KISAH MISTIS WANITA GAUN MERAH GUNUNG SEMERU
Berawal dari keinginan untuk mendaki ke gunung semeru, berhubung waktu itu aku sedang ada cuti kerja 1 minggu aku berencana untuk mendaki ke gunung semeru.
Seminggu sebelum hari pemberangkatan aku sudah mencoba mengajak beberapa temannya untuk ikut mendaki ke gunung semeru, tapi tidak ada satupun dari temannya yang bisa aku ajak. Wajar, soalnya kebanyakan teman-temanku sudah mempunyai pekerjaan, begitupun denganku, aku adalah seorang karyawan di sebuah pabrik yang ada di Jawa Timur.
Karena memahami kesibukan teman-temanku akhirnya aku berinisiatif untuk berangkat sendiri, karena kegiatan solo hiking sebelumnya sudah sering kali kulakukan, jadi setidaknya aku sudah tau apa yang harus aku lakukan. 6 hari sebelum hari keberangkatan aku melatih fisik dengan melakukan joging setiap pagi.
Singkat cerita, 1 hari sebelum keberangkatan aku mengurus semua persyaratan yang dibutuhkan untuk mendaki ke gunung semeru, mulai dari meminta surat keterangan sehat dari dokter, menyiapkan fotocopy ktp, dsb.
Setelah semua sudah selesai malam harinya aku beristirahat untuk ke’esokan harinya. Sambil istirahat aku cari tau sedikit tentang jalur pendakian gunung semeru di internet.
Singkat cerita, tibalah hari pemberangkatan, pagi itu aku berangkat dari tempat tinggalku yang berjarak tidak terlalu jauh dengan Gn. Semeru menuju ke Ranu pani, desa terakhir yang berada di lereng gunung semeru.
Sesampai di Ranu pani sekitar jam 9 pagi, aku pun langsung mengurus pendaftaran di pos perijinan, karena di tahun 2012 itu belum ada sistem booking online dan pendaki gunung semeru juga bisa dibilang belum se-ramai sekarang, jadi setelah selesai mengurus pendaftaran pagi itu aku bisa langsung berangkat.
Sebelum berangkat aku sempet sedikit ragu, sepertinya aku tidak yakin kalau harus mendaki sendiri ke gunung semeru, karena disisi lain aku belum pernah mendaki ke gunung semeru sebelumnya.
Sebelum mulai pendakian aku sempat cari barengan untuk ikut jalan bareng tapi gak nemu, karena pagi itu masih belum begitu banyak pendaki yang datang dan karena memang ini bukan hari libur jadi wajar kalau sepi, kebanyakan pendaki yang ada di Ranu pani waktu itu berniat untuk berangkat nanti sore. Akhirnya dengan niat yang kuat aku pun tetap berangkat dan memulai perjalananku.
30 menit berjalan aku tidak juga berjumpa dengan satu pendakipun, dan tidak tau kenapa tiba-tiba perasaanku jadi gelisah. Untuk mengusir rasa gelisah itu aku menyalakan sebatang rokok dan dihisap sambil berjalan.
Sekitar 30 menit kemuakun sampailah di pos 1, disitu aku baru bertemu dengan 2 orang pendaki lain yang kebetulan juga akan naik, disini aku merasa sedikit lega dan perasaan gelisah yang tadi udah hilang. Aku pun menyapa 2 orang pendaki itu dan berkenalan.
Karena sudah lama aku lupa namanya, yang kuingat hanyalah kami adalah rombongan dari Malang, dan aku berniat ikut jalan bareng meraka.
Setelah 15 menit beristirahat di pos 1 aku lanjut berjalan lagi dengan 2 orang pendaki tersebut, di sepanjang perjalanan kami saling mengobrol hingga tidak terasa sampailah kami di pos 2.
Sesampai di pos 2 kami istirahat lagi, disitu tiba-tiba perasaan gelisah yang tadi kurasakan muncul lagi setelah mendengar ucapan dari 2 pendaki yang jalan bareng denganku itu tentang bagaimana medan yang harus ditempuh untuk menuju ke puncak Mahameru, aku merasa kalau pendakain kali ini aku tidak bisa sampai di puncak.
Tapi aku tetap positif thinking, dalam hatiku berkata, “Yakin aku bisa!”.
15 menit kemuakun kami lanjut berjalan lagi hingga sampai di Ranu kumbolo jam 12 siang. Sesampai di Ranu kumbolo aku benar-benar senang melihat keindahan danau yang berwarna kebiru-biruan.
Kamipun berjalan ke ujung danau yang biasanya digunakan pendaki untuk nge-camp, sesampai disitu aku mengeluarkan kompor dan nestingku dan akan memasak makanan untuk makan siang.
Karena suasana di Ranu kumbolo waktu itu benar-benar sejuk dan sangat memanjakan mata aku istirahat lumayan lama, hampir 3 jam hingga tidak terasa waktu sudah menunjukan jam setengah 4 sore. Di Ranu kumbolo ini belum ada kejanggalan sama sekali.
Mengingat hari sudah sore aku bergegas untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Kalimati dan kali ini aku berjalan sendiri lagi, karena 2 orang yang tadi bareng denganku tujuannya hanya camp di Ranu kumbolo. Sebelum berangkat tidak lupa aku berpamitan dengan 2 pendaki tersebut.
Mulai berjalan meninggalkan Ranu kumbolo, sesampai di area Oro-oro ombo tiba-tiba kabut tebal datang, melihat itu aku mempercepat langkah kakiku karena takut akan turun hujan.
Kabut itu tidak juga hilang sampai akhirnya aku melihat plat penanda yang menunjukan kalau aku sudah sampai di area Cemoro kandang.
Sesampai disitu aku berhenti sebentar dengan tujuan menunggu pendaki lain yang lewat agar aku bisa bareng, tapi setelah kurang lebih 20 menit menunggu aku tidak juga menjumpai satu pendakipun.
Karena takut kemalam aku pun melanjutkan perjalanan, sesampai di tengah-tengah area Cemoro kandang tiba-tiba aku melihat ada sebuah persimpangan, tanpa ragu aku ambil arah kanan karena di jalur kanan itu jalurnya lebih meyakinkan dan di jalur itu juga terdapat sebuah gapura yang akutasnya bertuliskan aksara jawa.
Setelah kurang lebih 1 jam berjalan melewati jalur kanan tadi aku terktjut karena jalur yang aku lewati ini vegetasinya semakin tertutup, aku pun terus berjalan mengikuti jalur yang ada dan tidak lama kemudian di tengah-tengah kabut yang semakin tebal aku melihat ada pendaki yang berjalan di depanku, melihat itu aku mempercepat jalanku dengan tujuan ingin menyusul pendaki yang ada di depanku itu, tapi semakin cepat aku berjalan semakin cepat pula pendaki itu berjalan hingga akhirnya aku kehilangan jejak.
Sampai disini aku masih belum sadar kalau ternyata jalur yang aku lalui ini sebenarnya bukan jalur pendakian.
Karena waktu sudah menunjukan jam setengah 6 sore dan hari juga sudah mulai gelap aku memutuskan untuk istirahat dulu sambil menyiapkan senter untuk penerangan, setelah senter sudah siap aku lanjut berjalan lagi.
Sambil berjalan aku menghitung jam, perjalanan dari Ranu kumbolo ke Kalimati itu memakan waktu kurang lebih 4 jam jadi kira-kira aku bisa sampai di Kalimati sekitar jam setengah 8 malam.
Terus berjalan, 30 menit kemudian tiba-tiba aku melihat ada sebuah bangunan kecil di depanku, melihat itu aku merasa lega karena aku mengira itu adalah pos selanjutnya, aku pun mempercepat langkah kakiku agar segera sampai di bangunan tersebut.
