Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah astronomi dalam Islam


Astronomi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari perbintangan dan angkasa luar. Dari dunia Islam, siapa kira-kira ahli astronomi yang terkenal?

Kata astronomi awalnya berasal dari bahwa Yunani kuno yaitu astron yang berarti bintang dan nomos yang berarti hukum atau budaya. Maka apabila digabungkan astron-nomos adalah hukum atau budaya bintang-bintang.

Ilmu perbintangan sendiri dibagi atas dua kategori yaitu astronomi dan astrofisika. Astronomi lebih kepada penelitian benda-benda langit dan materi di luar atmosfer bumi, sedangkan astrofisika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat fisika serta proses dinamika dari benda-benda langit.

Awal dari ilmu astronomi memang masih rancu sampai sekarang ini karena banyak sumber yang memberikan penjelasan berbeda-beda. Namun, ada pemikiran bahwa ilmu perbintangan mulai digunakan sejak zaman batu dengan bukti beberapa artifak, gambar dan coretan di dinding gua, cara masyarakat purba menentukan musim, cuaca dan iklim sampai dengan pembuatan monumen atau situs seperti Stonehenge.

Seiring perkembangan zaman dan peradaban, ilmu perbintangan ini mulai dikembangkan di berbagai daerah. Astronomi sistematis dengan perhitungan matematis mulai digunakan pertama kali oleh orang-orang dari Babilonia. Sejak itu, perkembangan astronomi semakin pesat dan luas.

Setelah Islamisasi dilakukan hampir di seluruh jazirah Arab, ada beberapa bukti bahwa orang-orang Islam sudah mulai mempelajari ilmu perbintangan yang diadopsi dari India dan Yunani kuno.

Ilmuwan Islam pertama yang mempelajari astronomi secara tuntas adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (830 M). Dia telah merevisi dan menyempurnakan Geografi Ptolemeus, terdiri dari daftar 2402 koordinat dari kota-kota dan tempat geografis lainnya mengikuti perkembangan umum.

Buku yang berjudul "Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota, Gunung, Laut, Semua Pulau dan Sungai" ini memuat tentang bujur dan lintang, termasuk zona cuaca, pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca dan banyak lagi.

Selain itu, Musa al-Khawarizmi juga pernah menulis tentang 37 simbol pada kalkulasi kalender astronomi dan 116 tabel dengan kalenderial, astronomial dan data astrologial yang sampai sekarang masih digunakan oleh seluruh astronom dunia.

Ada juga Abu Rayhan al-Biruni (973 M) dari Khwarazm, Armenia yang pada usia 17 tahun, dia telah mendesain alat observasi perbintangan dan matahari.

Nasiruddin at-Tusi juga merupakan ilmuwan Islam yang berhasil memodifikasi model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit.

Bahkan seorang Copernicus dan Galileo juga terinspirasi oleh teori Ibn Al-Syatir (Kitab Nihayat al-Su'al fi Tashih al-'Usul) tentang bumi mengelilingi matahari dan peredaran planet serta bulan.

Tidak hanya mereka saja, masih banyak tokoh-tokoh Islam yang berjasa dalam perkembangan dunia astronomi, seperti Al-Battani (858-929 M), Al-Sufi (903-986 M), Al-Biruni (973-1050 M), Ibnu Yunus (1009 M), Al-Zarqali (1029-1087 M) dan masih banyak lagi.

Tentunya dengan adanya tulisan, naskah, peralatan dan sejenisnya yang terkait dengan dunia perbintangan, dapat dijadikan bukti bahwa tokoh-tokoh Islam tidak kalah dengan bangsa-bangsa di luar Islam yang juga berhasil menjadi penemu sesuatu yang digunakan sampai sekarang ini.

close