Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MASJID KERAMAT Ki BUYUT KEBAGUSAN PANGERAN PANJUNAN (SYEKH ABDURAHMAN)


KompasNusantara - Dalam sejarah Cirebon disebutkan bahwa Pangeran Panjunan merupakan orang yang mula-mula mendirikan Masjid Panjunan, Masjid tua yang didirikan lebih dahulu ketimbang Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon.

Pendiri desa Sitiwinangun sendiri adalah Syekh Dinurja yang sejatinya adalah murid dari Syekh Abdurahman atau Pangeran Panjunan yang menyebarkan agama islam di Sitiwinangun pada masa itu sekitar abad 15 dan beliau setelah berhaji mendapatkan gelar Ki Mas Ratna Gumilang kemudian beliau mendirikan masjid keramat Kebagusan yang sekarang atas perintah dan restu dari Syekh Abdurahman dan beliau Syekh Dinurja mendapat titipan sebuah Musab Al Quran yang di tulis melalui tulisan tangan dari gurunya sendiri untuk dirawat dan menyebarkan agama islam di tanah Sitiwinangun.

Pangeran Panjunan nama aslinya Pangeran (Syekh Abdurahman), merupakan Pangeran dari Bagdad yang terusir dari Negerinya.

Syekh Abduraham adalah putra Syekh Nurjati atau Syekh Datuk Kahfi yang menikah dengan Syarifah Halimah, Pangeran Panjunan mempunyai anak selain Pangeran Pamelekaran yang berputra Pangeran Santri juga dari istri lainnya berputra Ratu Bagus Angke atau Pangeran Tubagus Angke bergelar Pangeran Jayakarta II yang menikah dengan Ratu Ayu Pembayun Fatimah putra Fatahillah bergelar Pangeran Jayakarta.

SEJARAH DESA SITIWINANGUN

Desa Sitiwinangun mempunyai sejarah peninggalan Islam, tepatnya di Blok Kebagusan. Disini terdapat petilasan Pangeran Kebagusan atau Pangeran Panjunan/Syekh Abdurahman, dan Situs Masjid Kramat Ki Buyut Kebagusan.

Menurut warga, petilasan tersebut sudah ada sejak tahun 1222 masehi, dan setelah itu dibangun masjid di samping petilasan tersebut. Jika dilihat dari tahun sejarahnnya. Petilasan itu sudah ada sebelum adanya penyebaran Islam di tanah Jawa oleh Wali Songo. Sejarah ini menarik untuk di ulas.

MASJID KERAMAT KEBAGUSAN

Selain usia Masjid yang sangat tua, tentu Masjid ini mempunyai khas tersendiri, dari segi bangunan, tinggi temboknya tidak terlalu tinggi, sehingga atap ruang utama masjid ini tidak ada atap langit-langit atau eternitnya, jadi atapnya langsung genteng. Selain itu, kayu-kayu penyangga bangunan ini sebagian besar masih asli yang sudah berumur ratusan tahun, meski beberapa kali mengalami renovasi, tapi konstruksi atau bentuk masih sesuai dengan awalnya, sehingga masih terasa sangat kental suasana sejarahnya.

Pada masa itu, ada tujuh masjid yang dibangun dalam waktu hampir bersamaan, termasuk Masjid Buyut Kebaguasan ini.

Mimbar masjid atau tempat khatib masih terbuat dari kayu jati dan belum pernah diganti. Pada waktu tertentu, tepatnya pada awal dan akhir bulan ramadhan, menurut warga, Sejak berdirinya, hingga saat ini, masih banyak peninggalan asli yang berada dimasjid ini, seperti pedusan (sebutan tempat penyimpanan air), memolo atau kubah masjid, dan bentuk bangunan utama masjid tersebut pun masih asli, hanya ada perluasan bangunan saja yang bertujuan agar mampu menampung jemaah lebih banyak.

Peninggalan-peninggalan Buyut Kebagusan masih terjaga keasliannya seperti kegiatan ekonomi yakni gerabah, masih juga tersimpan rapi peninggalan berupa Kitab Suci Alquran dengan tulisan tangan Buyut Kebagusan dan tentunya bangunan masjid ini beserta beberapa tata cara ibadahnya seperti tahlilan dengan nada yang khas.

Di masjid ini masih ada tradisi adzan papat atau adzan empat, yaitu adzan yang dilakukan oleh empat orang sekaligus khusus pada saat Adzan Sholat Jum'at.

Mbah buyut dijuluki Buyut Kebagusan karena tulisan Al-Qur'an-Nya bagus, akhlaknya bagus, dan karakternya sangat baik.

Wallahu'aklambishowab..

close