5 Negara Sekutu Rusia Jika World War 3 Terjadi?
KompasNusantara - Sejumlah negara Barat melancarkan kecaman dan sanksi pada Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina. Namun, sejumlah negara yang dikenal sebagai sekutu Rusia dan Moskow tidak menyatakan kecaman terang-terangan atas invasi Rusia. Beberapa negara juga menyatakan pembelaan pada Rusia. Siapa saja sekutu Rusia?
Sejumlah negara yang membela Rusia di antaranya mengkritisi Amerika Serikat dan aliasi North Atlantic Treaty Organization (NATO). Salah satu pembelaan yang dilancarkan sekutu yaitu Rusia melakukan serangan darat, laut, dan udara ke sejumlah kota penting di Ukraina, termasuk daerah ibu kota Kyiv sebagai upaya pertahanan dari AS dan NATO.
Negara-negara yang membela Rusia tersebut sebelumnya dikenal sebagai sekutu atas dasar hubungan pertahan dan kepentingan ekonomi. Berikut sekutu Rusia dan responsnya atas invasi di Ukraina.
Negara Sekutu Rusia
1. Suriah
Pemerintah Suriah di bawah Presiden Bashar al-Assad merupakan salah satu dari sedikit negara yang terang-terangan mendukung invasi Rusia ke Ukraina. Lewat telepon, ia memuji serangan Rusia di bawah perintah Presiden Rusia Vladimir Putin dan mencela "histeria" negara Barat dan sekitarnya, seperti dikutip Aljazeera dari kantor berita resmi Suriah SANA.
Menurut al-Assad, negara-negara Barat bertanggung jawab atas kekacauan dan pertumpahan darah di beberapa bagian dunia dan menggunakan metode kotor untuk mendukung teroris di Suriah dan Nazi di Ukraina.
"Suriah mendukung Federasi Rusia berdasarkan keyakinannya bahwa posisinya benar dan karena menghadapi ekspansionisme NATO adalah hak Rusia," kata al-Assad.
"(yang terjadi di Ukraina merupakan) koreksi sejarah dan restorasi keseimbangan yang hilang di dunia setelah Uni Soviet bubar," imbuhnya.
Sebelumnya pada 2015, lebih dari 63.000 tentara Rusia membantu pasukan al-Assad lewat serangan udara untuk melawan berbagai faksi pemberontak di Suriah. Perang saudara di Suriah diperkirakan menewaskan hampir setengah juta jiwa, membuat sekitar 6,8 juta penduduk mengungsi, dan 6,7 juta penduduk melarikan diri sejak 2011.
2. China
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, China selalu menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara. Pernyataan ini disampaikan Wang Yi pada Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov via telepon, Kamis (24/2/2022, seperti dikutip dari Deutsche Welle (DW).
Wang Yi mengatakan, masalah Ukraina memiliki dimensi sejarah yang kompleks dan khusus. Karena itu, China memahami kekhawatiran pihak Rusia terkait masalah keamanan. Ia menambahkan, China menyerukan agar meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan menciptakan arsitektur keamanan Eropa yang seimbang dan efektif melalui dialog dan diplomasi.
China diketahui memiliki hubungan baik dengan Ukraina dan Rusia serta punya hubungan bisnis dengan Eropa. Invasi Rusia ke Ukraina terjadi beberapa minggu setelah Putin dan mitra dari China berparade bersama di Beijing jelang Olimpiade Musim Dingin. Saat itu, China mengatakan bahwa kekhawatiran keamanan Rusia adalah sah dan Amerika Serikat memperburuk ketegangan.
China mengatakan tidak akan memberi dukungan militer ke Moskow. Tetapi, China sudah memperkuat hubungan dagang seperti meningkatkan impor gandum dari Rusia pada Kamis (24/2/2022). Esoknya, Wang Yi menekankan bahwa kedaulatan masing-masing negara harus dihormati dan meminta kedua pihak kembali berunding, seperti dikutip dari Aljazeera.
