Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Yazid bin Harun Ketika Disidang Malaikat Munkar dan Nakir


KompasNusantara – Kisah Yazid bin Harun ketika disidang malaikat Munkar dan Nakir penting dijadikan pelajaran. Khususnya terkait amal perbuatan manusia di muka bumi yang nanti akan berdampak besar pada kondisi seseorang di dalam kubur dan akhirat.

Tidak ada yang tahu kapan ajal tiba. Kata ‘siap atau tidak siap’ yang keluar dari mulut tidak akan mampu mencegah Malaikat Izrail ketika sudah mendapat tugas. Dan ketika tugasnya malaikat Izrail sudah dilaksanakan, hanya amal perbuatan manusia selama di dunia yang dibawa. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik berikut, 

“ada tiga hal yang mengikuti mayit [ke kubur], dua akan kembali dan satunya masih bersamanya. Tiga itu adalah keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga dan hartanya kembali sementara amalnya tetap bersamanya.” [HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960]

Amal perbuatan selama di dunia memiliki posisi yang krusial pada waktu mayit berada di alam kubur. Jika banyak amal baiknya, si mayit akan dengan mudah melewati ujian sidang tertutup yang dikepalai oleh Malaikat Munkar dan Nakir, sebagaimana tercermin dalam kisah Yazid bin Harun (w. 206 H), guru Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau dengan mudah mampu melewati ujian tanpa harus menjawab satu persatu pertanyaan dari malaikat. 

Kisah ini terdapat dalam kitab Shifat al-Shafwah (2:11) karya Abu al-Faraj Ibnu Jauzi (w. 597 H). Dalam kitab ini diceritakan bahwa, empat malam setelah kematian Yazid bin Harun,  Hautsarah bin Muhammad al-Muqri bermimpi bertemu dengan Yazid. Dalam pertemuan tersebut, Hautsarah penasaran dengan keadaan Yazid pasca meninggalkan dunia. Tanya Hautsarah, “apa yang dilakukan Allah kepadamu?”

“Allah menerima amal baikku, mengampuni amal burukku, dan saya sudah menerima konsekuensinya,” jawab Yazid.  

“Lalu apa yang terjadi setelah itu?” tanya balik Hautsarah . 

“Allah mengampuniku dan memasukkanku ke surga”, jawab Yazid. 

Tampak masih penasaran, Hautsarah bertanya lagi “atas dasar apa kamu bisa memperoleh itu?”

“Majelis-majelis dzikir, perkataan yang benar, kejujuranku dalam meriwayatkan hadis, lamanya salatku setiap hari, kesabaranku atas kemiskinan,” terang Yazid. 

Sampai pada penjelasan ini, Hautsarah masih tampak belum puas dan pertanyaan semakin melebar kepada tugas-tugas yang diemban oleh Malaikat Munkar dan Nakir. 

“Benar, Malaikat Munkar dan Nakir datang dan bertanya kepadaku, “siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?”, jelas Yazid. 

Namun, bukannya gugup, grogi, atau ketakutan, dengan santainya sambil mengibaskan jenggot putihnya yang terkena debu, Yazid justru berkata, “[orang] sepertiku ditanya [begini]? Saya Yazid bin Harun al-Wasithi, selama di dunia saya sudah mengajarkan hal ini kepada banyak orang selama enam puluh tahun.” 

Mendapati jawaban itu, Malaikat Munkar dan Nakir tampak mengalami perbedaan pendapat. Yang satu bilang, “kamu benar, [kalau begitu] tidurlah sejenak seperti pengantin baru, tidak ada yang perlu ditakutkan lagi setelah ini’. Sementara malaikat satunya masih tampak belum puas dengan Yazid dan bertanya, ‘apakah benar kamu meriwayatkan hadis dari Hariz bin ‘Utsman?’ 

“Dia orang yang bisa dipercaya dalam hadis”, jawab Yazid dengan tegas.

‘Meskipun dia bisa dipercaya tapi dia benci sama Ali bin Abi Thalib, dan Allah membencinya’. [cerita selesai]

Meski cerita di atas hanya sebatas mimpi, kisah Yazid bin Harun memberi pesan penting tentang begitu krusialnya sebuah amal setelah meninggal nanti. Memang benar bahwa kebenaran dialog Yazid dengan Malaikat Munkar dan Nakir sebagaimana diceritakan di atas tidak bisa dibuktikan secara kasatmata. Namun, sebuah hadis dari Al-Bara` bin ‘Azib menerangkan seperti berikut;.  

[setelah ujian dengan Malaikat Munkar dan Nakir selesai dan berjalan lancar], kemudian datang seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, beraroma wangi, dan berkata, “bergembiralah pada apa yang menyenangkanmu, ini hari yang telah dijanjikan untukmu”. Lalu [si mayyit] bertanya kepadanya, “siapa kamu? wajahmu wajah yang membawa kebaikan.” Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”. Dia [si mayyit] berkata, “Tuhanku, segerakanlah hari kiamat supaya aku bisa kembali kepada keluargaku dan hartaku”. [HR. Ahmad] 

Dari hadis ini, bukan tidak mungkin jika jawaban yang disampaikan Yazid kepada Malaikat Munkar dan Nakir adalah persis seperti diceritakan oleh mimpi Hautsarah. Pasalnya, Yazid bin Harun sendiri selama hidupnya hampir terlalu banyak berkutat pada ilmu dan ibadah. Seperti jawabannya pada waktu ditanya Hautsarah terkait sebab ia bisa dimasukkan surga, “majelis-majelis dzikir, perkataan yang benar, kejujuranku dalam meriwayatkan hadis, lamanya salatku setiap hari, kesabaranku atas kemiskinan”. Jawaban ini memiliki landasan yang kuat.

Sepanjang hidupnya, dedikasi Yazid terhadap ilmu-ilmu Islam sangatlah besar sekali. Dalam Siyar A’lam Nubala` juz 9 dikatakan bahwa Yazid bin Harun hafal 24 ribu hadis beserta sanadnya. Kualitas hafalannya juga tidak diragukan sama sekali. Tidak mengejutkan jika ia kemudian mampu menarik ribuan orang dari berbagai penjuru datang untuk belajar kepadanya. Tercatat, majelisnya di Baghdad dihadiri oleh 70 ribu orang. Semua berbondong-bondong mendatangi Yazid untuk mendengarkan langsung hadis dengan kualitas sanad yang tinggi.

Bukan hanya dalam hal ilmu, komitmennya untuk beribadah pada Allah juga tidak main-main. Selama empat puluh tahun lamanya, Yazid selalu shalat dari dzhuhur sampai asar tanpa istirahat, maghrib sampai isya dan lanjut sampai subuh tanpa istirahat juga. Ahmad bin Sinan, salah satu murid Yazid, mengibaratkannya seperti tiang yang berdiri kokoh ketika Yazid  sedang shalat. Ketika sedang beribadah, Yazid juga sering menangis di tengah malam hingga menyebabkan kebutaan pada matanya. Inilah pelajaran penting dari kisah Yazid bin Harun di atas.

close