Kidung Wahyu Kolosebo, Syair Yang Kerap Disalah Artikan Sebagai Hal Mistis
Bukan masalah topengnya yang ingin saya bahas di sini. Tapi beberapa dari video yang ada, kerap menyertakan lagu Kidung Wahyu Kolosebo sebagai latar belakang musik pengiring. Hampir semua konten yang menayangkan topeng bergerak tersebut, memakai lagu (kidung) yang sejatinya sangat bertolak belakang dengan hal-hal ghaib yang disajikan.
Beberapa lirik seerti “mekak hawa, hawa kang dur angkara (dengan mengendalikan hawa, hawa nafsu yang diliputi angkara murka), “Senadyan setan gentayangan, tansah gawe rubeda” (walaupun setan gentayangan selalu membuat gangguan). “Enggo pupusing zaman” (hingga akhir zaman),”, terlihat jelas bahwa syair yang dibawakan merupakan bentuk permohonan kepada Yang Maha Tunggal agar untuk senantiasa bersikap mawas diri.
Tak hanya sebagai bentuk permohonan agar dijauhkan dari sifat mengumbar nafsu angkara dan hal-hal merusak lainnya, tapi juga bentuk kepasrahan diri agar diberikan ilmu berupa kebaikan (batin dan pikiran), dan rasa kasih sayang kepada sesama. Hal ini terekam pada lirik “Memuji ingsun kanthi suwito linuhung” (aku memuji dengan menghadap Maha Tinggi) dan “Ginulah niat ingsun, hangidung sabdo kang luhur” (Mengolah Hati, Tekad, & Niat, mengkidung kata kata luhur (tinggi).
BACA JUGA : Kemuliaan Seorang Wanita Karena Rasa Malunya
Kidung Wahyu Kolosebo merupakan syair-syair bernafaskan Islam yang mengagungkan kalimat tauhid sebagai dasar keimanan bagi seorang muslim. Di mana pada beberapa liriknya, tersemat kata-kata “Mugiyo den sedyo pusoko Kalimosodo” (semoga karena ucapan pusaka kalimat syahadat), yang digunakan oleh umat Silam yang mengakui keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha, sebagai yang Maha Tinggi (Memuji ingsun kanthi suwito linuhung).
BACA JUGA : SHOLAWAT YANG TAK TERBATAS PAHALANYA