HARU MAHAMERU Part8
KisahNyata - Bismillahirrohmanirrohim bumi gonjang-ganjing, langit kelap kelip. Ora ono sing ora mungkin kalih KUASANING GUSTI PANGERAN
Kutanyakan apa yang membuatku aneh tersebut kepada si wati. Dan jawabannya cuma " Kulo mboten ngertos kang, kulo mung diutus nyampekno pesene mbah ratu dewi " (Aku tidak tahu kang, aku cuma disuruh memyampaikan pesannya mbah ratu dewi)
Tanpa pikir panjang aku iyakan ajakannya.
Air ranu yang tenang tiba-tiba membelah membentuk sebuah jalan. Sempat aku ragu akankah aku ditenggelamkan setelah masuk kedalam ranu ini.
Ahh... Biarkan sudah kalo memang ini takdirku, aku pastilah mati....
Kuturuni jalan itu semakin lama semakin dalam. dan..... Ditengah ranu kuning ternyata terdapat keraton dewi ******, dan aku disambutnya dengan lembut.
Kenapa... Kenapa lagi tanyaku, kenapa aku disambutnya dengan baik Bukannya tadi malam aku sudah habis-habisan dibuat takut dan ngeri...
Beda dengan tadi malam, kini yang kulihat wajah dewi sangat cantik teduh dan meneduhkan hati. Dimulutnya tak tampak taring runcing itu lagi.
Drama apa yang akan mereka lakukan padaku...? Lakon apa yang direncanakannya padaku...?
"Anak lanang sing ngganteng, koe wes paham karo opo sing tak karepno? Opo koe wes paham opo sing kudu tak wenehno nang awakmu?" (Pemuda yang tampan, kamu sudah paham dengan apa yang kau inginkan? Apa kau paham apa yang harus aku berikan padamu?) Ucap dewi padaku
"Jelas aku gak wero, tapi aku kudu nagih janji, koen sak piturutmu kudu nuruti kabeh ucapku" (Jelas aku tidak tahu, Tapi aku harus menagih janji, kamu dan pengikutmu harus menuruti semua ucapanku) jawabku dengan menahan umpatan-umpatan kasar padanya
Dewi ****** pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya padaku....
"Opo sing mbok karepno cah ngganteng, opo koe kepingin sekti mondro guno, kepingin sugih sak sugihe? Opo pilihen." (Apa yang kau inginkan pemuda tampan, apa kamu ingin sakti mandra guna, ingin kaya raya? Apa pilih saja.) Ucapnya lagi
"Aku kepingin koen dadi babuku dewi, opo sing tak jalok kudu langsung koen turuti, menowo aku njalok nyowomu kudu mbok kekno, opo koen sanggup... hahahhaa"
(Aku ingin kamu jadi pembantuku dewi, apa yang aku inginkam harus langsung kamu turuti, jika aku minta nyawamu harus kau berikan, apa kamu sanggup... hahahhaa) jawabku congkak.
Kulihat kegeraman dan amarah dimatanya, namun aku yakin dia akan mengabulkannya... Kalaupun tidak, semua apa yang dia janjikan akan merusak kesaktianya ( mbalik balak).
Dia pun berjanji akan jadi babu/pembantu ku, dan akan menuruti semua kemauanku dengan syarat wolongsuro (delapan suro).
"Saiki balikno aku nang nduwur alam kasunyatan, uripno koncoku, tuntunen aku metu teko alas iki tanpo alangan" (Sekarang kembalikan aku ke alam atas alam nyata, hidupkan temanku, tuntun aku keluar dari alas ini tanpa halangan) Pintaku pada dewi.
Seketika itu aku sudah ada di pinggiran ranu, aku berdiri sendiri tanpa ada satu orangpun Hanya ditemani dewi ****** dan wati.
"Jancok! endi koncoku sing mbok janjino, endi suno endi karo hendro koncoku iku!" (Jancok! Mana temanku yang kau janjikan, mana suno dan hendro temanku itu!) Umpatku tak sadar lagi kukeluarkan
Tersenyumlah dewi ******.... "Koe ngerti opo sing mbok lakoni wayah wau dalu, iku ngono sejatine tingkah polahmu cah lanang" (Kamu mengerti apa yang kau lakukam tadi malam, itu adalah sejayinya tingkah lakumu pemuda) Ucap ratu dewi.
"Kui ngono gambaranmu karo konco-koncomu...." ( itu adalah gambaranmu dan teman-temanmu....) Tambahnya.
