinya agar tidak ditempati orang lain. Masyaallah.
Salah satu pendereknya (murid kalong) menceritakan, Ahad malam sebelum Jumat terakhir wafat saat burdahan di rumah beliau, ada salah satu murid yang ingin mencium tangan.
Tidak seperti biasanya, Habib Hasan ketika itu berkata setengah bercanda, “cium saja sepuasnya olehmu, sebab setelah ini kamu tidak akan bisa melakukan hal itu lagi,” katanya kepada sang murid.
Habib Hasan selama hidup memang ahli dzikir. Di manapun, selalu melafalkan dzikir dan tidak hubbud dunya (numpuk harta). Profesinya adalah penjual papan nisan, sapu, alat-alat pemakaman dan alat-alat kebersihan. Sering tidak mau dibayar jika pembelinya (shahibul musibah) diketahui golongan tidak mampu.
Rutinitas burdahnya pun tidak pernah ambil biaya dari jama’ah. Jika ada yang meminta obat ke rumah, Habib Hasan selalu menolak imbalan uang secara halus.
Kini, teladan kelembutan budi dan penyembuh lahir batin umat Nabi Muhammad di Jepara itu telah kembali ila rahmatillah, di malam Jumat Pahing, 14 Safar 1439 H. Al fatihah.