Sesampai di bangunan itu aku berhenti tapi aku tidak melihat ada satu orangpun disitu dan bangunan itu terlihat sangat aneh. Ternyata itu bukan pos melainkan sebuah gubuk, gubuk tersebut terbuat dari kayu dan beratap jerami, terdapat juga pintu dan jendela yang juga terbuat dari kayu, gubuk ini terlihat seperti berpenghuni.
Ternyata benar, ketika sedang istirahat di gubuk itu tiba-tiba ada seorang nenek tua yang membuka pintu gubuk sambil membawa lampu gas jaman dulu, sontak aku terkejut, kemudian aku mengucapkan permisi pada nenek itu,
“Permisi ya nek”
Lalu nenek itu bertanya, “Kamu mau kemana?”
“Saya mau ke puncak mahameru nek”, ucapku kembali,
“Yang mengantarmu sampai sini siapa?”, tanya nenek itu lagi,
“Tidak ada nek, saya sendiri”, jawabku pada nenek itu.
Lalu nenek itu tiba-tiba diam dan tidak mengucap satu katapun.
Disitu aku merasa takut, kemudian aku pamit pada nenek itu untuk melanjutkan perjalanan.
“Nek saya lanjut jalan dulu ya takut kemalaman”
Setelah berpamitan aku bergegas pergi meninggalkan gubuk itu meskipun nenek itu tidak menjawab dan tidak mempersilahkanku pergi. Di perjalanan aku pun berfikir,
“Kok ada ya orang tinggal disini? Apa jangan-jangan itu bukan manusia?”,
Aku pun terus berjalan dan mencoba membuang fikiran negatifku ini.
Lama berjalan, waktu sudah menunjukan pukul setengah 8 malam dan aku tidak kunjung tiba di Kalimati, dalam hati aku bertanya-tanya, “Seharusnya aku sudah sampai di Kalimati, tapi kenapa sampai sekarang belum sampai? Bahkan tanda-tanda Kalimati pun aku tidak melihatnya”
Tidak lama setelah itu aku keluar dari hutan pinus yang lumayan rimbun dan vegetasi sudah mulai terbuka, kabut tebal yang tadi menyelimuti perjalananku pun perlahan menghilang, dalam hati aku berkata,
“Akhirnya aku keluar juga dari hutan, ini tandanya aku sudah sampai di Jambangan” (Jambangan adalah sebuah tempat atau area)
Perjalananpun kulanjutkan dengan penuh semangat, tapi sudah 1 jam berjalan aku tidak juga sampai di Kalimati hingga akhirnya aku tersentak karena jalur yang kulewati itu menuntunku ke dalam hutan lagi.
Aku pun terus berjalan dan masuk kedalam hutan lagi dengan harapan setelah melewati hutan ini aku bisa sampai di Kalimati tapi, sudah 1 jam berjalan aku tidak kunjung sampai di Kalimati.
Sampai disini Aku mulai curiga kalau jalan yang kulewati ini mungkin salah.
Dengan perasa’an bimbang aku berjalan pelan-pelan sambil berfikir. Tidak lama setelah itu aku melihat ada tanah yang sedikit lapang dan memutuskan untuk istirahat dulu disitu.
Sambil istirahat aku melihat jam dan sudah menunjukan jam 9 malam, rasa curigaku semakin kuat, aku sudah yakin kalau kali ini aku salah ambil jalur.
Aku pun terduduk lemas dan tidak tau harus berbuat apa, akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalananku ini besok dan berniat bermalam di tempat itu.
Aku membuka tasku dan mengeluarkan tenda untuk didirikan. Setelah tenda sudah berdiri aku membuat kopi dan memasak beberapa makanan. Setelah perut sudah kenyang aku duduk santai di depan tenda sambil menikmati kopi yang kubuat tadi. Ketika sedang asyik menikmati kopi tanpa sengaja aku menoleh keatas, kulihat bulan bersinar sangatlah terang. Ternyata malam itu adalah malam bulan purnama.
Setauku menurut kepercaya’an warga lokal yang diturunkan oleh dari para leluhur kita, itulah momen ketika garis yang memisahkan realita dan dunia ghaib menjadi setipis rambut manusia. Konon, para makhluk gaib dapat dengan mudah menyeberang ke dunia kita, entah itu mitos atau fakta.
Mengingat itu seketika tubuhku merinding, kalaupun itu cuma mitos tapi tiba-tiba malam itu aku merasa ada yang hawa yang berbeda. Aku pun menghabiskan kopiku kemudian bergegas masuk tenda dan berencana untuk tidur, selang beberapa menit setelah aku menutup pintu tendaku tiba-tiba terdengar suara,
“Sreek, sreek, sreek”
Terdengar seperti suara langkah kaki orang.
Aku pun membuka pintu tendaku untuk melihat siapa yang datang malam itu, setelah tenda kubuka ternyata yang datang adalah seorang wanita yang mengenakan baju merah. Awalnya aku merasa kaget dengan kedatangan wanita itu yang tiba-tiba saja berada di depan pintu tendaku.
Setelah tenda terbuka wanita itu bertanya padaku, “Kamu mau kemana?”
“Saya mau ke puncak Mahameru mbak”, jawabku kepada wanita itu,
“Yang mengantarmu sampai sini siapa?”, tanya wanita itu lagi,
“Tidak ada, saya sendiri”, jawabku sedikit gugup.
Setelah menjawab pertanya’an dari wanita itu sontak aku teringat dengan kata-kata nenek yang kutemui di gubuk tadi, dan apa yang ditanyakan wanita itu sama persis dengan pertanya’an nenek yang aku temui tadi.
Kemdian wanita itu lanjut berkata, “Kamu harus keluar dari sini secepatnya”,
Lalu aku menjawab, “Memangnya ini tempat apa mbak?”
“Nanti kamu akan tau, sekarang ikuti aku, aku akan mengantarmu keluar dari sini”, jawab wanita itu kepadaku.
Aku pun segera mengemasi barang-barangku meskipun malam itu aku merasa mengantuk.
Setelah barang-barang sudah kukemas wanita itu memintaku untuk mengikutinya. Sambil berjalan aku bertanya-tanya, sebenarnya siapa wanita ini? manusia apa bukan?
Lalu tiba-tiba wanita itu berkata pada aku, “Kamu tidak perlu takut!”.
Aku terkejut mendengar perkata’an itu dalam hati aku berkata, “Kok orang ini tau apa yang aku pikirkan?”
Kemudian wanita itu berhenti dan berkata lagi, “Aku tau apa yang ada di dalam pikiranmu, tapi kamu tidak perlu takut”. Dengan gugup aku menjawab, “Ii, iiya mbak”.
Kemudian kami lanjut berjalan lagi. Aku sudah mengira kalau wanita ini bukan manusia, kalaupun manusia pasti bukan manusia sembarangan.
Terus berjalan, aku terus mengikuti wanita itu menyusuri hutan dibawah bulan purnama, hingga makin jauh. Aku sudah pasrah, dalam hati aku bilang,
“Kalaupun orang ini ada niat jahat terhadapku aku ikhlas”.
Rasa lelahpun mulai kurasakan, kemudian wanita itu berhenti dan mempersilahkan aku untuk istirahat tapi dengan satu syarat, malam itu aku tidak boleh tidur dan fikiranku tidak boleh kosong, kemudian aku bertanya,
“Memangnya kenapa kalau aku tidur?”.
Wanita itu menjawab, “Kalau kamu tidur maka jiwamu akan tinggal disini”.
Mendengar jawaban itu aku benar-benar ketakutan dan akupun tidak berani tidur malam itu meskipun sebenarnya mata sudah sangat berat rasanya.
Tidak lama ketika sedang istirahat tiba-tiba datanglah sosok 2 orang wanita yang mengenakan pakaian adat jawa kuno dan menghampiri kami, setelah menghampiri 2 wanita tersebut memberi salam kepada wanita itu seolah mereka sudah akrab dengan wanita itu. Aku pun berfikir,
“Kenapa orang-orang itu terlihat menurut dengan wanita ini?”.
