HARU MAHAMERU Part4
KisahNyata - Ku sanggupi ajakan pemuda itu walaupun suno dan hendro enggan meninggalkan gubuk dan klosonya mereka Pikirku ingin melayangkan godam pada pada pemuda itu Tapi apalah aku Yang hanya mampu bersembunyi dalam dawai dan nyayi teruntuk para lelaki tanpa putrid
"Pancene nglindur aku, neg arep gelut mesti ajor mumor awakku.." (Memang ngelindur aku, kalo mau berkelahi pasti babak belur tubuhku) Ucal batinku lagi
"Emmm... Opo gak bahaya kang? opo aku iso ngimbangi sampean? opo ...." (Emmm... Apa tidak bahaya mas? Apa aku bisa mengimbangi dirimu? Apa....) Jawabku penuh pertimbangan
"Wes tala.. njenengan ampun wedi kang, ono lastika dewo pasti aman selamet sentosa tanpo kelangan opo wae kang.." (Sudahlah.. kamu jangan takut mas, ada lastila dewa pasti aman selamat sentosa tanpa kekurangan apapun mas..) senyum lastika menjawab tanyaku
Langkahku ditemani senja serta kawalan lastika, kami berburu kera yang merupakan menu makan malam mereka.. Apakah kami mendapatkan kera buruan? Ah mataku ngantuk saja
"Wes dalu kang.. gak mbalik ae tha..? (Sudah malam mas...tidak pulang saja?) Ucapku agak heran padanya..
"Mboten nopo-nopo kang, pun biasane ngladak bedes niku dinten dalu.." (Tidak apa-apa mas, sudan biasa berburu kera/monyet itu saat malam) jawab lastika padaku seraya melempar senyum Sekian lama kita hanya duduk saja di rerumputan yang lebat dan.......
"Kulo sakjane ajeng tanglet teng njenengan kang, nopo kulo niki cocok kalian dik mayang?" (Sya sebenarnya mau tanya sama kamu mas, apa saya ini cocok sama dik mayang?) Pertanyaan yang sangat JANCOK dari lastika kepadaku
Aku tau sebenarnya dia mengajakku bukan untuk berburu kera, melainkan ingin mengujiku atau apalah... Aku diam seribu bahasa..
"Menawi kulo mboten cocok nggih mboten nopo-nopo kang" (Seandainya saya tidak cocok ya tidak apa-apa mas) ucap lastika lagi
Aku tau, banyak yang menginginkan mayangku.. aku juga paham perasaan para pemuda kampung itu ketika keberadaan ku yang singkat ini ternyata lebih menjadi perhatian mayang daripada mereka..
"Sampean umpamane kepingin mayang, monggo kang, kulo nggih mboten pantes kalian dik mayang" (Kamu seandainya menginginkan mayang, silahkan mas, saya juga tidak pantas sama dik mayang) ucapku pada lastika
Pandai dan santun, dua sifat itu yang ada pada lastika Dia sadar bahwa hanya dengan menjadi temankulah salah satu jalan mendapatkan pujaan hatinya, yang sangat aku inginkan juga..
Malam pun datang bersamaan suara burung dares yang menggambarkan kesedihanku... Ku ajak lastika untuk pulang, agar hati dan badanku bisa ku istirahatkan..
Pertemuan yang begitu bahagia seperti apapun, pasti akan ada perpisahan.. Malam itu aku tidak ikut berkomentar saat mbah buyut dengan teman-temanku bercengkrama dan saling bertanya juaaa..
Pikiranku hanya satu Aku harus dapat menghilangkan mayang demi kebaikan dia dan warga kampung alas bi***** Agar tidak ada hal yang bisa merusak ketentraman dan kesejukan para warganya
Tuhan..... Malam indah tanpa senyuman, malam penuh bintang juga penuh bimbang, malam sejuk namun dengan berjuta kesesakan dada.. Ku teteskan air mata ini dipipi, ku coba menghapus rasa sayangku padanya yang sempurna..
"Wes dalu, ayo podo turu, kesok yow iso gak iso koe kabeh kudu munggah lelono nglampahi alas suwung lan ranu kuning kui.. ojo sampek koe kabeh lemes mergo kurang turu" (Sudah malam, ayo tidur? Besok bisa atau tidak kalian semua harus naik berkelana melewati alas suwung dan ranu kuning itu.. jangan sampai kamu semua lemas karena kurang tidur) pinta mbah buyut padaku dan teman-teman ku
Kutahu malam itu ada dua telinga yang tidak pernah tidur hanya untuk mendengarku..
