3 Alutista Buatan Rusia yang Pernah Digunakan Indonesia
KompasNusantara - Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Indonesia pernah mengalami zaman keemasan sebagai negara yang kuat secara militer. Tanah air pada masa kekuasaan Sukarno itu mendapat pasokan berupa perangkat alat militer dan alutsista canggih dari Uni Sovyet (Rusia). Tak heran jika kemudian Indonesia menjelma menjadi negara dengan pertahanan kuat di Asia Tenggara.
Hingga di era modern seperti saat ini, Indonesia tak sepenuhnya lepas dari produk alutsista negeri beruang merah tersebut. Meski hubungan kedua negara sempat renggang pasca naiknya Orde Baru, nostalgia antara Indonesia dan Rusia kembali terjalin pada tahun 2000-an. Tak heran jika di kemudian hari, Indonesia banyak membeli perangkat militer dari Rusia untuk memperkuat pertahanan negara di era modern.
KRI Irian dan lusinan kapal laut untuk memperkuat kedaulatan Indonesia
Sebagai bagian dari hubungan diplomatik antara Indonesia dan Uni Sovyet, negeri berjuluk beruang merah itu sepakat untuk membantu pembangunan angkatan bersenjata Indonesia. Uni Sovyet mengirim kapal canggih dari proyek Cruiser 68-bis “Ordzhonikidze” yang oleh ALRI dinamakan sebagai KRI Irian 201. Kapal penjelajah ringan (light cruiser class) itu, merupakan alutsista laut terbesar yang pernah dimiliki Indonesia.
KRI Irian yang menjadi kapal legendaris Indonesia |
Selain KRI Irian 201, Uni Sovyet juga memasok sejumlah mesin perang samudera seperti pal jelajah, 14 kapal penghancur, 14 kapal selam, delapan kapal patroli antikapal selam, 20 kapal misil, serta sejumlah kapal torpedo dan kapal perang. Tak hanya itu, Marinir Indonesia yang kala itu sangat disegani, diperkuat dengan kendaraan lapis baja dan amfibi, serta perangkat aviasi seperti helikopter ASW dan pembom Il-28.
Dari era pesawat tempur MiG hingga Shukoi Su-27
Selain matra laut, Uni Sovyet juga memperkuat armada Indonesia dengan sejumlah pesawat tempur yang terlampau canggih pada masanya. Bahkan sekelas AS dan negara blok Barat seperti Australia dan persemakmurannya, belum memiliki armada sejenis, ada sekitar 20 pesawat pemburu supersonic MiG-17, 30 pesawat MiG-17, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, 10 dan pesawat supersonic MiG-19, berhasil dimiliki oleh Indonesia.
MiG 21 Fishbed milik AURI pada era 1960-an |
Setelah era Sukarno berlalu, AU Indonesia sempat mencicipi alutsista barat seperti F-16 Fighting Falcon, OV 10 Bronco dan F-5 Tiger saat Orde Baru berkuasa. Penggunaan alutsista kembali menjadi piliham setelah hubungan kedua negara kembali pulih pada tahun 2000-an. Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani pembelian empat pesawat dan dua helikopter tempur buatan Rusia, seperti Sukhoi Su-27 Flanker, Sukhoi Su-30MK, dan helikopter perang jenis MI-35. Hingga saat ini pun, Indonesia juga berminat untuk mengakuisisi Sukhoi Su-35 untuk memperkuat Angkatan Udaranya.
Senapan serbu legendaris AK-47 dan tank BMP-3F plus BT-3F
Tak hanya alutsista laut dan udara, di matra darat kelengkapan pasukan pun, Uni Sovyet memberikan perhatiannya. Kesohor sebagai negara yang memproduksi senapan legendaris AK-47, tentara Indonesia juga kebagian jatah hingga ribuan pucuk banyaknya, senapan racikan Mikhail Kalashnikov ini digunakan oleh pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang kelak berubah menjadi Koppasus.
Gambar tank BMP-3F Marinir |
Untuk kendaraan berat, awak Marinir kebagian jatah berupa Tank BMP-3F senilai USD 108 jutadan kendaraan tempur atau tank angkut personel BT-3F senilai USD 67,2 juta. Kementerian Pertahanan (Kemhan) Indonesia meneken kontrak pengadaan alat utama sistem pertahanan atau alutsista seperti yang disebutkan di atas senilai total USD 175,2 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun.
Meski pertahanan Indonesia juga diperkuat oleh mesin perang produksi Amerika Serikat, alutsista racikan Rusia tetap akan mendapat tempat tersendiri di negara kepulauan tersebut. Selain karena faktor nostalgia, memori embargo senjata yang dilakukan AS terhadap Indonesia juga menjadi pertimbangan untuk mengalihkan pilihan pada produk negeri beruang merah.