Tidak lama kemudian 2 orang itu pergi dan aku coba memberanikan diri untuk bertanya pada wanita itu,
“Mbak siapa kami tadi?”
“Suatu sa’at kamu akan tau, sekarang istirahatlah, buat dirimu nyaman, kalau sudah kuat kita jalan lagi”, jawab wanita itu dengan sedikit senyum.
Aku pun istirahat dan mengambil logistik didalam tasku untuk aku makan. Setelah cukup beristirahat wanita itu mengajakku untuk berjalan lagi.
Terus berjalan, di perjalanan aku melihat ada sekelompok orang yang berjalan kesana kemari seperti tidak punya tujuan dan semua orang itu wajahnya pucat seperti orang meninggal, aku pun bertanya pada wanita itu,
“Mbak, mereka ini siapa?”
“Abaikan saja, fokuslah di perjalananmu”, Jawab wanita itu dengan singkat.
Karena takut aku pun terus berjalan dan mengabaikan orang-orang yang ada disitu.
Tidak lama kemudian jalanan mulai menanjak hingga membuat langkah kakiku semakin pelan, aku kelelahan lagi, lalu wanita itu memintaku untuk meninggalkan barang bawa’anku disitu,
“Kamu pasti lelah, bawalah barang yang kamu butuhkan saja, sisanya tinggalkan disini dan lanjutlah berjalan”
“Tapi mbak?”, jawabku kepada wanita itu.
Belum sampai kata-kataku selesai wanita itu menyahutnya, “Jangan khawatir, tidak akan ada yang mengambilnya”.
Lalu aku meletakkan karierku disitu dan mengambil sebotol air putih untuk bekal perjalananku.
Terus berjalan, lalu dari kejauhan aku melihat ada banyak cahaya senter dari arah sebelah kiri atas, lalu wanita itu mempersilahkanku untuk berjalan kearah cahaya senter itu.
Setelah sampai, ternyata cahaya senter yang kulihat itu adalah sekelompok pendaki lain yang sedang berjalan summit ke puncak dan sesampai disitu aku bertanya-tanya,
“Jalur pendakiannya disini, terus aku tadi lewat jalan mana kok tiba-tiba sudah disini?”.
Dan disitu aku sudah tidak melihat wanita berbaju merah itu lagi, aku pun mencoba memanggilnya sambil menoleh ke segala arah,
“Mbak, mbak kamu dimana?”,
Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku masih terus mencari dan memanggil wanita itu hingga kata-kataku terdengar oleh salah satu pendaki lain dan pendaki itu bertanya padaku,
“Mas cari siapa?”
Aku menjawab sambil menutupi tentang apa yang aku alami,
“Eh enggak mas, aku lagi cari temenku tapi kayaknya aku udah duluan diatas”.
“Ooh yaudah bareng kita aja mas”, jawab pendaki itu mengajakku.
Akhirnya aku ikut berjalan bareng dengan pendaki yang mengajakku itu, sambil berjalan aku masih tetap mencari wanita itu tapi tetap saja aku tidak menemukannya.
Singkat cerita, sampailah aku di puncak Mahameru tepat ketika matahari akan terbit tapi di puncak perasa’anku gelisah, aku terus kepikiran wanita berbaju merah itu, antara penasaran dan merasa kehilangan. Seharusnya aku senang karena sudah sampai di Mahameru tapi ini malah gelisah.
Karena hari semakin siang aku pun kembali turun, di tengah-tengah perjalanan turun aku ingat dengan carier milikku yang semalam kutinggalkan, dalam hati aku berkata,
“Kemana aku harus ambil tasku semalam?”.
Akhirnya Aku pun membiarkannya, karena mau dicari dimana lagi, tempatnya aja aku gak tau, lagian banyak pendaki lain, aku bisa minta bantuan logistik pada mereka.
Aku pun terus berjalan turun, sebelum sampai di Kalimati aku melihat dari kejauhan tas carierku tergeletak di salah satu pohon sebelah jalur pendakian, melihat itu aku berjalan dan akan mengambilnya, sesampainya disitu ternyata benar ini adalah tas milikku semalam, aku pun berfikir,
“Kok bisa ada disini? Apa mungkin semalam aku menaruh tasku ini disini? Tapi perasa’an tempatnya semalam gak kayak gini?”.
Aku pun mengambil tasku dan lanjut berjalan ke Kalimati.
Di Kalimati aku beristirahat sejenak untuk melepas lelah setelah perjalanan ke puncak tadi, anehnya waktu itu aku tidak merasa ngantuk sama sekali, padahal semalam aku tidak tidur.
Tidak lama istirahat aku pun lanjut berjalan turun bareng rombongan lain yang kebetulan juga akan turun.
Berjalan turun, sambil berjalan aku sesekali menoleh ke kanan, kiri dan belakang untuk mencari wanita yang semalam jalan bareng denganku dengan tujuan ingin mengucapkan terima kasih tapi, aku tidak juga melihatnya. Dalam hati aku berkata,
“Kalau saja aku bisa bertemu dengannya lagi, aku ingin mengucapkan terima kasih”.
Aku mencoba membuang pikirannya tentang wanita itu dan menganggap wanita itu sudah kembali ke alamnya.
Sambil berjalan aku mengobrol dengan rombongan yang tadi jalan bareng denganku, sesampai di area Cemoro kandang tiba-tiba aku melihat ada wanita berbaju merah yang semalam bersamaku itu sedang berdiri melihat ke arahku.
Melihat itu aku mempersilahkan rombongan yang tadi berjalan bersamaku untuk lanjut jalan duluan, sementara aku berjalan menghampiri wanita itu. Setelah kuhampiri wanita itu menyambutku dengan senyum dan kali ini aku bisa melihatnya dengan jelas dan aku benar-benar terkagum karena wanita itu terlihat sangat cantik dan anggun dengan gaun merah yang dipakainya.
Tidak lupa aku mengucapkan terima kasih kepada wanita itu,
“Mbak terima kasih sudah menemani perjalananku tadi malam”.
Dengan mengangguk sambil senyum wanita itu berkata,
“Hari ini juga kamu harus pulang dan jangan bermalam lagi disini”, “Iya mbak sekali lagi terima kasih banyak”, jawabku seakan ingin tetap berada disitu. “Sekarang pulanglah, dan kalau ada waktu singgahlah kesini lagi”, jawab wanita itu kepadaku.
Sambil mengangguk aku pun berpamitan dan beranjak pergi meninggalkan wanita itu untuk lanjut berjalan turun, Setelah beberapa langkah berjalan aku ingat sesuatu, ternyata tempat berdirinya wanita itu adalah tempat dimana aku menjumpai gapura yang bertuliskan aksara jawa kemarin, meskipun sekarang gapura itu tidak terlihat tapi aku ingat persis lokasinya.
Singkat cerita, sampailah aku di Ranu kumbolo, disitu aku hanya istirahat sebentar untuk mengisi perut yang sudah sangat keroncongan, setelah mengisi perut aku pun lanjut berjalan turun dan pulang kerumah.
Sesampainya di rumah aku merasakan capek yang luar biasa, seakan-akan rasa capek yang aku rasakan selama di gunung itu baru terasa semua setelah aku sampai di rumah hingga akhirnya aku tidur sampai ke’esokan harinya.
Di rumah Aku masih memikirkan wanita yang kutemui di gunung itu meskipun aku tidak tau namanya karena waktu itu tidak sempat menanyakan tapi aku berniat untuk kembali ke gunung semeru kalau ada waktu luang.
Hari terus berlalu, bulan berganti bulan hingga berganti tahun dan selama itu aku masih tidak bisa melupakan kejadian yang aku alami ketika berada di gunung semeru waktu itu, termasuk wanita berbaju merah yang aku temui.
