Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HARU MAHAMERU Part7


KisahNyata - Kulihat samping jauh sana suno masih duduk lemah bersandarkan kayu besar dan masih mengerang kesakitan

Nyai buto pun seakan tak bertulang, lemah tak berdaya Hanya aku... Aku saja yang takut bingung dan sedih

Sikapku yang ku tunjukkan tadi, dengan berteriak lantang menantang dewi ****** seakan sirna tertelan kesunyian malam Hanya tangisku yang aku suguhkan dirimba raya Semudah itukah???

Sikapku yang ku tunjukkan tadi, dengan berteriak lantang menantang dewi ****** seakan sirna tertelan kesunyian malam Hanya tangisku yang aku suguhkan dirimba raya Semudah itukah???

Apakah kami tidak dapat perlindungan dari Tuhan Atau inikah murka Tuhan yang harus kami terima

Kebodohanku mengakibatkan semua ini terjadi Kebohongan ku yang membuat mereka, teman-teman ku merasakan akibatnya Serta congkakku yang menciptakannya kebodohan ini

Kubopong tubuh tanpa kepala hendro, kuambil dan satukan dengan kepalanya yang putus Ya Tuhan... Bahkan mata hendro masih terbuka dan terlihat tetes air mata yang hampir mengering....

Otakku mendidih menyaksikan itu semua, apakah ada orang waras yang mampu melihat bila menyaksikan hal itu tertimpa pada temannya

Aku.... Aku mungkin gila, hatiku mungkin hancur Aku kuatkan mentalku, Aku waras!!! aku waras!!! aku waras!!! Hanya itu yang aku ulangi untuk membuat diriku stabil akan goncangan mental yang aku saksikan malam itu

Malam sangat lama, malam terlama yang kurasakan Aku berteriak sekuat tenaga meminta pertolongan, namun.. Kosong, hanya itu yang kudapatkan

Dengan tubuh diseret karena masih lemas, suno menghampiri ku Aku masih melihat rangkakan suno menghampiriku, penuh duka dan tidak percaya akan hal ini

"No, hendro mati no, aku kudu yok'opo maneh no? aku gak kuat no...." (No, hendro mati no, aku harus ngapain lagi no? Aku tidak kuat no...) ucapku pada suno yang sudah mengering air matanya bercampur tanah dipipinya

Aku sadar, merengek pada orang yang tak kuat berdiri bukanlah sikap seorang pemuda yang berjiwa ksatria, hanya pemuda lembek yang mengeluh pada keadaan Bahkan tak pantas aku yang masih kuat merengek pada temanku yang lemah itu

Aku masih memandangi tubuh hendro yang masih terbujur kaku dengan kepala yang terpisah, darah masih mengucur dari tubuh hendro Kulihat suno, matanya sembab, tubuhnya lemas dan hanya bisa merangkak ke arahku memdekap hendro, suno dengan raut wajah kesedihan yang mendalam

Siapa yang tidak sedih? Siapa yang tidak berduka? Perjalanan yang aku kira akan baik-baik saja, malah menjadi perjalanan duka penuh lara

"Wes talahhh le, kabeh iku wes digarisno Gusti Pengeran, pokok'e awak dewe iki kudu usaha melaku sampek teko ranu pani, iso gak iso kudu iso lee,mung awakmu sing iso metu teko alas iki le.. tinggalen aku karo hendro neng kene, pokok e koen kudu selamet lee.."

