Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HARU MAHAMERU Part3


KisahNyata - "Lho.. mbah mboten nate ngudud tha? Niki namine udud mbah, racikane teko mbako.." (Lho.. mbah tidak tau/tidak pernak merokok? Ini namanya rokok, racikannya dari tembakau) terang suno

"Weleh, iku koyo panganane wong putih ngger.. mbah kalian warga ora ono sing tau ngrasakno uuu... Opo mau..? (Weleh, itu kaya makanannya orang kulit putih/bule nak.. mbah sama warga disini tidak pernah merasakan uuu... apa tadi..?) Ucap mbah seraya bertanya

"Udud mbah.." (rokok mbah) jawab kami bersamaan

Sebats atau udud atau merokok belum dikenal pada jaman majapahit pada jaman itu hanya sirih pinang yang dikonsumsi warganya sampai sekarang diteruskan oleh penduduk semeru itu

Panjang lebar kami saling njagongan/ ngobrol tentang perkampungan itu dengan mbah buyut.. Banyak cerita dan wejangan yang kami dapatkan Tak lupa juga kami sharing/bertukar informasi mengenai perbedaan jaman dulu dan sekarang

Pagipun sudah mencipratkan sinar hangatnya.. lebah madu dan serangga lainya sudah memulai rutinitas nya.. Dan kamipun sudah mengisi perut serta perbekalan dari mereka, bekal dari penduduk dusun alas b*****

"wes tak weruhi yow ngger, mengko kudu kuat kalawan gegudo demit utowo kewan kasar, ndungo menyang Hyang Widi, jogo tindak tandukmu lan kekancanmu.." (Sudah saya jelaskan ya nak, nanti harus kuat melawan godaan setan/jin atau hewan kasar, berdoa kepada sang hyang widi, jaga ucapan dan tingkah laku serta jaga rombongan kalian) nasehat mbah buyut pada kami

"Ojo ngumbar dalan menyang wong njobo, ben aku karo wargaku iso urip tentrem tanpo ono urusan karo warga ningsoran.." (Jangan memberi tau jalan untuk orang luar, biar aku dan wargaku bisa hidup tentram tanpa ada urusan dengan warga bawah sana) tambah mbah buyut pada kami

Mereka tidak mau berhubungan dengan luar.. Mereka juga tidak mau orang luar mengetahui letak lokasi dari perkampungan itu, kami bertiga diminta merahasiakannya, biar waktu dan Tuhan nantinya yang membukanya sendiri..

"Sik sik mbah.. nopo njenengan mboten kangen kalean Mojopahit?" (Sebentar mbah.. apa kamu(mbah) tidak kangen dengan Majapahit?) kata hendro yang mengunyah suwek/ubi dengan penasaran

" koen iku lugu opo goblok sih hend !?wes dikandani kok molai mau dalu, neg mbah buyut iku ngerti Mojopahit iku wes...!!!" (Kamu itu lugu apa bodoh sih hen !? Sudah diberi tau kok tadi malam, kalo mbah buyut itu ngerti Majapahit!!!) Jawabku tapi diputus oleh mbah buyut..

"Ngene lho ngger, aku wes ngerti pancen wes wancine Mojopahit wes gugur gunung, musno rojo lan rakyate, ilang bumi lan kratone, mbah wes ngerti lan ora kangen maneh,Wes digantekno karo Negoro Gulo Klopo" (Begini nak? Aku paham sudah waktunya Majapahit gugur gunung, musnah raja dan rakyanya, hilang bumi dan kratonnya, mbah sudah tidak mengerti dan tidak rindu lagi, sudah digantikan dengan Negara Gula Kelapa) jawab mbah sambil terlihat kesedihan yang mendalam..