Di rumah aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada teman-temanku ataupun keluargaku hingga akhirnya aku mempunyai waktu luang dan kembali ke gunung semeru dengan niat ingin bertemu dengan wanita berbaju merah yang pernah kutemui waktu itu.
Sebelum berangkat aku memikirkan resiko yang akan kutanggung, karena tujuanku ke gunung semeru kali ini adalah ingin menemui sesuatu yang bisa dikatakan gaib. Setelah berfikir panjang akhirnya keputusanku bulat dan tetap berangkat.
Singkat cerita, di pertengahan antara bulan 2 – bulan 7 tahun berikutnya aku berangkat ke gunung semeru, sesampai di Ranu pani aku melihat ada banyak perubahan pada desa ini, kelihatan semakin bagus. Aku pun mengurus ijin ke pos, setelah selesai dia memulai perjalanannya.
Singkat cerita siang hari aku sampai di Ranu kumbolo, karena hari masih siang aku memutuskan untuk santai dulu dengan tujuan menunggu sore hari, karena aku ingin mengulang waktuku seperti dulu pertama aku mendaki kesini, disitu aku menggelar matrasku di sebelah shelter Ranu kumbolo kemudian makan, ngopi dan tidur, pokoknya nyantai banget.
Karena terbawa udara sejuk dan angin sepoi-sepoi tidak disengaja aku tertidur, ketika sedang tidur aku sedikit bermimpi aneh, di dalam mimpiku aku seperti berjalan di sebuah perkampungan yang tak berpenghuni dan ditengah-tengah perkampungan itu ada sebuah istana yang berdiri sangat megah. Mimpi itu tidak berlangsung lama karena sore itu aku terbangun oleh pendaki lain yang sengaja membangunkanku,
“Mas mas bangun mas, udah sore apa gak bangun tenda?”. Ucap pendaki lain yang membangunkanku.
Tapi setelah bangun aku tidak mendirikan tenda dan bergegas megemasi matrasku kemudian melajutkan perjalanan.
Mulai berjalan, di perjalanan tiba-tiba aku ragu, dalam hati aku berkata,
“Apakah aku bisa bertemu dengan wanita itu lagi? Kalau tidak berarti perjalananku kali ini bakal sia-sia”.
Dan seketika itu juga aku ingat dengan mimpiku tadi, tapi tidak begitu kuhiraukan, aku menganggap itu hanyalah bunga tidur saja.
Ketika sedang berjalan melewati area Oro-oro ombo tiba-tiba aku mendengar ada suara keramaian dari kejauhan, dan suara itu terdengar seperti orang yang sedang melakukan upacara ritual tapi suara itu tidak begitu jelas, sesekali terdengar sesekali menghilang. Aku pun mengabaikannya, aku menganggap mungkin itu adalah suara pendaki di lain tempat.
Aku pun terus berjalan hingga sampailah aku di area Cemoro kandang sebelum matahari tenggelam. Sesampai disitu aku mencari tempat dimana terakhir kali aku melihat wanita baju merah, tapi aku kebingungan, karena kondisi hutannya sudah tidak seperti dulu lagi. Sambil berjalan aku menoleh ke berbagai arah untuk mencari tempat yang sedang kucari.
Tidak lama kemudian aku melihat dari kejauhan ada sosok wanita berbaju merah yang melambaikan tangan kepadaku, melihat itu dia berfikir,
“Apa itu wanita yang sedang aku cari?”
Aku pun memberanikan diri untuk berjalan mendekati wanita tersebut, setelah sampai ternyata benar itu adalah wanita yang dulu pernah kutemui, dengan paras yang sangat cantik dan tampak sangat anggun, sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Melihat kedatanganku wanita itu berkata,
“Kamu datang lagi ternyata”.
Aku menjawab, “Iya mbak, aku sengaja datang lagi”,
“Kamu pasti lelah, mari singgah ke tempatku”, ucap wanita itu mengajakku.
Wanita itu mengajakku berjalan dan setelah beberapa langkah berjalan aku melihat ada sebuah gapura besar yang diatasnya bertuliskan aksara jawa, tapi gapura ini tidak sama dengan gapura yang sempat kulihat waktu itu, ini lebih besar tapi dengan tulisan yang sama.
Melihat itu aku bertanya, “Itu tempat apa mbak?”,
Sambil senyum wanita itu menjawab, “Nanti kamu akan tau sendiri”.
Kami pun berjalan masuk gapura itu, setelah masuk tenyata dibalik gapura itu adalah sebuah perkampungan yang sangat luas dan terdapat beberapa bangunan rumah tua adat jawa.
Tidak lama setelah masuk tiba-tiba datanglah sebuah kereta kuda yang menjemput kami. Wanita itu mempersilahkanku untuk menaiki kereta tersebut bersamanya.
Di dalam perjalanan menaiki kereta kuda, aku melihat sekelilingku yang terdapat beberapa rumah tua dan itu mengingatkan aku tentang mimpiku di Ranu kumbolo tadi, dalam hati aku berkata,
“Tempat ini kok hampir sama dengan mimpiku tadi ya?”.
Tidak lama setelah itu aku juga melihat ada sebuah istana megah yang berdiri didepanku dan kereta kuda yang kami naiki membawa kami ke istana itu dan berhenti tepat di depan istana tersebut, setelah berhenti wanita itu mempersilahkan aku untuk turun, setelah turun aku bertanya,
“Mbak ini tempat apa besar sekali?”,
“Ini adalah tempat tinggalku”, ucap wanita itu sambil tersenyum. Aku benar-benar terheran melihat istana se-mewah ini.
Lalu wanita itu mengajakku untuk masuk kedalam istana, setelah masuk aku disambut meriah oleh penghuni istana itu bagaikan seorang tamu.
Mendengar sambutan itu aku teringat dengan suara yang kudengar ketika sedang berjalan di Oro-oro ombo tadi, aku pun berkata dalam hati,
“Ini seperti suara yang aku dengar tadi?”.
Setelah sampai didalam istana wanita itu mempersilahkanku untuk istirahat dan masuk di sebuah ruangan yang cukup mewah, ketika sedang istirahat aku berfikir lagi,
“Apakah wanita itu seorang ratu?”.
Tidak lama kemudian datanglah 2 dayang yang menghampiriku dan membawakan makanan berupa buah-buahan untukku, aku pun mengucap terima kasih dan setelah itu mereka pergi. Tidak lama setelah 2 dayang itu pergi wanita berbaju merah datang kepadaku dan berkata,
“Apa yang membawamu kembali kesini?”,
Aku menjawab, “Aku sengaja kesini karena ingin menemuimu”,
“Untuk apa kamu ingin menemuiku?”, tanya wanita itu kepadaku,
“Eeem aku ingin mengucapkan terima kasih karena waktu itu sudah membantuku”, jawabku dengan gugup,
“Kamu sudah pernah mengucapkan itu”, sahut wanita itu.
Lalu tiba-tiba wanita itu memberi pertanya’an yang sulit bagiku untuk menjawabnya,
“Apa kamu tertarik denganku?”.
“Iya, eh maksudnya aku kagum”, jawabku dengan spontan.
Tanpa disengaja jawaban itu tiba-tiba saja terucap dari mulutku, seakan aku sudah terhipnotis melihat kecantikan dan keanggunan wanita itu.
Kemudian wanita kembali berucap,
“Kamu pasti sudah tau kalau aku bukan manusia sepertimu tapi jika kamu memang benar-benar tertarik padaku, jiwamu kamu harus tinggal disini bersamaku untuk menjadi pendampingku”.
Aku terdiam, aku tidak menjawab apapun setelah mendengar perkata’an dari wanita itu, kemudian wanita itu memberiku waktu untuk berfikir dan pergi meninggalkanku. Aku benar-benar bingung, kemudian aku beranjak keluar dari istana yang kutempati itu untuk mencari udara segar sambil memikirkan semua ini.