(sudahlah le, ini semua sudah digariskan oleh tuhan, pokoknya kita harus berusaha berjalan sampai ranu pani, bisa tidak bisa harus bisa le, cuma kamu yang bisa keluar dari alas ini le.. tinggalkan aku dan hendro disini, pokonya kamu harus selamat le..) pinta suno padaku

Bagaimana aku bisa? Aku yang mengajak teman-teman ku ke lubang neraka ini, mengajak menelusuri jalur ini Menjajaki setiap jengkal alas semeru ini

Aku tidak bisa meninggalkan mereka berdua, andaikan mereka mati disini, aku juga harus mati disini

Jiwaku kubakar Akalku kugunakan Tubuhku kukuatkan

Kalau memang aku harus mati disini, paling tidak aku harus membunuh siapapun yang membuat kami seperti ini

Aku berdiri dan melangkah ke yai buto, aku pukuli tubuhnya yang lemah, aku guncang rambut gimbalnya yang lusuh, agar dia bisa bangun dan mengantarkanku.

Ya.... Mengantarkanku kepada dewi ******

Yai kubangunkan supaya mengantarkan ku untuk berperang. Atau setidaknya berusaha membuat dendamku terbalaskan, walau aku aku tak yakin mampu mengalahkannya..

"Dewi ****** JANCOK!!!?. Entenono tekanku, ayo perang tanding sak bejate, nyowomu opo nyowoku sing sik iso ono ning ndunyo iki" (Dewi ****** JANCOK!!!. Tunggu aku, ayo perang tanding seganasnya, nyawaku apa nyawamu yang akan ada didunia ini) umpat ku tanpa perhitungan lagi

"cok jancok.. ayo yai tangio koen saiki, terno aku nang keraton dewi ******, ojok katek lemes koen koen yai.. ayo ndang tangi.."-

-(Cok jancok.. ayo yai berdiri kamu sekarang, antar aku le keratom dewi ******, jangan terlihat lemas kau yai.. ayo cepat bangun tambahku pada buto yang ketaku

Entah ketakutan apa dan kepada siapa... Emosi yang memuncak dengan ke tidak warasanku, seperti memberikan energi tambahan kepadaku, kunaiki bahu yai buto dengan berpegangan pada rambutnya, kutarik kasar agar dia segera melangkah kan kakinya.

"Demit rojo buto ngakune , tapi kok malah kalah karo demit wadon, neg koen sampek gak wani ngeterno aku, tak raupi taek cangkemmu"-

"Setan raja buto ngakunya, tapi kok kalah dengan setan wanita, kalo kamu sampai tidak berani mengantarku, aku basuh/suapi kotoran ke mulutmu) semua umpatan-umpatan keluar dari mulutku yang tak lagi manis.

Rogoku rogo wesi, Nyowoku nyowo sutro segoro, Ucapku ucap landep angkoro murko, Wetonku weton maling aguno, Cecepen getihku rusak gorok'anmu, Kramusen daging gajihku buyar ajur ati sak isi wetengmu.

Kenapa aku bisa merapal mantra itu, semua karena ucapanpan yang diajarkan mbah buyut waktu itu.

Benar aku masih waras, aku bukan seorang yang hilang ingatan, tidak akan ada orang waras yang kuat dengan segala cobaan ini, aku YAKIN! mungkin banyak yang ingin melakukan perjalan sejuta kengerian ini. tapi apa guna?

Aku tak akan melakukannya lagi walaupun semua itu demi satu atau beberapa keinginan yang belum kutemukan jawabannya....

Tuhanku menciptakan alam semesta tidak hanya yang bisa dinalar oleh kata dan akal, namun Tuhan ku menciptakan dunia juga dengan segala misteri Nya....

Tubuh ini.... Tubuh kecilku ini terasa panas, terasa berisi, tatapanku terasa jernih, aku bisa melihat semua demit yang ada di hutan itu. Aku bisa melesat cepat mengimbangi gerak tungganganku. Tunggangan dari pundak sesosok rojo buto.

Benar-benar aku sudah masuk kedimensi lain, kami dicegat oleh beberapa demit kasta rendahan, Kuporak-porandakan apapun yang menghalangi kami menuju keraton itu. Sampai......

Wahh.... Kebetulan sekali, kami dicegat tiga buto sekaligus sebagai samputan pertama.

