MAUNG BODAS (Macan Putih)
KompasNusantara - Harimau gaib yang diyakini sebagai wujud penjelmaan dari Prabu Siliwangi ini digambarkan sebagai hewan berbulu loreng, atau ada juga yang mengatakan berbulu putih dan disebut sebagai Lodaya.
Disamping harimau loreng dan Lodaya, yang diyakini sebagai jelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikut setianya, sesungguhnya masih ada jenis harimau gaib lainnya, yakni harimau yang berbulu hitam pekat. Nah, jenis harimau hitam inilah yang mungkin masih kurang diketahui seperti apa asal-usulnya.
Simbol maung dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang) Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi.
Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang.
Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai “wangsit siliwangi”.
Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung”
Kisah lain yang berkaitan dengan menjelmanya Prabu Siliwangi menjadi harimau adalah legenda hutan Sancang atau leuweung Sancang di Kabupaten Garut. Konon di hutan inilah Prabu Siliwangi beserta para loyalisnya menjelma menjadi harimau atau maung.
Proses penjelmaannya pun terdapat dalam beragam versi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menjelma menjadi maung setelah menjalani tapadrawa.
Tetapi ada pula sebagian masyarakat Sunda yang berkeyakinan bila Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi harimau karena keteguhan pendirian mereka untuk tidak memeluk agama Islam.
Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang telah menjadi Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam. Keteguhan sikap itu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi maung. Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjadi harimau putih, sedangkan para pengikutnya menjelma menjadi harimau loreng.
Hingga kini kisah harimau putih sebagai penjelmaan Siliwangi itu masih dipercayai kebenarannya oleh masyarakat di sekitar hutan Sancang. Bahkan, kisah ini menjadi semacam kearifan lokal (local wisdom) sampai saat ini.
Ada lagi yang berpendapat bahwa ikon siliwangi adalah burung gagak,kerbau dan harimau Beragam versi berkembang seperti versi cerita dibawah ini:
MUNDING BODAS adalah dua sosok pembela atau bebenteng Pajajaran yang gigih berani.
Cerita tersebut benar adanya,merek tak pernah berpisah dalam melaksanakan tugasnya mereka selalu bersama hingga sampai akhir hayatnya mereka di semayamkan di perbatasan antara Sancang satu dan Sancang dua tepatnya di sebuah bukit kecil di Kampung Pagelaran Desa Depok Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut Kira-kira 7KM sebelum Kota Pamengpeuk atau di sebelah timur pemakaman raja-raja Sunda di pemakaman bukit Gunung Nagara atau Sancang utama.
Makam ini dipercaya oleh penduduk setempat sebagai makam keramat. Penduduk setempat menyebutnya sebagai makam “Sembah Huis”
Huis ialah rambut/bulu yang putih maka karena Eyang Maung Bodas dan Munding Bodas itu ber-rambut dan berjambang serta memiliki jenggot yang putih maka dipangggillah oleh masyarakat waktu itu Eyang/Sembah Huis hingga sekarang.
Konon menurut cerita setelah mereka menjadi tua mereka tinggal di bukit Pagelaran, mereka setelah tinggal di bukit itu mendirikan Padepokan sebagai tempat belajar ilmu bela diri,setiap minggu selalu menggelar seni bela diri dengan sebutan ilmu jurus Pamacan dan banyak para murid yang berdatangan dari setiap penjuru tatar sunda termasuk Banten untuk berguru jurus Pamacan kepada Kedua tokoh tersebut.
Semenjak itulah tempat itu dinamakan Kampung Pagelaran dan Desa Depok sampai sekarang. Konon di makam tersebut warga setempat sering melihat Cahaya yang bersinar Keluar dari dua makam itu. Menurut cerita dari mulut kemulut bahwa di makam tersebut ada Selendang merah dan batu merah delima yang konon akan diberikan kepada siapa saja yang memang miliknya.
Adapun asal usul selendang tersebut adalah milik Sang penguasa laut selatan atau Ibu Ratu pantai selatan yang melegendaris dikalangan masyarakat pasundan sebagai Nyi Roro ratu selatan, Pada waktu Eyang Maung Bodas dan Munding Bodas Masih hidup sebagai Guru besar dipadepokan, sang penguasa pantai selatan berkunjung dan memberinya selendang merah dan batu merah delima, kedua benda tersebut masih ada hingga sekarang namun sekarang keberadaan-nya menjadi misteri dan sesekali muncul menampakan-nya pada orang-orang disekeliling makam tersebut.
Makam karomah sembah huis adalah salah satu situs peninggalan sejarah yang berharga, yang membuktikan bahwa Maung dan Mundig Bodas itu benar-benar ada.
Namun Batu nisan Eyang Munding bodas raib dicuri seseorang sekitar tahun delapan puluhan ,namun orang itu tidak berhasil membawa batu nisan tersebut karena dia jatuh di tebing makam sebelah barat dan batu nisan itu jatuh menimpa kepala sang pencuri hingga mati dan batu nya pun potong berkeping-keping dan salah satu kepingan nya ada pada seseorang penduduk disekitar makam hingga kini.
“Wangsit Siliwangi selalu mengundang rasa penasaran, sebab amanat ini penuh misteri. Salah satu ungkapan dalam wangsit disebutkan kalau pada suatu saat akan ada yang menelusuri sejarah Sunda yang sebenarnya, hanya semakin menambah rasa penasaran dari novel ini bahwa sejarah Sunda belum benar-benar terkuak.”
Beberapa isi dari wangsit yang berkembang adalah seperti dibawah ini (sudahbdi transltae kedalam bahasa indonesia) biar ga musingkeun anxxxx hihihii:
“Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.”
“Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala; Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”