Setelah sampai diluar aku heran karena melihat langit yang seharusnya udah gelap masih terlihat terang dan cuaca sedikit berkabut.
Aku berjalan mengelilingi kampung yang tak berpenghuni itu dan otakku benar-benar terperas untuk mempertimbangkan semua ini.
Setelah lama berfikir dan mengingat wanita itu memang sangat cantik dan terlihat anggun di mataku akhirnya aku mengambil keputusan untuk tinggal disini dan mendampingi wanita tersebut.
Tidak lama setelah keputusan kuambil ini tiba-tiba dari kejauhan aku melihat ada pendaki cewek yang sedang berjalan membawa senter dan menyusuri kampung tersebut, aku pun menghampirinya, setelah kuhampiri aku bertanya pada pendaki itu,
“Mbak pendaki ya?”,
“Iya mas, syukurlah aku bisa bertemu masnya”, jawab wanita itu merasa lega.
“Loh memang bagaimana bisa sampai disini mbak?”, tanyaku balik.
“Nggak tau mas, aku cuma berjalan mengikuti jalur kemudian didepanku ada sebuah persimpangan dan aku belok ke kanan”, jawab wanita itu sedang kebingungan.
Seketika itu aku ingat sesuatu, ternyata yang dialami cewek ini sama persis dengan apa yang kulami waktu itu, lalu aku berkata, “Mbak ini bukan jalur pendakian lo”,
“Yang bener mas? Terus kenapa masnya bisa ada disini?”, tanya cewek itu terheran.
Kami pun saling mengobrol hingga tidak terasa lama kelama’an kami mulai akrab, nama cewek itu adalah Sekar.
Aku pun memberitahu tentang tempat ini kepada Sekar dan setelah ngobrol panjang akhirnya Aku tau sesuatu, ternyata yang ada dalam pandangan Sekar tempat itu adalah hutan yang gelap tapi dalam pandanganku ini adalah sebuah perkampungan yang terang dan sedikit berkabut, dan apa yang dalam pandangan Sekar itu sama persis dengan apa yang ada dalam pandanganku ketika pertama kali aku masuk kesini.
Mendengar penjelasanku Sekar lalu mengajakku untuk keluar dari sini, tapi aku menolaknya. Mendengar penolakan dariku Sekar terkejut, kemudian Sekar bertanya,
“Memangnya apa yang membuatmu ingin tinggal disini?”.
Aku menceritakan tentang wanita gaun merah itu kepada Sekar dan aku sudah mengambil keputusan akan tinggal disini untuk mendampingi wanita gaun merah itu.
Sekar benar-benar terkejut mendengar ucapanku yang ingin tinggal disini, lalu Sekar meminta kepadaku untuk membawanya bertemu dengan wanita gaun merah yang ku ceritakan itu.
Tanpa keberatan aku membawa Sekar untuk bertemu dengan wanita gaun merah itu, kuajak Sekar untuk ikut berjalan mengikutiku menuju ke istana tempat tinggal wanita gaun merah, tapi setelah lama berjalan aku tidak menemukan istana yang tadi kulihat, aku pun terus berjalan menyusuri perkampungan untuk mencari istana tersebut hingga akhirnya aku menjumpai sebuah gubuk kecil yang terbuat dari kayu.
Melihat gubuk itu aku ingat kalau dulu aku pernah menginjakan kaki di gubuk tersebut dan aku juga ingat kalau di gubuk itu dihuni oleh nenek tua.
Aku segera mengajak Sekar untuk berjalan menuju gubuk tersebut, setelah sampai di gubuk itu kejadian yang sama terulang lagi, nenek itu membuka pintu dan aku mengucap permisi,
“Permisi nek, nenek masih ingat saya?”,
Lalu nenek itu berkata, “Kamu kenapa bisa sampai disini lagi? Dan siapa yang bersamamu sekarang ini?”
“Iya nek saya sengaja datang lagi, dan ini temanku Sekar”, jawabku sambil mengenalkan Sekar kepada nenek itu.
Sekar, dia sedikit ketakutan dan bersembunyi di belakang punggungku.
Melihat Sekar yang ketakutan aku bertanya,
“Sekar, kamu bisa melihat nenek ini?”,
“Iya, memangnya nenek ini siapa?”, jawab Sekar yang ketakutan.
Belum sampai aku menjawab pertanya’an Sekar nenek itu mempersilahkan kami berdua untuk masuk, tapi aku menolaknya dengan alasan aku sedang mencari sesuatu, yaitu istana yang akan kutunjukan kepada Sekar. Aku pun pamit dengan nenek itu kemudian aku mengajak Sekar untuk segera pergi meninggalkan gubuk itu dan lanjut mencari istana.
Terus berjalan menyusuri perkampungan yang sepi, setelah lama berjalan aku tidak juga menemukan istana tersebut hingga akhirnya kami istirahat di sebuah tempat.
Karena sudah lama berjalan dan tidak juga menemukan istana yang kumaksud Sekar bertanya kepadaku,
“Kamu yakin disini ada istana megah?”,
“Sangat yakin! Aku tadi sempat singgah di istana itu bersama wanita gaun merah yang aku ceritakan tadi”, jawabku dengan yakin.
Lalu Sekar coba meyakinkanku kalau keputusan yang sudah kubuat itu salah besar dan akan merugikan diriku di kemudian hari, tapi aku tetap yakin dengan keputusan yang sudah kuambil ini.
Kemudian Sekar mengucapkan sesuatu yang membuat aku berfikir ulang dengan keputusanku ini,
“Seandainya kamu menjadi pendamping wanita gaun merah itu, kamu akan kehilangan keluarga, sahabat dan saudara-saudaramu, apa kamu sudah siap untuk meninggalkan mereka semua?”.
Kata-kata itu sedikit mengetuk hatiku, kemudian aku bilang pada Sekar,
“Kamu benar Sekar, aku tidak mungkin meninggalkan mereka semua, terus apa yang harus aku lakukan sekarang?”
“Kita dalam posisi yang sama, kita harus keluar dari tempat ini secepatnya”, ucap Sekar mengajakku,
“Tapi kemana kita bisa menemukan jalan keluar?”, tanyaku kepada Sekar.
Sebenarnya berat bagiku untuk meninggalkan wanita gaun merah, tapi apalah daya dunia kami kan berbeda.
Kami berdua pun berfikir untuk mencari jalan keluar, setelah lama berfikir akhirnya aku ingat sesuatu. Yang ada di dalam pandangan Sekar waktu itu kan beda dengan yang ada dalam pandanganku? lalu aku meminta Sekar untuk menunjukan arah dimana awal dia bisa masuk kesini.
Mendengar itu Sekar sedikit berfikir, lalu kami berdua beranjak berdiri dan mencari jalan yang sudah membawa Sekar ke tempat ini.
Berjalan menyusuri jalan, tapi setelah lama berjalan kami tidak juga menemukan jalannya karena jalan yang kami lewati waktu itu hanya berputar-putar di tempat saja. Ingatan dan penglihatan Sekar pun terbatas, wajar saja, karena yang ada dalam pandangan Sekar waktu itu adalah hutan yang gelap, dia tidak bisa mengingat dimana jalan yang tadi menuntunnya kesini.
Duduklah kami di tempat yang sama sebelum kami beranjak pergi tadi, setelah duduk Sekar mempunyai inisiatif untuk menemui nenek yang tinggal di gubuk tadi, siapa tau nenek itu tau jalan keluar.
Sekar mengajakku untuk pergi menemui nenek tersebut, kamipun beranjak pergi menemui nenek tadi, didalam perjalanan menuju ke gubuk nenek itu tiba-tiba aku didatangi 2 orang dayang yang akan mengajakku kembali ke istana, tapi aku menolak dan meminta waktu sebentar lagi, lalu 2 dayang itu berkata,
“Waktumu hanya sampai nanti malam bulan purnama”.