Kuhajar ketiganya tanpa ampun. Kurobek mulut buto pertama sampai lepas rahang bawahnya, kucongkel mata besarnya dengan tangan kecilku ini tanpa kesulitan apapun, dan aku robek dada serta mengeluarkan jantung dari rongga dadanya..

Kukunyah mentah-mentah jantung sebesar buah kelapa... Darah hitam berbau arus membasahi mulut sampai dadaku....

"Munduro sak durunge koen kabeh tak pateni koyok koncomu iki, tak tuklek-tuklek belungmu neg sampek ngalangi langkahku" (Mundurlah sebelum kalian semua kubunuh seperti temanmu ini, kupatah-patahkan tulangmu kalau samapai menghalangi langkahku)

Suara keras dan bergetar itu keluar dari mulutku. Bahkan sampai yai buto saja terlihat takut bukan main saat melihat kemarahanku.

"Koen kabeh buto, aku yow buto, koen sekti aku luwih sekti" (Kamu semua buto, aku juga buto, kamu sakti aku lebih sakti) Wha..haha..haaa!!! sesumbarku dan tawaku pada semua demit berwujud buto berkepala kerbau itu.

Perlahan tapi pasti, para demit itu mundur dan lari meninggalkan kami.

Kejadian yang aku alami itu membuat tubuh yai buto bergetar hebatnya.

" Ayo yai, diterusno lan dirampungno urusan iki, tak tugel gulune tak ajurno ndase saiki yai" (Ayo yai, diteruskan dan diselesaikan urusan ini, aku patahkan lehernya aku hancurkan kepalanya sekarang yai) ucap amarahku pada tungganganku

Dengan sigap yai buto mengangkatku dan meletakkan dipundaknya. Yang terasa aneh padaku, dari tadi yai buto tak bicara apapun, dia diam membisu dalam gemetar tubuhnya. Mungkinkah dia takut pada dewi ****** atau takut pada diriku? Ahhh... entahlah....

Perjalanan kami lanjutkan menuju sebuah istana, istana yang kata yai buto adalah Keraton dewi ******.

" Wes... aku mandek neng kene, aku ora iso mlebu nang jerone kawasan keraton kang..." (Sudah... aku berhenti disini, aku tidak bisa masuk ke dalam kawasan keraton kang..) ucap yai memanggilku dengan sebutan kakang.

Kenapa sesosok buto memanggilku kakang/ kakak, apakah aku sudah berubah bentuk? Ahh..... Tak kuhiraukan ocehannya, tanpa basa-basi aku langsung masuk ke dalam kawasan keraton.

Seperti sebelumnya, aku dihadapkan pada beberapa rintangan. Aku dihadang demit dengan bermacam-macam wujud dan bentuknya, serta kesaktiannya yang aku sendiri kewalahan untuk meladeni pertempuran demi pertempuran.

Aku meyakinkan diriku bahwa aku manusia, derajatku lebih tinggi dari mereka. Tumbang satu maju sepuluh, tumbang sepuluh bertambah seratus. Bayangan hitam yang entah apa itu juga ikut mengeroyokku.

Sampai akhirnya.....

Semalaman penuh aku bergelut dengan demit-demit itu. Mentari pagi keluar bagai perisai tubuh ku... Aku yang sedang kelelahan bagaikan dilindungi dan terbantu oleh sinar mentari...

Semua demit dihadapanku mundur dan lari lenyap terbawa angin. Tinggal diriku sendiri di pinggiran ranu.

Ranu dengan air jernihnya yang memancarkan kilau kuning, kilau yang membuat semua mata akan terkagum-kagum karena keindahannya.

Namun tetap.... Aku tetap mencari penguasa ranu ini, penguasa yang memenggal kepala temanku, yang membunuh hendro.

Kuberjalan melingkari ranu itu, namun sangat berbanding terbalik dengan tadi malam. Tak tampak sedikitpun bangunan keraton yang megah itu lagi.