"Aku weruh koe durung turu dik, sepurane aku kudu ninggalke awakmu, duduk aku gak seneng utowo gak sayang, tapi aku sadar neg aku iki wong teko njobo, aku gak iso nyanding koe dadi garwoku.." (Aku tau kamu belum tidur dik, maaf aku harus meninggalkanmu, bukan aku tidak suka atau tidak sayang, tapi aku sadar aku itu tamu dari luar, aku tidak bisa menjadikanmu jadi istriku) ucapku pada dua telinga yang ada dibalik gedek pemisah gubuk kami
Sepanjang malam tak henti-hentinya aku meminta maaf tentang perkataanku, tentang semua sikapku, tentang semua apapun itu yang membuat gadis itu nyaman disampingku, yang membuat gadis itu tersipu malu padaku, maaf aku tak bisa bersanding denganmu...
Lirih namun masih dapat kudengar dengan baik.. Tangisan seorang gadis pada cinta pertamanya, tangisan pada asmara pertamanya..
Aku sadar aku salah, Aku sadar pemuda ini hanya pandai merangkai kata, Akupun sadar bahwa bintang pun ikut bersedih akan cerita cintanya..
Semburat fajar mulai menampakkan warnanya dengan susah payahnya menyibak sang embun
Pagi merupakan waktu yang aku takutkan kala itu... Pagi itu pagi perpisahan aku dengannya yang aku sayang...
"Opo wis podo tangi arek-arek kui ndok? Umpomo durung, yow tolong tangekno, supoyo iso budal nang alas nduwur" (Apa sudah bangun anak-anak itu ndok? Seumpama belum, ya tolong bangunkan, supaya bisa berangkat ke hutan atas) dengarku akan suara mbah buyut
"Njih mbah..." (Iya mbah...) Suara halus gadis pujaanku Dengan berjinjit, mayang melangkah ke gubuk depan tempat kami tidur
Perlahan dia membuka pintu... Kutatap mata sembab mayang pagi itu, aku tau dan aku yakin, yang kudengar malam itu adalah tangisan mayang gadis suciku...
Mayang pun berucap lembut seraya mencoba membangunkan kami "Kangmas, monggo diaturi mbah teng wingking, monggo podo siram lan nglanjutno perjalanane" (Mas, mari disiruh mbah ke belakang, mari pada mandi dan melanjutkan perjalanan)
"Monggo sedoyo sampun injing niki.." (Mari semua sudah pagi ini..) ucap mayang
"Sik-sik dik, opo oleh aku ngomong sitik nang sampean?" (Sebentar dik, apa boleh aku bicara sedikit denganmu?) Tanyaku padanya yang dibalas anggukan kepala
"Rong ndino iki aku ngaturno matur suwun dik nang koe, aku ugo njaluk sepuro umpamane gawe kesalahan dik may, aku yow njalok sepuro umpamane gawe loro koe sampek koyok ngene.." (Dua hari ini aku ucapkan terimakasih dik sama kamu, aku juga minta maaf jikalau membuat kesalahan dik may, aku minta maaf seandainya membuat kamu sakit sampai seperti ini..) ucapku padanya
Tetes bening itu keluar lagi dari mata indahnya, tetes bening itu mengisyaratkan rasa duka, Aku.. kenapa? aku tega membuat gadis itu menangis, tak bisa ku bayangkan pertemuan sesingkat ini ternyata membuat gadis suci ini nelangsa/dilema, maaf maafkan aku.
"Kulo mboten ngertos kangmas, rasane ati niki seneng wektu ketemu njenengan kolo wingi, tapi sakniki ati kulo rasane loro, kulo....."
(Aku tidak tau mas, rasanya hatk ini senang sekali waktu ketemu kamu kemarin, tapi sekarang hati ini rasanya sakit, aku...) Jawab mayang dengan sesegukan yang menyayat hatiku
Mungkinkah aku cinta pertamanya? atau apa? Yang pasti aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri yang telah tega menyakiti gadis itu
"Dik, aku ngerti karo opo sing mbok rasakno, nanging aku gak iso lapo-lapo maneh, koe ga iso mudun teko kene ugo aku yow gak iso ono ning kene, aku duwe bapak ibuk ning deso ngisor dik.." (Dik, aku tau apa yang kamu rasakan, tapi aku tidal bisa apa-apa lagi, kamu tidak bisa turun dari sini aku juga tidak bisa disini, aku punya bapak ibu di desa bawah dik) Ucapku menjelaskan pada mayang
Dia mayang, menceritakan bahwa dirinya dan sinta adiknya selalu ditinggalkan oleh orang yang mereka sayangi, mulai dari meninggalnya ibu mereka, selanjutnya ditinggalkan bapak mereka ke alam nirwana
Kenapa sekarang dia menyayangi seorang pemuda dan pemuda itu meninggalkan dia juga... Cerita kisah hidupnya dan juga pertanyaan nya yang tidak bisa aku jawab lagi itu memenuhi setiap relung tubuh dan jiwaku..