Setelah memberiku waktu 2 dayang itu pergi meninggalkanku.
Kami berdua pun lanjut berjalan lagi menuju ke gubuk tempat nenek tua tinggal, setelah sampai di gubuk aku mengetuk pintu gubuk dan nenek tua itu membukakan pintunya. Melihat kedatangan kami berdua nenek itu mempersilahkan aku dan Sekar untuk masuk kedalam. Sesampainya di dalam aku bertanya tentang siapa sebenarnya nenek itu, dan kenapa dia bisa tinggal disini. Lalu nenek itu bercerita tentang dirinya dan kenapa dia bisa tinggal disini.
Ternyata awalnya mereka sama, puluhan tahun yang lalu nenek itu terjebak di tempat ini ketika sedang mencari kayu di lereng gunung semeru sebelah selatan hingga akhirnya dia diambil dan dijadikan pengikut oleh wanita gaun merah itu. Setelah bercerita panjang nenek itu menyarankan padaku agar tidak terbawa nafsu dan mengubah niatnya untuk bersanding dengan wanita gaun merah itu, nenek itu berkata,
“Memang dia sangat cantik dan anggun tapi ingatlah keluargamu dirumah nak dan lihatlah temanmu Sekar, suatu sa’at mungkin dia akan sepertiku”.
Mendengar semua itu lalu aku menoleh kearah Sekar dan menatapnya kasihan.
Sambil memegang erat lenganku Sekar berucap, “Aku ingin pulang, aku tidak mau tinggal disini”.
Mendengar ucapan Sekar seketika itu aku tersadar dan tanpa berat hati akhirnya aku mengurungkan niatku untuk bersanding dengan wanita gaun merah itu. Nenek itu pun lanjut berucap,
“Sekarang pulanglah, keluargamu sudah menunggu di rumah”,
Aku menjawab, “Tapi nek, kemana aku bisa menemukan jalan pulang?”,
Lalu nenek itu memberi petunjuk jalan agar kami bisa keluar dari sini dan kembali pulang,
“Pergilah kearah timur, ikuti terus jalan setapak yang berada di depan gubuk ini hingga sampai di Mahameru sebelum bulan purnama datang, sesampai di Mahameru bertanda kalian sudah keluar dari tempat ini”. Ucap nenek itu kepada kami.
Mendengar itu Sekar pun mengajakku untuk segera berjalan menuju Mahameru dan meninggalkan gubuk itu, sebelum berangkat kami mengucapkan terima kasih dan berpamitan dengan nenek penghuni gubuk itu.
Berjalan meninggalkan gubuk dan mengikuti jalan setapak yang ada dengan posisi Sekar di depan dan aku dibelakang, ketika sedang berjalan kami didatangi 2 dayang yang tadi menghampiriku dengan niat yang sama, yaitu menjemputku untuk kembali ke istana.
Aku berniat untuk mengajak Sekar ke istana dulu dengan tujuan untuk berpamitan dengan wanita gaun merah tapi sekar menolak dia tidak mau kuajak untuk ke istana, dia hanya ingin segera sampai di Mahameru dan keluar dari sini secepatnya.
Lalu aku menitipkan pesan kepada 2 dayang tersebut agar disampaikan kepada wanita gaun merah kalau aku akan pergi meninggalkan tempat ini dan mengurungkan niatnya. Setelah mendengar pesan dariku lalu 2 dayang itu pergi, aku dan Sekar pun kembali melanjutkan perjalanan.
Terus berjalan, tapi jalan setapak yang kami lalui ini malah menuntun jalan kami kedalam hutan, tapi mengingat perkataan nenek tadi kami pun tetap berjalan mengikuti jalan setapak yang ada.
Masuklah kami kedalam hutan itu, tapi lama kelamaan jalan yang kami lewati ini semakin rimbun, sepertinya jalan ini sebelumnya belum pernah dilewati manusia, melihat kondisi jalan yang seperti ini Sekar berkata padaku,
“Mas, jalannya kok kayak gini?”
Aku menjawab dengan bingung, “Aku juga gak tau Sekar, tapi meskipun rimbun ini masih ada jalan setapak”. Aku mencoba meyakinkan Sekar meskipun sebenarnya aku juga tidak tau.
Kami pun tetap terus berjalan dan aku meminta Sekar untuk berganti posisi dengan tujuan agar aku bisa menebas semak untuk membuka jalan.
Dengan susah payah aku menebas semak yang hanya menggunakan 2 tanganku hingga semakin jauh dan semakin dalam.
Tidak lama kemudian aku mencium bau yang tidak wajar, yaitu bau wangi bunga melati bercampur bunga kenanga yang sangat menyengat, langkah kakiku pun terhenti kemudian aku berbalik badan dan akan bertanya pada sekar apakah dia juga mencium bau yang sama, tapi pertanyaanku tidak jadi ku’ucapkan karena ternyata bau wangi itu bersumber dari tubuhnya Sekar.
Seketika itu aku terdiam kemudian Sekar bertanya,
“Kenapa bengong mas?”
Aku menjawab, “Eh enggak Sekar, kamu sehat kan?”, tanyaku dengan gugup.
“Iya aku gak papa”, jawab Sekar dengan polos.
Lalu aku kembali menebas semak dan lanjut berjalan lagi.
Sambil berjalan aku merasa cemas dan sedikit takut, sebenarnya apa yang terjadi pada Sekar dan kenapa badannya mengeluarkan bau wangi bagaikan wangi orang baru meninggal?
Karena merasa ada yang aneh akhirnya aku berhenti lagi dan bertanya pada Sekar,
“Sekar, kamu mencium bau wangi nggak?”
Sekar menjawab, “Enggak, bau wangi yang kayak gimana?”
Mendengar jawaban itu Aku terkejut, dalam hati dia bilang, “Masa bau sewangi ini tidak tercium oleh Sekar?”
Kemudian aku berucap, “Oh udah enggak, tadi sempat mencium bau wangi”,
Aku pun mengajak Sekar untuk lanjut berjalan lagi. Tidak lama kemudian akhirnya kami keluar dari hutan yang rimbun itu dan vegetasi sudah mulai terbuka, Mahameru pun sudah terlihat jelas menjulang tinggi di depanku. Lalu kuajak Sekar untuk istirahat dulu di sebuah tempat yang disitu terdapat sebuah batu besar.
Ketika sedang istirahat aku benar-benar terkejut karena melihat wajah Sekar yang tiba-tiba terlihat sangat pucat dan lemas, melihat itu aku bertanya pada Sekar,
“Sekar, kamu sakit?” Sekar hanya menggelengkan kepalanya dan tidak menjawab apapun, dia terlihat sangat lemas dan tidak bertenaga sama sekali dengan posisi selonjoran bersandar di sebuah batu besar tempat kami istirahat itu.
Aku benar-benar panik melihat keadaan Sekar, sambil menangis aku berucap,
“Sekar, kamu kenapa, lihat sebentar lagi kita sampai di Mahameru dan kita akan pulang”.
Tapi Sekar bagaikan orang linglung dan tetap tidak menjawab apapun dengan wajah pucatnya.
Di saat aku sedang panik dengan keadaan Sekar, tidak lama kemudian datanglah sosok wanita gaun merah dan 2 dayang di sebalahnya dari arah hutan yang tadi kami lewati. Melihat kedatangan wanita itu aku ketakutan, aku takut kalau wanita ini akan marah karena aku mengurungkan niatku untuk bersanding dengannya.
