DIMENSI LAIN GUNUNG MERAPI - Berdasarkan Kisah Nyata (Part3)
Tiba-tiba kabut datang hanya saja tidak terlalu tebal. Jadi aku masih bisa melihat walaupun tidak sejelas tadi. Saat itu aku berpikir kalau aku harus segera bergerak dari sana, tidak mungkin kalau aku terus-terusan berdiam diri disini, Oh ya, sejak sampai di batu tadi badanku sudah normal kembali, punggungku tidak lagi berat. Perlahan aku melangkah menerabas lebatnya semak-semak didepanku, saat itu aku berpikiran kalau aku harus terus keatas karena semakin keatas vegetasi akan semakin sedikit.
Dan jika aku sudah tiba di medan berpasir aku bisa melihat keadaan disekitarku. Hanya bermodalkan lampu senter aku mencari jalanan yang bisa kulewati. Lagi-lagi aku terkejut dengan sosok samar-samar disebelah kanan, sosok hitam besar sangat tinggi dan matanya menyala berwarna merah. Saat itu aku hanya menunduk dan terus berjalan. Aku tidak mau begitu menghiraukan, karena aku ingin cepat bebas dan kembali ke jalur pendakian yang normal. Aku masih terus melewati semak-semak, hingga aku menemui jalanan setapak.
Aku ikuti jalan itu hingga akhirnya aku sampai di jalur pendakian yang benar. Aku sampai di jalur tepat sebelum masuk di pos 2. Aku yang menyadari sudah kembali ke jalan yang benar tak henti-hentinya bersyukur. Aku berhenti disitu dan sedikit minum dengan air yang kubawa. Saat itu jam menunjukan pukul 22.30, aku harus bergegas sampai di pasar bubrah. Aku heran, setibanya aku disini aku masih belum menemui keberadaan pendaki entah naik atau turun.
Aku kembali berjalan, baru berapa langkah berjalan aku terjatuh. Aku merasakan ada cengkereman tangan yang mencengkeram menahan kaki kiriku hingga membuatku terjatuh. Tapi saat ku lihat tidak ada apapun disekitar tempatku terjatuh. Yang ada hanya batu-batuan. Aku langsung berdiri dan melanjutkan perjalanan, setelah melewati pos 2 jalanan mulai terbuka dan perlahan melewati batas vegetasi. Aku mulai melewati trak berpasir, jalur terlihat jelas hanya saja saat aku melihat ke arah atas yang ada hanyalah kabut yang tebal.
Akhirnya aku tiba di papan petunjuk pasar bubrah tanpa gangguan apa-apa lagi. Aku mulai sedikit turun ke area pasar bubrah yang sangat-sangat luas. Disana aku baru menyadari jika ada cukup banyak tenda yang berdiri. Tandanya pasti ada lumayan banyak pendaki yang naik hari ini.
Tapi kenapa aku tak menemui mereka satupun ? Ah sudahlah aku mau mencari tenda Kosim dan Ali. 10 menit mencari akhirnya aku menemukan keberadaan mereka. "Sim, li" sapaku ke mereka. "Akhire kowe tekan kene, suwe temen lo emang kowe munggah jam piro?"
(akhirnya kamu sampai sini, lama banget. Emang kamu naik jam berapa?)" jawab kosim. "Aku mangkat jam 16.30 seko basecamp (aku berangkat jak 16.30 dari basecamp)" jawabku. "Lha kok suwe temen tekanmu? iki wes jam 12 lewat ed, kowe nang ngendi wae? "
"(lha kok lama banget sampaimu? ini sudah jam 12 lebih ed, kamu kemana aja?)" jawab Ali sembari bertanya. "Ah wis-wis, aku kesel aku pengen leren" jawabku sambil masuk ke dalam tenda. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan agar kosim dan Ali tidak terus menanyaiku.