"Dik, koe ngerti karo lastika, iku sakjane wong lanang sing cocok sanding karo koe, lastika iku wong lanang lananging jagad nggo koe dik duduk aku.. umpamane koe arep tresno lan sayang karo wong lanang, kudune yoiku lastika.." (Dik, kamu kenal lastika, itu sebenarnya pemuda--yang cocok bersamamu, lastika itu pemuda yang sejati untuk kamu bukan aku.. seandainya kamu mau cinta dan sayang dengan laki-laki, harusnya yaitu lastika..) Tuturku lembut menjelaskan pada mayang sembari menatap wajahnya
Lama kami berbincang, lama aku memberikan pengertian kepada mayang, supaya dia memahami perbedaan kita yang tidak mungkin kita hilangkan...
Lalu... Ehhemm.. ehemmm " Wes tangi cah bagus" (Sudah bangun anak ganteng) batuk dehem/isyarat mbah buyut pada kami membuat aku gugup dan kaget
"Aku wes ngerteni opo sing mbok singitno ngger, aku wes paham, nanging umpamane koe arep melu cah lanang kui, aku yow ora iso nyegah, mung siji pitakonku, opo koe iso ninggalno aku, adikmu sinta, karo warga ning kene?" (Aku sudah mengerti apa yang kamu perbedatkan/pikirkan, aku paham,tapi seandainya kamu mau ikut pemuda itu, aku tidak bisa mencegah, cuma satu pertanyaanku, apa kamu bisa meninggalkan aku, adikmu sinta sama warga sini?) Ucap mbah buyut pada mayang
"Kulo mending teng ngriki mawon mbah, kulo mboten nopo-nopo sak estu.." (Saya lebih memilih disini saja mbah, saya tidak apa-apa serius) jawab mayang sembari menyeka air dipipinya..
Jawab seorang gadis yang lebih mengutamakan keluarga dibanding kebahagiaan hatinya jawab mayang yang lebih patuh pada mbah buyut sebagai pengganti orang tuanya..
Apakah dijaman sekarang masih ada gadis seperti dia? Apakah masih ada gadis yang selalu mengutamakan keluarganya, menjaga kehormatan dirinya dan warganya, apakah masih ada gadis yang selalu menundukkan mukanya demi masa perasaan cintanya..
Andaikan itu ada, hanya pemuda istimewa lah yang beruntung mendapatkan gadis itu..
"Sampun mbah, sampun.. kulo kalian kangmas pur sampun ikhlas kang jembar telogo ati mbah, ampun kuwatir.." (Sudah mbah, sudah.. saya sama mas pur sudah ikhlas lapang dada mbah, jangan kuatir..) jawab mayang sembari tersenyum lucu sambil menyeka air matanya yang masih menetes
Hanya wanita dari seorang gadis suci yang dapat menutupi kesedihannya dalam senyum bahagia itu..
Matahari mulai meninggi.... Hatiku sedih tapi aku selalu berharap bahwa pertemuan serta perpisahan kami adalah berkah dari Yang Esa Tuhan Pencipta Alam Semesta Perpisahan kami ditemani oleh semua warga kampung alas b***** tanpa terkecuali..
Kehangatan para warga kami rasakan.. mereka bagaikan keluarga kedua kami.. Mereka mengantar kami dan memeluk kami Mereka merasa kehilangan akan perpisahan itu
"Iling yow cah-cah bagus, opo-opo sing mbah kandani wingi kuwi nggo petunjukmu karo cekelanmu sok ning alas suwung lan sak teruse, selamet kabeh sampek panggonanmu kabeh tanpo kurang sak jumput nyowo lan rogomu" (Ingat ya anak-anak ganteng, apapun yang mbah katakan waktu itu untuk peganganmu nanti di alas suwung dan seterusnya, selamat semua sampai tenpatmu semua tanpa ada kurang apapun baik nyawa ataupun raga) Ucap mbah buyut sambil mengucapkan wejangan/nasihat
Kami anggukkan kepala kami sambil berjabatan tangan dengan mbah serta warga kampung bergantian..