Wanita itu perlahan mendekat padaku kemudian aku berkata, “Maaf, aku tidak sempat memberitahu tentang keputusanku ini dan maaf aku tidak sempat pamit untuk pergi”
Dengan anggun wanita itu menjawab, “Aku tidak marah, aku tidak memaksa jika memang kau tidak sudi bersanding denganku”
“Terima kasih, aku tidak tau harus memanggilmu dengan sebutan apa”, tanyaku sedikit lega. “Panggil saja sesuka hatimu, sekarang pulanglah tapi, biarkan temanmu disini, aku sudah berniat mengangkat sukmanya sebagai pengikutku”, kata wanita itu kepadaku. Karena itulah aku menyebut wanita itu dengan sebutan wanita gaun merah.
Mendengar perkataan wanita itu aku tersentak, karena wanita itu menginginkan Sekar untuk menjadi pengikutnya. Tapi aku tidak ingin pergi tanpa Sekar, lalu aku memohon pada wanita gaun merah itu agar mengijinkan Sekar pulang dan mengurungkan niatnya,
“Tolong ijinkan Sekar pulang bersamaku, bagaimanapun juga kami sama, orang-orang terdekatnya pasti akan kehilangannya kalau dia tinggal disini, termasuk aku” ucapku memohon pada wanita gaun merah.
Beruntunglah Sekar, setelah mendengar permohonan dariku akhirnya wanita gaun merah itu mengurungkan niatnya dan membiarkan Sekar pergi bersamaku, lalu wanita itu berkata,
“Sekarang berangkatlah dan bawalah Sekar, kalian harus meninggalkan tempat ini sebelum besok malam bulan purnama, kali ini aku tidak mengantar tapi akan ada yang mengawasi kalian”, “Tapi, keadaan Sekar seperti ini, apa kami harus tetap ke Mahameru agar bisa keluar dari tempat ini?”, jawabku dengan bingung. “Ya, jalan menuju Mahameru adalah pintu gerbang untuk keluar dari sini”, jawab wanita itu kepadaku.
Setelah itu wanita gaun merah pergi meninggalkan kami berdua dan seketika itu juga Sekar terlihat seperti sedia kala, wajah pucatnya sudah tidak terlihat lagi dan aroma wangi yang ada di tubuhnya Sekar sudah tidak tercium lagi. Melihat Sekar yang sudah seperti sedia kala aku merasa tenang, tapi masih sedikit berfikir, karena masih harus berjalan ke Mahameru.
Setelah cukup beristirahat aku segera mengajak Sekar untuk lanjut berjalan, dan perjalanan ke Mahameru kali ini pastinya akan berat karena kami harus berjuang dengan tenaga sendiri.
Lanjut berjalan menuju ke Mahameru, setelah kurang lebih 300 meter berjalan kami masuk kedalam hutan lagi dan jalanan mulai menanjak drastis, kami berjalan selangkah demi selangkah melewati jalan yang berpasir dan menanjak.
Lama berjalan, dan aku dia hampir mencapai batas kemampuanku, aku kelelahan dan tubuhku kedinginan. Melihatku yang kelelahan Sekar memintaku untuk istirahat dan kami duduk bersandar pohon.
Ketika sedang istirahat aku merasa ini benar-benar berbeda, dulu sepertiya aku tidak selelah ini, tapi sekarang?
Tidak lama kemudian tampak dari atas kami melihat ada beberapa orang yang berjalan turun dan anehnya mereka semua yang berjalan turun itu wajahnya pucat dan tatapannya kosong. Kejadian ini mengingatkanku dengan orang-orang yang pernah kulihat waktu itu.
Melihat orang-orang itu Sekar menyembunyikan pandangannya di pundaknyaku, lalu tidak lama kemudian kami dikagetkan oleh kedatangan nenek yang tinggal di gubuk waktu itu, nenek itu tiba-tiba muncul dari belakang kami dan berkata,
“Jangan takut cu, teruslah jalan aku ditugaskan untuk mengawasi perjalanan kalian”
Ternyata yang dimaksud wanita gaun merah tadi. Ternyata adalah nenek penghuni gubuk ini, nenek itu hanya disuruh mengawasi perjalanan kami, tapi tidak menemani.
Melihat kedatangan nenek itu kami benar-benar kaget, lalu aku mengucap terima kasih dan minta tolong untuk selalu mengawasi perjalanan kami.
Setelah tenaga kembali pulih Sekar mengajakku untuk lanjut berjalan lagi, ketika kami beranjak berdiri tiba-tiba nenek itu sudah tidak terlihat, entah kemana. Melihat nenek itu yang tiba-tiba tidak ada aku bertanya pada Sekar,
“Sekar, kamu lihat nenek tadi nggak?” Sekar menjawab, “Eh iya, kok tiba-tiba nggak ada ya?”
Kami pun mengabaikannya kemudian lanjut berjalan dengan posisi aku di depan dan Sekar di belakang sambil kugandeng tangannya Sekar.
Setelah beberapa langkah berjalan tiba-tiba datanglah sosok wanita baju merah dari arah belakang, wanita itu terlihat terbang dan berhenti tepat di depan kami. Setelah berhenti di depan dia berucap,
“Aku datang kesini untuk mengucapkan selamat tinggal karena sebentar lagi kamu akan keluar dari sini”.
Tak tau kenapa aku sempat tergoda lagi, rasa keinginan untuk bersanding dengan wanita itu tiba-tiba muncul lagi karena melihat kecantikan dan keanggunan wanita itu, tapi seketika itu hatiku seakan ada yang mengetuk setelah aku melihat Sekar dan mengingat perkataan nenek di gubuk waktu itu, aku ingat kalau keluargaku di rumah sedang menungguku pulang.
Kedatangan wanita gaun merah itu bertujuan ingin mengucapkan selamat tinggal padaku, karena sebentar lagi aku dan Sekar akan melewati gerbang keluar dari sini.
Setelah mengatakan itu wanita gaun merah pun pergi, dan itu adalah momen terakhirku bisa melihat wanita gaun merah dengan rupa cantiknya. Setelah kepergian wanita itu kami berdua pun melanjutkan perjalanan.
Terus berjalan, tidak lama setelah itu kami melihat ada sebuah gapura besar yang diatasnya bertuliskan aksara jawa.
Gapura itu mengingatkanku dengan gerbang yang pernah ku lalui ketika berada di Cemoro kandang waktu itu.
Melihat gapura itu aku pun mengajak Sekar untuk mempercepat jalannya dengan tujuan agar segera bisa keluar, setelah sampai didepan gapura terlihat nenek penghuni gubuk sedang duduk dibawah gapura dengan raut wajah yang terlihat sedih. Kami pun menghampiri nenek tersebut kemudian Aku berkata,
“Nek, kami sudah sampai, kami pamit ya nek, terima kasih sudah mengawasi perjalanan kami”.
Nenek itu tidak menjawab apa-apa dan hanya menatap kearah mereka berdua. Karena tidak ada jawaban Aku pun duduk di sebekah kananya dan bertanya,
“Nek, nenek kenapa?” Nenek itu baru menjawab, “Tidak ada apa-apa cu, sekarang kalian pergilah”,
Karena merasa kasihan Sekar pun ikut duduk di sebelah kirinya dan berkata,
“Nek, kenapa nenek tidak ikut kami keluar dari sini? Kan nenek bisa pulang juga nanti?”
Lalu nenek itu mengucapkan sesuatu yang membuat aku dan Sekar meneteskan air mata,
“Tidak cu, aku tidak bisa pulang karena sudah tidak ada lagi tempat tinggal di dunia untukku, jasadku sudah sudah tidak ada di dunia, anak cucuku pun semua sudah meninggal karena usia”
Setelah mendengar perkataan nenek itu Sekar memegang tangannya nenek dan berkata,
“Sabar ya nek, anak cucu nenek pasti sudah bahagia disana, sekarang kami pamit dan sekali lagi terima kasih”.
Aku dan Sekar pun beranjak berdiri dan meninggalkan tempat ini sekaligus meninggalkan nenek tersebut.
