Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Suku di Indonesia yang Mengawetkan Mayat Leluhur Mereka Lantaran Dianggap Membawa Keberuntungan


KompasNusantara - Mesir kuno telah lama dikenal sebagai peradaban yang memiliki tradisi membuat mumi. Seperti diketahui, mumi adalah suatu tindakan pengawetan mayat dengan cara meletakkan jasad manusia tersebut di tempat yang sangat kering ataupun sangat dingin tanpa oksigen. Pengawetan mayat ini juga dapat menggunakan bahan-bahan kimia tertentu.

Pada zaman Mesir kuno, jasad yang diawetkan biasanya raja atau ratu yang pernah berkuasa. Tujuan pengawetan jasad itu yakni supaya di masa mendatang jasa-jasa mereka dapat terus dikenang oleh generasi berikutnya. Piramida adalah bangunan yang berfungsi menyimpan mumi-mumi tadi.

Namun, selain di Mesir, tradisi mumi atau pengawetan jenazah juga ternyata dikenal di Indonesia. Ada beberapa suku di Indonesia yang mengawetkan mayat leluhur mereka lantaran dianggap membawa keberuntungan. Lantas, siapa saja mereka? Berikut ulasaan lengkapnya. 

Mumi Suku Toraja (Sulawesi Selatan)

Tradisi mumi atau pengawetan jenazah telah dikenal lama oleh Suku Toraja di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Toraja Utara. Mereka mengawetkan jasad tersebut dengan memberi ramuan khusus yang membuat jasad itu tidak akan membusuk. Setelah jenazah itu mengering kemudian disimpan di sebuah liang yang berada di perbukitan batu. 

Suku Toraja mengenal sebuah upacara bernama Ma’nene. Yaitu ritual membersihkan leluhur yang telah berusia puluhan hingga ratusan tahun. Baju si mumi biasanya akan diganti dengan yang baru lalu diarak keliling desa. 

Yang lebih ekstrim lagi, mayat-mayat itu kadang kala ada yang bisa berjalan sendiri. Keunikan inilah yang lantas mengundang banyak wisatawan lokal maupun mancanegara untuk menyaksikan 'mayat hidup' dari Tana Toraja itu. 

Mumi Kaki More (Nusa Tenggara Timur)

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) tepatnya di Kampung Wolondopo dapat dijumpai bangunan yang berisi satu mumi yang awet secara alami (natural). Mumi bernama Kaki More tersebut juga tidak dibalsem, sebagaimana proses mumi pada umumnya.

Mumi Kaki More ini hanya dimasukkan ke dalam sebuah peti dan secara ajaib mengering dengan sendirinya. Untuk diketahui, Kaki More merupakan keturunan keluarga pemimpin adat (Mosalaki). Sebelum ajal menjemputnya, ia berpesan agar jasadnya tidak dikuburkan. Kaki More posisinya terbaring miring dengan seluruh tubuhnya terbalut kain bermotif batik.

Mumi Suku Dani dan Moni (Papua)

Pulau di ujung timur Indonesia, Papua juga telah lama mempunyai tradisi mumi. Suku Dani dikenal bisa mengawetkan mayat tanpa dibalut. Mumi di Papua hanya dijemur dan disimpan di dalam gua.

Setelah agak mengering mumi akan ditaruh di atas perapian lalu ditusuk dengan tulang babi untuk menghilangkan lemaknya. Mumi tersebut secara perlahan akan menghitam dengan sendirinya. Suku Dani biasa menyimpan mumi di dalam rumah. Namun, mumi dapat dikeluarkan jika ada wisatawan yang datang.

Selain Suku Dani, suku lain di Papua yang mengenal tradisi mumi yaitu Suku Moni. Di sana ada mumi bernama Belau Mala. Mumi tersebut ditempatkan di sebuah kotak di depan desa. 

Jasad Belau Mala ini dilumuri minyak babi lalu ditaruh di atas perapian hingga mengering dan tidak membusuk. Belau Mala mendapat perlakuan istimewa ini lantaran dianggap sangat berjasa mengantarkan misionaris pertama ke desa tersebut. 

Bagi para pengunjung yang ingin melihat mumi Belau Mala biasanya akan dikenakan tarif. Uang dari para wisatawan itu nantinya nantinya dipakai untuk perawatan mumi maupun kesejahteraan masyarakat desa.

  

close