"Mbah ngerteni iki ket mbah cilik ngger, bopo wektu iku ditekani tamu soko pemimpine Negoro Gulo Klopo, lha terus ngajak bopo, aku lan warga mudun gunung melu nyekseni kamardikan Negoro Gulo Klopo kui.. mung bopoku ora melu, ora gelem mudun gunung.." (mbah mengerti ini ketika mbah masih kecil nak, bapak mbah waktu itu didatangi pemimpin Gula Kelapa, terus mengajak bapak, aku dan warga turun menyaksikan kemerdekaan Gula Kelapa itu, cuma bapakku tidak ikut, tidak mau turun gunung..) jawab mbah buyut lagi untuk mempertegas jawabannya akan pertanyaan hendro "Gulo Klopo yoiku negoro sing panjine ono ning sandanganmu kui, Gulo iku abang, Klopo iku putih.." (Gula Kelapa yaitu negara yang panjinya ada di pakaianmu itu, Gula itu merah, Kelapa itu putih) tambah mbah buyut

Seketika kami semua memandangi jaket hendro dengan bendera merah putih di lengan kanannya Aku tidak menyangka, bahwa dulu semasa mbah masih kecil, sudah ada pemimpin/raja negara merah putih yang datang bertamu kesini

Siapakah Beliau? yang dimaksud mbah buyut sebagai raja/ pemimpin Negara merah Putih?? Hanya tanyaku yang tidak kunjung ku dapatkan jawabnya sampai sekarang

Apakah Bapak Proklamator Kita tamu tersebut?, atau...??? Siapa Beliau yangg dapat bertamu dg mudahnya ke perkampungan ini??

Jelaslah Beliau bukan orang sembarangan yang dengan mudahnya bertamu waktu itu.. Beliau adalah Raja Negara Gula Kelapa Beliau adalah Raja Negara Indonesia di kala kemerdekaan dengan Panji/Bendera Merah Putih nya...

"Mangkane ngger, ojo sampek negoromu kui ajor mumur gara-gara bab sepele, bab podo rebutan bener, bab kayakinan, bedo iku luwih apik ngger, mung kudu podo andap asor.." (Makanya nak, jangan sampai negaramu itu hancur gara-gara masalah sepele, masalah berebut asumsi kebenaran, masalah keyakinan/agama, berbeda itu lebih baik nak, tapi harus rukun dan saling toleransi) sambil tersenyum beliau mbah buyut menerangkan pada kami bertiga

Pagi setengah siang mulai terlihat di langit yang cerah.. "Wes ayo tak ajari ndelok bab toto coro lelono ning alas, ben koe kabeh ora kesasar.." (Sudah ayo saya ajari tentang tatacara berkelana di hutan, supaya kamu semua tidak tersesat) ajak mbah sambil tersenyum bijaksana

Mbah buyut mengajarkan kami juga cara-cara alam memberikan tanda agar tidak tersesat di alas blank/ alas suwung..

Karena beliau jugag bercerita ketika kecil ada kereto wesi muluk/pesawat yang jatuh disini, tapi itu bukan milik negara gula kelapa karena panjinya berbeda warna.. Mungkinkah pesawat Belanda di era penjajahan?? Ahhh.. "ENTAHLAH"

Kami diberikanya lontar dengan arah menuju puncak Semeru dengan tinta yang terbuat dari getah damar..

Matahari sudah tepat diatas kepala kami Maka tibalah perpisahan kami dengan warga perkampungan semeru yang ramah nan jelita..

Aku mulai memperhatikan semua ucapan mbah guna memberikan pengetahuannya tentang alam.. Suno pun mengamati apapun yg diwejangkan pada kami.. Bahkan si hendropun diam tanpa banyak bertanya..

"'Kabeh iku mung iso mbok delok sing setiti ati-ati ngger, ojok grusah-grusuh menowo netepno langkahmu" (Semua itu cuma bisa dilihat dengan cermat hati-hati nak, jangan tergesa-gesa jika menetapkan langkahmu) pungkas mbah buyut pada kami bertiga...

Beliau menitipkan lontar yang digambar dengan getah damar yang dibakar..