3. Iran
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menyatakan, kementeriannya turut menyesal atas eskalasi konflik Rusia-Ukraina. Menurutnya, krisis di Ukraina berakar dari provokasi NATO.
"Krisis #Ukraina berakar pada provokasi NATO. Kami tidak percaya bahwa menggunakan perang adalah solusi. Penting untuk membuat gencatan senjata dan menemukan resolusi politis dan demokratis," kata Amir-Abdollahian dalam cuitan, Kamis (24/2/2022).
Iran dan Rusia dikenal sebagai sekutu militer pada konflik di Suriah dan Irak, Afghanistan, dan negara-negara Asia Tengah pasca Uni Soviet bubar. Dikutip dari Aljazeera, invasi Rusia ke Ukraina terjadi di tengah negosiasi antara Iran dan AS mengenai kesepakatan nuklir baru.
4. Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan, pemerintah negara di Amerika Selatan tersebut menolak rencana pengepungan Rusia secara militer dan strategis.
"Dari Venezuela, kami menolak rencana jahat yang berusaha mengepung Rusia secara militer dan strategis. Semua dukungan untuk Presiden Putin dan rakyatnya. Kami yakin Rusia akan keluar dari pertempuran ini dengan bersatu dan menang, dengan kekaguman dari orang-orang pemberani di dunia," kata Maduro dalam cuitan, 23 Februari 2022.
Kementerian Luar Negeri Venezuela menyatakan, NATO dan AS telah melanggar perjanjian Minsk. Kesepakatan tahun 2014 tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang di Donbas, wilayah separatis di timur Ukraina.
"Republik Bolivarian Venezuela mengungkapkan kekhawatirannya atas memburuknya krisis di Ukraina, dan menyesalkan ejekan dan pelanggaran perjanjian Minsk di pihak NATO, yang didorong oleh Amerika Serikat," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Venezuela, seperti dikutip Aljazeera.
"Penggelinciran kesepakatan (Minsk) ini telah melanggar hukum internasional dan menciptakan ancaman kuat terhadap Federasi Rusia, integritas teritorial dan kedaulatannya, serta menghambat hubungan baik antara negara-negara tetangga," lanjutnya.
Venezuela diketahui memiliki kerja sama sebagai pengekspor minyak dan kebijakannya pada AS. Venezuela juga merupakan sekutu militer dan perdagangan yang penting bagi Rusia.
5. Kuba
Presiden Majelis Kekuatan Rakyat Nasional Kuba Esteban Lazo mengatakan, Moskow memiliki hak untuk membela diri dan NATO harus memenuhi jaminan keamanan yang diminta Rusia.
Kementerian Luar Negeri Kuba menyatakan, peningkatan ancaman AS pada Putin memperburuk krisis Rusia-Ukraina. Kuba juga mengkritik AS karena memaksakan "ekspansi progresif NATO menuju perbatasan Federasi Rusia". Negara ini juga menyerukan solusi diplomatik untuk menjaga perdamaian internasional.
"Pemerintah AS telah mengancam Rusia selama berminggu-minggu dan memanipulasi komunitas internasional tentang bahaya 'invasi besar-besaran yang akan segera terjadi' ke Ukraina. AS juga memasok senjata dan teknologi militer serta mengerahkan pasukan ke beberapa negara di kawasan itu, menerapkan sanksi sepihak dan tidak adil, dan mengancam pembalasan lainnya," bunyi pernyataan tersebut, seperti dikutip Aljazeera.
Pada 2008, Rusia merupakan negara pertama yang mengirimkan bantuan setelah Kuba diterjang tiga badai. Bantuan tersebut mencakup empat pesawat makanan, persediaan medis, dan suplai bangunan. Di penghujung tahun tersebut, Rusia dan Kuba menjalankan kerja sama ekonomi. Rusia juga menjadi kreditur utama atau pemberi utang bagi Kuba.