Sepanjang ku berjalan hanya hamparan air jernih itu yang tampak. Sampai kakiku lelah sekali mencari dan mencari, namun tak kunjung ada. Agak jauh disana, kulihat ada bayangan seseorang.....

Seseorang, seperti wanita. " Ahh.. opo sing tak lakoni seh, kok mesti ketemu wong wedok, opo kabeh demit iku wujud wong wedok?" (Ahh.. apa yang kulakukan sih, kok pasti bertemu wanita, apa semua setan itu berwujud wanita?) batinku seraya mendekati bayangan itu

Jauh..... Memang lumayan jauh aku berjalan Kusibak tanaman menjalar itu guna memudahkan langkahku. Sampai aku tepat, tepat didepan wanita itu.....

Kuamati wanita itu dari ujung kaki sampai ujung kepala.. Aku bertanya, "Sampean sopo ono neg kene, opo sampeyan sing dadi ratune demit ning ranu kuning?" (Kami siapa kok disini, apa kamu yang jadu ratunya demit di ranu kuning?) Ucapku Tanpa basa basi

"Ojo meneng ae koyok wong bisu, ngomongo.... jawaben pitakonku iki" (Jangan diam saja seperti orang bisu, bicaralah... jawab pertanyaa ku ini) Tambahku.

"Jancok! asu matane picek, ditakoni njegidek ae koyok watu kebungkus lemah" (Jancok! Anjing matanya buta, ditanyai diam saja seperti batu yang di bungkus tanah) Umpatku.

Mas.... kangmas....... (suara wanita memanggil)

Ada panggilan dari arah belakangku, seketika aku membalikkan badan.... Dan..... Aku melihat wanita yang lari kearahku, sampil melambaikan tangan dan memanggil-manggil "kangmas" padaku.... Siapa lagi wanita yang lari itu?

Kudapati gadis kecil dengan muka yang hancur..... Siapakah dia, apa yang ingin dikatakannya padaku sampai dia berlari sambil memanggilku....

"Kang... kangmas... ojok mbok terusno, iku jurang klatahakan, awakmu iso kecemplung mati" (Kang... kangmas... jangan diteruskan, itu jurang klathakakan/jurang batu yang dalam, kamu bisa jatuh mati) Ucapnya.

Ku balikkan lagi badanku, benar sekali tepat sejengkal langkah lagi, aku bisa jatuh dan tak tahu lagi nasibku....

Kenapa ada gadis kecil ini saat aku akan celaka.... Sungguh miris..... Gadis kecil dengan wajah hancur itu akhirnya menceritakan siapa dia dan kenapa ada disini...

Ternyata ini semua disebabkan oleh orang tuanya sendiri, yang menumbalkannya hanya untuk mendapatkan kesaktian. Mungkin orang tuanya sekarang masih hidup, namun sudah tua Tapi kesaktiannya tiada tara.

Cerita yang mengharukan dan sangat memilukan... Bagaimana tidak, pada usia masih belia dia sudah dijadikan tumbal dan menjadi budak dari demit hutan ini.

"Sopo jenengmu ndok, asalmu teko endi?" (Siapa namanu ndok, asalmu darimana?) Tanyaku penuh iba padanya.

"Jenengku wati kang, aku teko kulon gunung ******%%%%" (Namaku wati kang, aku dari barat gunung ******%%%%) jawabnya biasa saja.

"Njenengan sedoyo dipun aturi pinarak teng nggriyone mbah ratu dewi" (Kaliam semua disuruh mampir ke tempatnya mbah ratu dewi) Tambah dan ucap wati padaku.

Sekian kalinya aku merasa aneh, kenapa sekarang aku malah diundang ke keraton dewi ******, padahal sepanjang malam aku perang tanding hanya untuk masuk ke keraton nya. Kenapa sekarang aku malah di undangnya?


-------------------------
Judul : Haru Mahameru
Penulis : Balakarsa
Source : https://twitter.com/balakarsa/status/1244567424399114240?s=09
------------------------
close