"Iki mengko koe kabeh tak gawani barang sitok-sitok sing gunane engko wae mbah terangno kabeh nganti jelas" (Ini nanti kamu semua saya kasih barang satu-satu yang pergunaannya nanti saja mbah jelaskan semua sampai jelas/paham) ucap mbah buyut kepada kami

"Enggih mbah" (Iya mbah) Ucap kami bersama

Siang itu merupakan siang yang penuh makna dihidup kami.. Kami diberikan ilmu apa saja tanaman di hutan semeru yang berbahaya bila kami terkena atau tak sengaja menyentuhnya..

Bukan hanya luka saja, bahkan dapat meregang nyawa hanya dengan menyentuhnya.. Sungguh... Suatu hutan dengan berjuta misteri, dari jin, demit, hewan buas, bahkan tanaman nya dapat mengambil jiwaku dari raga ini hanya dengan sekali gores saja..

Tak lupa juga mbah menunjukkan penawar dari segala apa yang nantinya menghambat atau mengganggu perjalanan pulang kami.. Yaitu...

Semuanya sangat mudah sebenarnya, ramuan yang dititipkan pada kami hanyalah garam.. "Hah.... garam??"

Sempat kami ingin mempertanyakan kepada mbah dari mana beliau dan warganya mendapatkan garam di hutan belantara ini, yang ku tahu garam dari laut dan ini di dalam hutan

TAPI.. Lagi-lagi tak elok dan tak sopan bila aku menanyakan pemberian tulus dari seorang yang menyelamatkan hidup kami

" Ndok mayang, garem iku podo kekno nang kakang-kakang mu iki, talenono kulit godong waru supoyo gampang nggawane, ojok sampek lali suwek kui bungkusen godong jati nggo sangune arek-arek kui" (Nak mayang, garam itu berikan pada kakak-kakakmu ini, ikat dengan daun waru biar gampang bawanya, jangan lupa suwek/ubi itu dibungkus daun jati buat bekal anak-anak ini) ucap tolong mbah buyut pada bidadari tak bersayap itu..

"Enggih mbah.." (Iya mbah..) jawab mayang lembut

Derkuku gunung wes manggung... Pitik alas wes melas... Landak jowo ugo wibowo... Cukup semanten asmoro kulo...

Derkuku gunung bersenandung... Ayam hutan hanyut di kenestapaan... Landak jawa berwibawa... Cukup sekian takkan kulupa...

Berat.......

Berat terasa perpisahan ini, ingin ku bertamu sekali lagi tapi apakah mungkin ? Apakah layak diriku merengek meminta pertemuan ini lagi ? Apakah pantas diriku memelas untuk tinggal sehari lagi ?

Kucoba bicara... " Mbah, umpami kulo nginep malih teng ngriki nopo angsal? Nopo njenengan mboten kroso abot lan antep mbah, kulo kepingin suwe kalian dik mayang... Eh maksud kulo kepingin nimbo kawruh kalian njenengan.." (Mbah, seandainya saya menginap lagi di sini apa boleh?

Apa kamu (mbah) tidak merasa berat dan kehilangan mbah, saya ingin lama sama dik mayang... eh maksud saya ingin menimba ilmu sama mbah..) kucoba bertanya walau dengan kepleset kata-kata itu Sepintas, semua orang yang dihadapanku memandangi wajah bingungku yang malu..

Dan.... Hahahhahaha..... Semuanya orang tertawa.....

"Masio matamu picek, atimu sik waras yow cok, ngerti ae neg ono perawan ayu.." (Meskipun matamu buta, hatimu masih sehat ya cok, tau saja kalau ada perawan cantik..) umpat hendro membuat tambah malu diwajah manisku

Tak kusadari, dia yang dipojokan gubuk diam menundukkan muka dan mematung entah apa yang dirasa.. dia yang kuanggap bidadari walau tanpa make up, tanpa lipstick, dan tentu tanpa sayap pula

Detak jantungnya mungkin tidak terdengar dariku, tapi aku yakin detak cintanya menusuk khalbuku

Tancap anak panah cinta cepat melesat tanpa terkira Untaian kata tak tertata mendapatkan maknanya Huh... Andai andaikan saja....