"Sing mbok delok waktu aku medot gulu ndase konco lanangmu kui kerono maksud duwe endas tapi ga gelem gawe endase soyo kang apik, pikire rusak, cangkeme seneng misoh, motone digawe ndeleng barang-barang sing olo"
( Yang kamu lihat waktu aku memutus kepala temanmu itu karena dengan maksud punya kepala tapi tidak mau membuat kepala semakin baik, pikirannya rusak/kotor, mulutnya senang berbicara kotor, matanya untuk melihat hal-hal yang buruk) Ucap dewi.
"koe ngerti gambarane wong sing seneng singitan tapi soyo kepingin menang lan dianggep wong agung, yoiku konco lanangmu sing sitok maneh kui, duwe awak tapi ora guno, ora iso dinggo lapo-lapo, isone mung nyeret awake nganti lemes,"
(Kamu tahu gambaran orang yang suka merasa iri/benci tapi semakin ingin menang dan dianggap pahlawan, yaitu temanmu yanh satu lagi, punya badan tapi tak berguna, tak bisa apa-apa, bisanya menyeret badannya sampai lemas," tambahnya lagi...
"Koe ngerti opo sing mbok sandang saiki cah ngganteng? koe koyo buto, soyo angkoro murko mbok sandang ono ndas awak lan gegermu cang ngganteng, lakumu koyo buto, rojo buto iku yow wujud aslimu nang alas suwung kui..."
(kau tahu apa yang kau pakai sekarang? Kau seperti buto, semakin angkara murka yang kau pakai di kepala dan punggungmu itu anak tampan, kelakuanmu seperti buto, raja buto itu ya wujud aslimu di alas suwung itu...) ucap dewi ****** padaku.
Baru kusadari. Semua tentang aku tentang kami, semua itu ciri perwatakan dari diri kami masing-masing.
Apakah aku ini.... Apakah ada sesosok buto ditubuhku, apakah suno akan sembuh dari lumpuh layunya, dan apakah si hendro hidup dengan tubuh lengkap memakai kepalanya yang lepas... Hanya itu yang sangat amat aku inginkan sekarang.
"Dewi... Aku njalok (minta) ......." Ucapku pun diputusnya.
"Ssssttttt... aku ngerti karo opo sing mbok karepno, entenono nganti wayah sorop.." (Sssstttt... aku mengerti apa yang kau inginkan, tunggulah sampai waktu gelap..) Ucap dewi padaku.
"Menowo koe mbutuhno aku, ucapno jenengku mbah ratu dewi ******." (Seandainya kau butuh aku, ucapkam namaku mbah ratu dewi ******.) Suara itu hilang beserta dewi ******.
Aku duduk dipinggiran ranu itu, sambil menunggu waktu senja. Apa yang akan aku temukan? Yang aku inginkan hanya keselamatan ku beserta teman-temanku....
Sinar surya meninggi diangkasa... Memasung bayang dari anak manusia... Tak dapat kurasa....
Sampai malam aku tak menemukan apapun disana, aku tetap duduk... Tatap mataku tetap penuh angan.... Angan dimana semua tak sirna dan selalu indah....
Andaikan aku tak melakukan perjalan ini, mungkin aku dapat menikmati liburanku dengan tenang... Mungkin teman-teman ku dapat bercengkrama dengan keluarganya sekarang...
Aku menangis.... Tangisku bukan karena kesedihan, Tangisku karena kebodohan seorang yang belum mengerti tentang kehidupan....
Aku merabah kantong jaketku... " Opo iki?" (apa ini?) batinku sambil mengeluarkan benda dari kantong.
Betapa terkejutnya aku.... Selama ini aku membawa belati, belati dari tembaga dan besi aji yang berwarna kuning kecoklatan..... Dari mana datangnya belati ini??? Tanyaku dalam hati.
"Iku gaman teko kerajaanku cah bagus, gawe'en umpomo koe ono alangan.." (Itu pusaka dari kerjaan anak tampan, pergunakan seandainya kamu ada halangan/rintangan..) lagi-lagi suara itu, ada suara tapi tak ada orangnya... Seperti suara mbah buyut....
Suara yang dingin menenangkan, Suara lembut nan bijaksana... Tapi buat apa belati ini, kenapa harus aku yang mendapatkan belati ini....
Aku melihat dikejauhan ada beberapa sosok yang mulai mendekat.... Siapakah mereka...? Apakah mereka golongan demit yang akan mengoyakkan dan mencabik-cabik dagingku...? Atau mereka???