Setelah keluar dari gapura itu tepatnya masih terdapat beberapa pepohonan di sekelilingku, tiba-tiba dalam pandanganku menjadi gelap, bertanda aku sudah keluar dari alam gaib yang sebelumnya kami tempati. Awalnya aku sedikit panik yang tiba-tiba pandangan menjadi gelap dan seketika juga itu aku tau sesuatu, kalau ternyata waktu itu sebenarnya adalah malam hari. Aku pun mengambil penerangan yang ada di dalam tasku kemudian mengajak Sekar lanjut berjalan naik.
Tidak lama kemudian, kejadian yang sama terulang lagi, dari kejauhan aku melihat ada banyak cahaya senter dari arah sebelah kiri atas, mengingat kejadian ini sudah pernah kualami aku bergegas mnengajak Sekar untuk berjalan menuju kearah cahaya senter tersebut sambil bilang,
“Lihat sekar, itu pendaki lain sedang summit ayo kesana”. Sambil berjalan dalam hati Aku berkata,
“Akhirnya aku bisa kembali ke alamku lagi”.
Setelah sampai di sumber cahaya itu aku dan Sekar pun berjalan ke puncak Mahameru dan sampailah kami di Mahameru tepat sebelum matahari terbit, jadi kondisi Mahameru waktu itu masih sedikit gelap. Sesampai di Mahameru aku bersujud merenungi apa yang sudah kualami tadi. Mengingat kami harus cepat-cepat pulang jadi di puncak kami tidak lama, hanya sekedar bersujud setelah itu kembali turun.
Berjalan turun, mungkin waktui itu perjalanan kami beda dengan pendaki lain, sepanjang perjalanan turun aku berpapasan dengan beberapa pendaki yang akan naik, dan tidak banyak dari mereka bertanya,
“Kok udah turun mas?”,
Aku pun menanggapi dengan alasan kalau dia sedang buru-buru.
Singkat cerita, pagi itu kami sampai di Kalimati, disitu kami tidak beristirahat lama hanya sekedar minum untuk membasahi tenggorokan kemudian lanjut berjalan turun.
Berjalan turun, di sepanjang jalan aku saling mengobrol dengan Sekar dan tidak terasa kami akan sampai di area Cemoro kandang, sebelum memasuki area Cemoro kandang aku sempat berhenti sejenak, aku takut kejadian yang sama terulang lagi, aku takut nanti aku akan bertemu dengan wanita gaun merah lagi di Cemoro kandang. Tapi mengingat wanita gaun merah baik dan berwibawa akhirnya aku tetap lanjut berjalan, dalam hati aku berkata,
“Dia kan baik, jadi kenapa aku harus takut kalau memang bertemu lagi”.
Lanjut berjalan, setelah memasuki area hutan tiba-tiba Sekar pamit dengan alasan untuk pipis. Aku pun mempersilahkannya kemudian Sekar berjalan menepi masuk kedalam hutan, aku berniat menunggunya di tepi jalur.
Lama menunggu dan Sekar tidak kunjung kembali. Karena merasa cemas aku mencoba memanggil Sekar, tapi setelah kupanggil-panggil aku tidak mendengar jawaban apapun dari Sekar.
Aku pun panik, kemudian aku berjalan kearah Sekar yang tadi pamit untuk pipis untuk mencarinya, tapi setelah lama kucari aku tidak juga bertemu dengan Sekar, disitu perasaanku semakin cemas dan tidak karuan karena Sekar tiba-tiba menghilang begitu saja. Kemudian Aku berfikir,
“Apa jangan-jangan Sekar kembali ke dunia gaib?”.
Aku pun terduduk lemas, aku tidak tau harus mencari Sekar kemana lagi dan aku sudah mengira kalau Sekar mungkin sudah masuk ke dunia gaib lagi.
Lalu Aku berjalan lagi dengan tujuan semoga dia bisa menjumpai gapura masuk yang pernah kulihat waktu itu, aku berniat masuk lagi untuk mencari Sekar.
Setelah beberapa langkah berjalan tiba-tiba dari kejauhan aku melihat ada beberapa tenda yang sedang berdiri, melihat keberadaan tenda itu aku mempercepat jalanku dengan tujuan ingin menemui penghuni tenda tersebut untuk bertanya, setelah sampai ternyata disitu ada 2 pendaki, aku pun bertanya pada mereka,
“Mas, lihat teman saya jalan lewat sini nggak?” Lalu salah satu dari mereka menjawab, “Nggak ada mas, nggak ada orang lewat sama sekali dari tadi, memangnya kenapa?” Dengan panik aku menjawab, “Teman saya hilang mas”.
Orang-orang yang ada disitu pun ikut panik, kemudian salah satu dari mereka bertanya lagi,
“Loh kok bisa? Awalnya gimana kok bisa hilang?” “Tadi dia bilang mau pipis, tapi setelah saya tunggu lama tiba-tiba dia udah hilang”, ucapku dengan lemas. “Ciri-cirinya gimana mas siapa tau kita bisa bantu cari”, tanya salah satu pendaki tersebut.
Aku pun memberitahu ciri-ciri Sekar kepada mereka, setelah aku menyebutkan ciri-ciri Sekar, mereka para pendaki itu terkejut karena ciri-ciri yang kusebutkan itu sama persis dengan ciri-ciri salah satu anggota kelompoknya yang waktu itu masih tidur didalam tenda. Karena heran salah satu dari mereka berucap,
“Mas yang bener, itu mirip sekali dengan ciri-ciri teman kita yang sekarang masih tidur”.
Aku tersentak mendengar penjelasan dari mereka, lalu aku bertanya siapa temannya yang sedang tidur di dalam tenda, tapi sebelum aku bertanya tiba-tiba dari dalam tenda terdegar temannya itu sedang menggerung.
Karena panik mereka semua bergegas membuka tendanya dan melihat apa yang terjadi di dalam tenda tersebut, setelah tenda dibuka aku melihat ternyata itu memang benar-benar Sekar, dengan pakaian yang sama dan wajah yang sama, dia terlihat sedang kehausan.
Melihat itu Aku terduduk lemas, ternyata Sekar yang waktu itu bersamaku adalah anggota dari rombongan tersebut, namanya pun juga Sekar.
Setelah diberi minum mereka rombongan meminta aku untuk melihat dengan jelas, apakah ini orang yang dimaksudnya dan aku menjawab,
“Iya mas, ini memang orang yang saya cari”.
Mereka semua yang ada disitu ikut heran melihat kejadian ini, lalu aku mencoba bicara kepada Sekar,
“Sekar, kamu kenal aku kan?”
Sambil memegang botol air minum Sekar hanya mengangguk menandakan kalau Sekar memang mengenaliku.
Teman-temannya Sekar semakin heran dibuatnya. Setelah keadaan Sekar sudah lebih tenang dia menjelaskan sedikit kepada teman-temannya hingga membuat mereka merinding mendengarnya, “Semalam aku masuk ke alam gaib dan bertemu dengan masnya ini dan beruntunglah kami bisa kembali lagi, sekarang aku minta kita balik turun sebelum malam hari”.
Rombongan itu yang awalnya akan naik pun kembali turun karena mendengar penjelasan mistis dari Sekar waktu itu. Mereka segera mengemasi barang-barangnya dan pagi itu juga kami kembali turun dengan selamat.
Singkat cerita sampailah kami semua di daerah Tumpang, sesampai disitu kamu berpisah dengan rombongan Sekar dan kembali kerumah masing-masing.
Sesampai dirumah aku pun sadar betapa berharganya keluarga yang kumiliki dibandingkan harus bersekutu dengan hal gaib yang hanya untuk pemuas nafsu belaka.
Kejadian ini menjadi pelajaran yang berharga bagiku yang bisa kita ambil hikmahnya dan kita jadikan sebagai pelajaran. Tali silaturahmi pun terjalin antara aku dan Sekar setelah kejadian di gunung semeru itu.
BACA JUGA : MAHARANI-Penari Lereng Gunung Sumbing