Kosim membuatkanku secangkir susu hangat dan mie instan. Aku yang sudah sedari tadi kelaparan langsung melahapnya tanpa jeda. "Kowe jane kenopo to ed?(kamu sebenarnya kebapa to ed?)" tanya kosim lagi. Aku yang tidak ingin terus ditanya hanya menjawab "sesok wae nang ngisor aku cerito"
kosim dan Ali yang paham dengan maksudku akhirnya tidak melanjutkan pertanyaannya. Singkat cerita kami semua tidur karena rencana akan naik ke puncak kalau ada barengan dari pendaki lain. Jam menunjukan hampir pukul 01.30 pagi dan kami baru mulai tidur.
Saat tidur.
Aku tidur di tengah sementara Ali dan Kosim di pojok kanan kiri dalam tenda. "Ed ed, tangi. Kowe krungu rak wit mau (ed ed bangun. kamu dengar gak dari tadi?)" tanya Ali yang tiba-tiba membangunkanku.
"Ono opo to li li, rak pengertian blas koncone awake kesel (ada apa sih li li, gak pengerian sama sekali temannya sedang kelelahan)" ucapku ke Ali sebal.
Ali bercerita jika sedari tadi ia mendengar suara banyak orang berjalan di sekitar tenda kami.
"Krungu opo? aku rak ngerti. Aku wit mau turu rak krungu opo-opo (dengar apa? aku tak tau. Sejak tadi aku tidur tidak dengar apa-apa)" jawabku karena memang tidak mendengar suara apa-apa "Wes to li, paling kowe ngelindur turuo meneh (sudah to li, mungkin kamu ngelindur. Tidur lagi aja) jawabku sambil kembali memejamkan mata lagi karena memang aku benar-benar kelelahan setelah semalaman berjalan Baru saja merem tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara gamelan diluar tenda. Ali kembali membangunkanku "Lah kae kae ed krungu ora kowe? (nah itu ed dengar gak kamu?" tanya Ali. Ali juga membangunkan kosim saat itu.
Kosim yang baru bangun ikut mendengar dan tanya tentang suara yang didengarnya. "Suoro opo kae? (suara apa itu?" tanya Kosim. "Wes meneng (sudah diam)" jawabku. Kami bertiga diam dan saling tatap didalam tenda sambil menunggu suara gamelan itu hilang.
Bukannya hilang malah kami tambah dikagetkan dengan suara lain lagi. Kami mendengar suara langkah kuda (delman) dengan suara gantungan krincingannya yang khas dan bebarengan dengan itu tiba-tiba keadaan diluar tenda berubah menjadi ramai seperti pasar.
Suara ramai orang-orang sangat jelas kami bertiga dengarkan dari dalam tenda. Lagi-lagi kami masih diam dan saling tatap. Saat itu aku teringat dengan pesan pak gun saat di awal pendakian tadi. Pesannya yang berisi jika aku menemukan pasar diatas, aku harus membeli salah satu barangnya disana. Aku yang bingung akhirnya menceritakan pesan pak gun ini kepada Ali dan Kosim.
"Li, sim . Pas aku munggah mau aku ketemu karo wong tua jenenge pak gun. Aku dikei pesen nek awake dewe ketemu pasar nang nduwur, awake dewe kudu tuku barang seko pasar kui" (Li, sim. Waktu aku naik tadi aku ketemu dengan orang tua namanya pak gun. Aku diberi pesan jika kita ketemu pasar diatas, kita harus beli barang dari pasar itu)" ucapku kepada mereka berdua.
"Gemblung kowe ed, awak dewe wae rak ngerti ono bab opo ng njobo kok kowe malah ngajak aneh-aneh (gila kamu ed, kita saja tidak tau apa yang terjadi diluar kok kami malah ngajak aneh-aneh)" jawab si kosim
"Lha pie sim? aku dikei pesen seko pak gun koyo ngono (lha gimana sim? aku diberi pesan dari pak gun seperti itu)" jawabku. Aku yang sudah pernah ke Merapi sebelumnya baru kali ini mendapati kejadian-kejadian aneh seperti ini.