Ah sudahlah... Kutunggu saja ditempatku duduk disini, sambil aku merogoh kantong jaketku... Apa ini??? Benda apa yang ada dikantong jaketku ini??? Kukeluarkan.....
Kurabah.... Kenapa belati ini ada di jaketku, padahal aku tak pernah memiliki belati ini.....
pakah mbah suyut memberikan ini padaku kemarin....? Tapi..... Biarlah ini akan kupakai untuk menyelamatkan teman-temanku atau sekedar sebagai penyelamat diriku sendiri....
Belati model mojapahit ini aku pegang ditangan kananku, sambil menunggu beberapa sosok yang mendekat padaku....
Tak terasa waktu bergulir sangat cepat.... "Jancok... Sik isuk wes ate ditantang gelut, gak kate mundur aku saiki, perang tanding didelok disek, nyowoku opo nyowomu sing ilang,"-
-(Jancok... masih pagi sudah ditantang berkelahi, tidak akan mundur aku sekarang, perang tanding dilihat saja dulu, nyawaku atau nyawamu yang hilang) Umpatku dalam hati seraya menghilangkan rasa takut yang selalu menyelimuti
Lama.... Lama memang terasa dari kedatangan sosok itu, tapi aku tetap tak gentar, tak goyah, bahkan aku tak pernah menggeser posisiku yang awalnya duduk kemudian berdiri...
Biar awan mendung tak ada, sinar matahari panas membara, peluh membasahi kepala dan badanku, aku akan tetap.... Tetap siap andai ini waktuku, mempertaruhkan nyawaku....
Sayup riuh burung tak lagi kudengar... Lolongan anjing belum saatnya berkumandang... Apa ... Apa saja perasaanku bercampur aduk dalam nestapa.... Tuhan....
Jiwaku meronta-ronta haus akan darah.... Darah para demit yang selalu mengganggu, menekan, bahkan membunuh salah satu temanku...
"koe, ora usah bingung.. iku ngono koncomu." (Kamu, tidak usah bingung.. itu adalah temanmu) ucap mbah ratu dewi. Tersentak hatiku.... Apakah benar?
Semakin dekat.... Kulihat dengan rasa haru, temanku suno sedang berjalan dengan memapah hendro yang.....
Masih tanpa kepala... Namun kenapa hendro bisa berjalan sampai sejauh ini?
Tak masuk akal.... Apakah selama ini kami ada didalam dunia tak kasat mata? Apakah dimensi ini, apakah kami dialam penuh dengan demit dan segala tanda tanyanya. Aku bingung dengan berjuta tanya dihatiku... Dan....
Kukejar mereka... Kurangkul tamanku itu... Tangis... Hanya tangis yang aku berikan pada mereka berdua. Bahkan mengucap maaf saja tak dapat kukeluarkan dari tenggorokan ku ini...
"terus yok opo iki nasibe koncoku, endi ndase koncoku, tulong balikno nyowo koncoku mbah ratu" (Terus bagaimana nasib temanku, mana kepala temanku, tolong kembalikan nyawa temanku mbah ratu) pintaku padanya yang dengan anggun tetap tersenyum padaku.
"Tak balikno koncomu jangkep endas, awak sak nyowone, mung koe kudu dadi anakku" (Aku kembalikan temanmu lengkap kepala, tubuh beserta nyawanya, tapi kamu harus jadi anakku) Ucap mbah dewi.
Jdeeeeer...!!!!! Jdeeeeer...!!!! Awan yang tak tampak tiba-tiba datang mendekat... Riuh air ranu meluap-luap diterpa angin dahsyat yang kian membesar... Sambaran kilat guntur serasa menunjukkan keganasan....
"Aku gak iso dadi anakmu, aku golongan menungso, lha koen golongan demit, nek koen ga gelem mbalikno koncoku, sak iki tak tugel ndasmu, tak babat nyowomu, tak ajur mumurno keraton karo rakyatmu"-
-(aku tidak bisa jadi anakmu, aku golongan manusia, lha kamu golongan demit, kalau kamu tidak mau mengembalikan temanku, sekarang aku patahkan kepalamu, aku tebas nyawamu, aku luluh lantahkan keraton dan rakyatmu) ucapku congkak tak terkontrol lagi.
Kukeluarkan belati itu... Kuhunus belati itu... Kuangkat keangkasa... Kuputar dan aneh...
Awan hitam itu mengikuti putaran tangan dibelatiku, bahkan petirpun seakan menuruti keinginanku....
Daging balung ora kulak lan tuku, Nyowo yow dibales nyowo, endas di bales endas.... Kene ngadepo nang ngarepku, tak sowek canggkemu...