"Wis-wis ga usah diterosno lelakumu dino iki ngger, koe kabeh oleh manggon nginep masio pirang-pirang dino, pirang-pirang sasi, utowo pirang-pirang tahun, Tapi opo koe ga duwe keluarga, opo koe ora kepingin mulih..?" 

(Sudah-sudah tidak usah di teruskan perjalananmu hari ini nak, kamu semua boleh tinggal meskipun berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, tapi apa kamu tidak punya keluarga, apa kamu tidak ingin pulang..?) Ucap mbah menenangkan aku akan rasa malu ku

Aku senang bukan kepalang, mengetahui mbah buyut mengijinkan kami menginap semalam lagi di perkampungan alas b******

Tubuhku sesak penuh rasa hari ini Tubuhku membara malam nanti Tubuhku menegang karena cinta –Purnomo

Ku bertanya... Dimanakah barat? ku ingin menurunkan dahiku menyentuh tanah, kuingin tutup mataku dan tubuhku karena yang Esa Tuhan Terimakasih atas segala kemudahan yang Engkau berikan pada kami..

Siangpun berganti sore, waktu yg paling aku suka.. Aku dapat menikmati rona merah matahari senja di tembok alas semeru..

"May..ehh mayang ono sing iso tak rewangi? Opo njupuk banyu maneh koyo mau isuk? Ayooo.." "May..ehh mayang ada yang bisa saya bantu? Apa ambil aor lagi seperti tadi pagi? Ayooo..) ajakku padanya yang masih di pojokan gubug..

"Mboten mas, mboten wonten" (Tidak mas, tidak ada) jawab mayang

Mayang pun melangkah meninggalkanku dengan muka tersipunya.. Namun kudapatkan curi pandangnya dan senyuman manis padaku..

Perkampungan surga Memang hanya itu yang tepat untuk melukiskannya... Penduduk disini kebanyakan berkebun dan berburu, hanya itu saja yang dilakukan setiap hari...

"Wah.. njenengan mbeto nopo pak?" (Wah..anda bawa apa pak?) tanyaku pada salah satu warganya..

"Niki mas, angsal celeng teng lereng tritisan ranu kuning" (Ini mas, dapat celeng/babi hutan di lereng lembah jurang ranu kuning) jawabnya sembari menunjuk tempat berburunya... Ranu Kuning..

Jumlah warga disini tak terlalu banyak, setiap warga sudah mgetahui keberadaan kami, mereka tau kami adalah tamu dari orang yang mereka tokohkan.. Bahkan para pemudanya, sangat sopan kepada kami, walau aku mengetahui rasa cemburu akan keberadaankuu.. Ahhh... Biarkan saja

"Kulo nuwun kang, nopo njenengan sangking deso ngandap?" (Permisi mas, apa kamu dari kampung bawah?) Pertanyaan pemuda yang tak membuyarkan lamunanku

"Enggih kang, njenengan sinten asmane?" (Iya mas, kamu namanya siapa?) Jawabku beserta pertanyaan balik padanya..

"Lastika dewo kang, njenengan purnomo nggih?" (Lastika dewa mas, kamu purnomo ya?) Jawab pemuda itu seraya menebak namaku..

Lastika seorang pemuda yang gagah nan sopan, bukan tidak mungkin dia pemuda ter..... Ahhh.... masih lebih manis diriku Ucap batinku sambil melempar senyum padanya

"Menawi purun, monggo tumut kulo kang, mlampah teng alas ngandap mados bedes.." (Kalau mau, mari ikut saya mas, jalan ke hutan bawah cari kera/monyet..) ajaknya padaku...

"Asu encen arek iki, menungso dibedes bedesno... Iki sakjane ngejak gelut paling" (Anj*** memang orang ini, manusia di monyet-monyetin... ini sebenarnya ngajak berantem mungkin) batinku meronta


--------------------------
Judul : Haru Mahameru
Penulis : Balakarsa
Source : https://twitter.com/balakarsa/status/1244567424399114240?s=09
-------------------------
close