Pria Ini Diubah Menjadi Babi, Nabi Musa Penasaran, Ada Apa?
KompasNusantara – Pada zaman Nabi Musa, ada pria yang diubah menjadi babi. Pria ini belajar kepada Nabi Musa dengan sangat tekun. Setelah mendapat ilmu, ia giat mengajarkan perkataan Nabi Musa kepada orang lain. Tetapi anehnya, Allah justru murka. Dia diubah menjadi babi. Kenapa?
Menyampaikan ilmu merupakan perkara yang wajib dilakukan oleh siapa pun yang memiliki ilmu. Karena di antara bentuk mengamalkan ilmu ialah dengan menyampaikannya kepada orang lain.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari dari Abdillah bin Amr bahwasanya Nabi Muhammad SAW. bersabda,
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Sampaikanlah dari ku sekalipun satu ayat (ilmu) dan tidak masalah mengambil kabar dari bani Israil, akan tetapi siapa pun yang berdusta atas nama ku secara sengaja, maka silahkanlah ambil tempat duduknya di neraka. (HR Al-Bukhari)
Namun dalam menyampaikan ilmu, seorang alim dituntut untuk menyampaikannya secara ikhlas dengan mengharap rida Allah SWT. Sebab, apabila niat menyebarkan ilmu untuk mencari keuntungan dunia, seperti harta benda, kedudukan, pangkatan dan penghormatan, maka hal itu dilarang.
Dalam QS Al-Baqarah ayat 41 dan Al-Maidah ayat 44, Allah telah memperingatkan kepada Bani Israil agar tidak bertujuan mengambil keuntungan duniawi dalam menyampaikan ajaran Allah. Allah mengancam mereka dengan azab yang pedih, apabila mereka berbuat hal seperti itu. Hal ini karena sama saja mereka memperjual-belikan ayat-ayat Allah.
Makna menjual ayat-ayat Allah bisa berarti sebagai mengubah hukum-hukum Allah sesuai dengan kehendak hawa nafsu; berpaling meninggalkan petunjuk ayat-ayat Allah; dan menyampaikan ilmu yang terkandung pada ayat-ayat-Nya dengan tujuan hanya mengambil keuntungan dunia.
Mengenai orang-orang yang menjual agamanya untuk mendapatkan keuntungan dunia. Dikisahkan oleh Imam Al Ghazalli (w. 505 H) dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin, bahwa ada seorang lelaki yang biasa menemani dan melayani Nabi Musa AS. Lelaki itu banyak memperoleh ilmu dari Nabi Musa AS dan ia sering berkata “Telah disampaikan kepada ku oleh Musa AS Kalamullah” atau “Telah berkata Musa AS Khalilullah kepada ku”. Karena seringnya ia berkata seperti itu, lantas menjadikannya kaya raya.
Suatu waktu, Nabi Musa AS yang sudah tidak pernah melihat lelaki itu pun mencarinya dan ingin mengetahui bagaimana kabarnya. Namun, setelah sekian lama Nabi Musa AS mencari tetap saja belum menemukan lelaki tersebut. Hingga datang seseorang yang sedang membawa seekor babi yang diikat dengan tali berwarna hitam.
Nabi Musa AS yang melihat orang tersebut, kemudian bertanya “Apakah kamu mengenal atau mengetahui tentang si Fulan (laki-laki yang dicari oleh Nabi Musa AS)?” “Iya, Aku mengenalnya. Inilah (sembari menunjuk seekor babi) orang yang kamu cari” Jawab orang tersebut.
Mendengar jawaban orang tersebut, Nabi Musa AS berdoa “Yaa Allah. Aku memohon kepada-Mu agar Engkau mengembalikan wujudnya seperti semula sehingga aku dapat bertanya kepadanya tentang perbuatan apa yang menyebabkannya menjadi seperti ini”
Allah SWT. berfirman kepada Nabi Musa AS “Wahai Musa, seandainya engkau berdoa kepada-Ku dengan doanya Adam, niscaya tidak akan Aku kabulkan permintaanmu tersebut. Tetapi, Aku akan memberitahukan kepada mu mengenai sebab keadaan Lelaki itu. Keadaannya yang seperti itu disebabkan karena ia telah mencari dunia dengan agamanya.”
Allah SWT. menghukum lelaki tersebut karena ia telah mencari keuntungan dunia dengan menjual agamanya. Lelaki tersebut menjadikan perkataan Musa AS sebagai daya tarik umat agar bersimpatik kepadanya sehingga ia dapat menggambil banyak keuntungan dari mereka.
Akan tetapi dunia yang tidak hanya sebatas wujud harta benda atau materi, namun setiap sesuatu yang melalaikan seseorang dari tujuan untuk mengharap rida Allah adalah termasuk perkara dunia.
Dengan demikian selayaknya bagi seorang alim untuk menyampaikan atau menyebarkan ilmu dengan niat mencari rida Allah. Sebab, kunci sukses dan kejayaan di dunia dan akhirat adalah rida Allah ta’ala.