"Saiki mayang iku kudu dadi wekmu kang, koe kudu iso ngrebut atine lan mbungano perasaane nang koe kang" (Sekarang mayang itu harus jadi milikmu mas, kamu harus bisa merebut hatinya dan membuat senang perasan nya untuk mu mas)
Aku sampaikan kata itu pada lastika waktu berjabat tangan dengannya.. Dibalasnya dengan anggukan dan senyum bahagia lastika..
Dan terakhir, tibalah aku pada mayang...
Gadis itu hanya menundukkan mukanya, mungkin memang hanya itu yang sangat elok dilakukannya disaat seperti ini Ku raih tangannya dan kutatap mata bening berhias bulu lentik itu, kuamati wajahnya yang sampai aku membungkukkan badanku..
Senyumnya semanis sungai nirwana kepada diriku... Oh Tuhan.. Gadis semanis dia harus aku tinggalkan, mungkin kelak aku bertemu dia lagi ketika memang benar-benar di nirwana.. entahlahhh Kubalas senyumnya dibalik wajah yang tetap menunduk itu...
"Dik mayang sing ayu, kakangmu iki pamit moleh yow?" ( dik mayang yang cantik, masmu ini pamit pulang ya? ) Ucapku sedikit sedih, tapi tetap harus tegar dan ikhlas
Aku titip kudu tetep dadi wong wanito, wani noto.. Noto ati.. Noto pikir.. Karo noto lakumu dik. Kudu iso milah milih lan molih,, milah barang apik lan olo, milih dalan urip sing digarisno pengeran, Molih nang panetepmu yaiku wong wadon..
Aku berpesan harus jadi wanita, Wani(berani) ditata Menata hati Menata pikiran Dan menata tingakah lakumu Harus bisa milah, milih dan (moleh) menjaga Milah(membedakan) barang baik dan buruk Milih jalan hidup yang digariskan tuhan Moleh(menjaga) kemantapanmu sebagai wanita
"Kuatno tekadmu yow kangmas, tetap dadio wong lanang sing tangguh, kudu dadi wong lanang sing iso ngalah ngalih ngamok" (Kuatkan tekadmu ya mas, tetal jadi pria yang tangguh, harus jadi pria yang ngalah, ngalih, ngamuk) ucap simayang membalasku..
Selamat tinggal pujaanku...
Masih hangat sinar mentari itu menandakan masih pagi.. Kami berjalan menyusuri tebing demi tebing, jutaan kerikil tajam, batu-batu terjal juga kami lewati untuk keluar dari kampung mereka, kampung keluarga kami yang kedua..
Sampai kami masuk lagi ke bagian alas suwung.. Kami hanya mengandalkan peta lontar dari mbah buyut.. Memang alas ini alas yang sama, namun kami bagaikan sudah hafal dengan setiap jalurnya, kami dengan mudah mendapatkan dan menemukan setiap titik tanda dari peta tersebut
Walaupun pada waktu itu kami baru tau kalau arah mata angin bisa dilihat atau ditemukan pada kode alam, yaitu dari letak lumut yang menempel disetiap batang tumbuhan besar... Mungkin mudah dan sudah banyak yang tau kode lumut batang kayu ini..
Tapi bagi kami, ini hal baru. Lumut akan berwarna hijau disisi sebelah timur, dan lumut yang menguning kehitaman ada disebelah barat.. dengan mudahnya kami mendapatkan arah angin ini semat-mata karena pengetahuan yang diberikan oleh mbah buyut kepada kami bertiga..
Jengkal tanah alas suwung/blank kami pijak bersama hembusan angin tipis saat sepatu kami menginjak pijakan di alas suwung
"Jancok, tibakno nggampang yow liwat alas kene iki, gak koyok pas wingenane iku.." (Jancok, ternyata ganpang ya lewat alas sini, tidak kaya kemarin itu..) ucap hendro tidak henti-hentinya mengumpat kebodohan kami
"wes diwarai ojok misoh kok koen iki hen, cangkemu iku opo gak tau diselameti tha?? Rinio tak tapuk sepatu" (Sudah diajari jangan mengumpat kamu itu hen, mulutmu apa tidak pernah diselametin?? Kemari aku tabok sepatu) ucap suno jengkel akan semua umpatan-umpatan dari si hendro
Aku tetap diam dengan anganku, angan kehilanganku akan gadis, kampung, dan warga disana..