Daging tulang tidak dijual dan dibeli, nyawa ya dibalas nyawa, kepala ya balas kepala... Kemari datang ke hadapanku, aku robek mulutmu... ucapku penuh amarah.
"sik sik too.. ojo ngamuk disek, aku weruh lan ngerti kabeh sing mbok rasakno atimu, kabeh iku ono gantine, opo sing mbok gantekno cah ganteng"-
-(Sebentar.. jangan marah dulu, aku tahu dan mengerti semua yang dirasakan hatimu, semua itu ada gantinya, apa yang mau kau gantikan anak ganteng) Ucap ratu dewi padaku dengan senyum khasnya.
Aku bingung bercampur aduk tak terkira, apa yang harus aku tukarkan dengan segala apa yang sudah aku jalankan di petualangan dengan sejuta kepiluan dan kengerian ini...
"aku iso ngeke'i koen opo ae, tapi ojok sing gawe atiku loro keronto ratu.. koen wes mateni koncoku, tulong... tulong balikno koncoku kabeh jangkep gak ono sing kurang sak piturute"-
-(aku bisa memberikan kamu apa saja, tapi jangan yang membuat hatiku sakit seperti ini ratu.. kamu sudah membunuh temanku, tolong... tolong kembalikan temanku lengkap tidak kurang sedikitpun) ucapku mulai memelas pada penguasa ranu kuning itu.
"seneng rasane lek koe iso ngomong ngono, ucapmu iso ngademno kawah, ucapmu iso ngasatno segoro, ucapmu iso gawe mbalik konco lan sejatine jati awak lan rogomu kabeh" –
(Senang rasanya kamu berbicara seperti itu, ucapmu bisa mendinginkan kawah, ucapmu bisa menguras lautan, ucapmu bisa mengembalikan teman sekaligus jati diri kamu semua) ratu dewi membalas apa yang aku minta.
Demi siang yang memicingkan mata. Demi pucuk alang-alang kering yang tertiup angin. Kubersimpuh entah karena apa, atau karena apa.
Tuhan.. Aku tidak mampu dengan cobaan seperti ini, aku menyerah segala kemampuan ku, tapi aku tetap dibuatnya tak berdaya... Tuhan... Aku sadar, aku diciptakan dari tanah yang entah itu dari mana...
Aku sadar Engkau dapat membumi hanguskan tanah ini, menghancurkan tubuh ini, bahkan aku sadar jiwa ini pun dapat engkau ambil dengan berjuta cara....
Namun..... Aku ingin mati dengan layak, aku ingin mati dalam rengkuhan keluarga, aku ingin mati sesuai dengan cara yang indah, cara nabiku berkata bahagia....
"koe iso ndelok sopo sing nok kidul kui cah ngganteng, iku koncomu kabeh" (Kamu lihat siapa yang di sebelah selatan itu anak tampan, itu temanmu semua) ucap ratu sembari menunjuk dua sosok buto yang sedang memanggul dua temanku..
Diikatnya temanku dengan tampar alas/tali ijuk bagaikan dua celeng hasil buruan...
Aku... aku... Aku bahagia bagai temukan permata, bagai mendapatkan tetes air digurun pasir... Bahagia... Hanya itu yang terlukiskan disanubari qolbu ku... Hanya rasa itu yang merangsang tubuh dan tulangku untuk lari menghampiri kedua temanku...
Sempat kecewa... Hendro masih dalam keadaan seperti kemarin, tubuhnya masih membiru tanpa kepala, kepala yang masih terlepas...
Seperti sudah mengetahui kegusaranku, ratu dewi mengambil kepala itu, diangkatnya kepala temanku, serta dirapalnya mantra yang entah itu apa.
"Mbalik, mbalik mancep sak kujur awak, dadi menungso sing sak wetoro metu tindak soko wadah ibu" ucap ratu dewi seraya merapal dan meletakkan kepala itu ditubuhnya hendro.
Angin yang sedari tadi sudah bergemuruh, kali ini entah apa.... Tiba-tiba langit sangat cerah, sinar menembus permukaan ranu yang kian mengkilau... Kilauan kuning bagaikan emas, diangkatnya tubuh itu dan dilemparnya ke dalam ranu....
"Wujud... wujud... wujud... marang Gusti" ucap ratu dewi lagi Dan.....
-------------------------
Judul : Haru Mahameru
Penulis : Balakarsa
Source : https://twitter.com/balakarsa/status/1244567424399114240?s=09
-------------------------