"Sakjane neg aku gak sekolah, paling mending aku ono neg alas b***** rek, aku seneng karo keasrian alam lan isine" (Sebenarnya kalo aku tidak sekolah, mendingan aku di alas b***** bro, aku suka sama keasrian alam dan isinya) ucapku pada keduanya
"Sakjane koen iku mek kroso kelangan si mayang yow pur, gak lebih hehehe" (Sebenarnya kamu itu cuma merasa kehilangan si mayang ya pur, ngga lebih hehehe) ucap suno padaku
"Njajal gak ono arek wedok ayu nok kono, sing ono wong tuo tuo kabeh, mesti wes mlayu molai winginane koen le" (Coba ngga ada anak gadis cantik disana, adanya orang tua semua, pastj sudah lari dari kemarin kamu le) ucap suno sambil mengejekku
"Koen wero cok, mau dalu koen ngeciwis ae, karo ngomong sayang-sayangan karo si mayang iku? Sak jane aku karo suno gak turu cok, aku kok yow mesam mesem tapi yow kroso sak aken nang awakmu karo mayang, 'cinta beda yang tak pernah sampai' jare.."
(Kamu tau cok, tadi malam kamu-ngomong terus, sama sayang-sayangan dengan si mayang itu? Sebenernya aku dan suno tidak tidur cok, aku ya mesa-mesem tapi ya merasa kasian sama kamu dan mayang 'cinta beda yangyang tak pernah sampai katanya'..) ucap si hendro menambah tertawa mereka berdua..
"Mangkane dadi pemuda iku sing akeh pacare, ojok jombla jomblo ae, kenal sepisan wes arep dijak rabi, lha koen iku opo yow podo karo kewan tha... Hehehehe" (Makanya jadi pemuda itu yang banyak pacarnya, jangan jombla jomblo aja, kenal sekali sudah mau diajak nikah, lha kamu itu apa ya sama dengan hewan.. hehehe) ejek si hendro menambah kelucuan itu
Aku ini manusia yang mempunyai citra, rasa, dan karsa.. akan tetapi ketiganya tak berguna tatkala cinta sudah bicara..
Batu dengan diameter lebih dari 6 meteran itu menjulang bak permata hitam diatas tanah, namun anehnya seperti ada mural-mural halus berwarna merah Apakah itu mural masyarakat purba, atau ada orang sebelum kami yang datang kemari? ahh itu tidak lah penting bagi kami..
Dihari ke enam ini kami diharapkan sampai di atas batu suryo moncer ( surya terbit ), kenapa area itu disebut dengan nama itu, akupun kurang tau Bahkan si hendro yang sering bertanya kepada mbah pun, tidak mengetahui artinya..
"Kok iso dijenengno watu suryo moncer yow, padahal ga kenek sinar mentari blass.. malah kesanne deket dedet iki kakean rendetan.." (Kok bisa dinamai batu surya terbit ya, padahal tidak kena sinar mentari sama sekali..malah kesannya gelap gulita tertutup semak belukar) celetuk suno persis dengan apa yang aku pikirkan Yang penting bisa selamat dari alas suwung/ blank saja sudah sangat lebih dari cukup bagi kami
Dari sebelah kanan kami keluarlah pasukan putih berkuncung .. " Cok! ati - ati ono pocongan iku ning sampingmu" (Cok! Hati-hati ada pocong itu disampingmu kata hendro sambil menarikku..
Di tempat itu kami mendapatkan sambutan kurang begitu mengenakkan ada sekitar tujuh pocongan diatas kanan, dan puluhan lainnya dibawah kami...
Pocongan itu keluar dari sela-sela pepohonan, kenapa dihutan seperti ini ada pocong?? Muka yang terkelupas dengan sedikit daging membusuk, mata yang gosong namun memendam rasa kebencian yang teramat dalam..
Mau tidak mau kami harus siap mental berhadapan dengan pocong-pocong itu
Kejutan apalagi yang akan mereka dapat di dalam alas suwung Ternyata kisah ini masih sangat panjang Saya akan sambung di
--------------------------
Judul : Haru Mahameru
Penulis : Balakarsa
Source : https://twitter.com/balakarsa/status/1244567424399114240?s=09
-------------------------