Nabi Khidir dan Amalan yang Paling Dicintai Allah
KompasNusantara - Dalam Kitab Kisah Nabi Khidir karya Ibnu Hajar Asqalani diceritakan kisah pengajaran yang dilakukan Nabi Khidir kepada seorang ulama tabiin yang menjadi penasehat dan pendamping Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (674-717) dari Bani Umayyah.
Raja' bin Haiwah, ulama tabiin berkata: "Pernah pada suatu hari ketika saya berada di samping Raja Sulaiman bin Abdul Malik, tiba-tiba datang seorang lelaki tampan. Lelaki itu memberi salam kemudian kami jawab. Kemudian dia berkata: "Wahai Raja', sesungguhnya telah diuji keimananmu ketika engkau dekat dengan lelaki ini (Raja Sulaiman). Kalau engkau dekat dengan dia, maka engkau akan celaka. Wahai Raja', engkau mesti berbuat baik dan menolong orang-orang lemah.'
Ketahuilah wahai Raja', siapa yang mempunyai kedudukan di kerajaan Sultan, lalu dia mengangkat hajat orang-orang lemah yang mereka tidak sanggup menyampaikannya, maka orang yang mengangkat atau menyampaikan itu akan menjumpai Allah Ta'ala pada hari kiamat dalam keadaan kedua tumitnya tetap ketika berhisab."
Lelaki tampan itu melanjutkan pesannya, "Ketahuilah wahai Raja’ bahwa siapa yang menunaikan hajat saudaranya sesama muslim maka Allah Ta'ala akan menunaikan hajatnya. Dan ketahuilah wahai Raja' bahwa amalan yang paling disukai Allah Ta'ala ialah amalan menyenangkan hati orang mukmin".
Setelah menyampaikan pesan itu, tiba-tiba lelaki tampan itu menghilang. Ramai berpendapat bahwa yang datang memberi pengajaran itu ialah Nabi Khidir ' alaihissalam (AS).
Kisah lainnya diceritakan Mas'ab bin Thabit bin Abdullah bin Zubair adalah seorang yang rajin beribadah. Dia selalu berpuasa dan mengerjakan salat tidak kurang dari seribu rakaat sehari semalam. Dia berkata: "Pernah ketika aku berada di dalam masjid sedangkan orang semuanya sudah pulang, ke rumah masing-masing, tiba-tiba datang seorang lelaki yang tidak saya kenal. Lelaki itu menyandarkan badannya ke dinding masjid sambil berkata: 'Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu bahawa aku berpuasa sejak kemarin. Sampai sekarang pun aku masih berpuasa. Aku tidak mendapatkan makanan dan minuman dan aku menginginkan al-Tharid (nama makanan). Berikanlah kepadaku ya Allah makanan dari sisi Engkau.'
Tiba-tiba saya melihat seorang pelayan datang membawa hidangan. Pelayan itu nampaknya tidak seperti orang biasa. Orangnya tampan, bersih dan pakaiannya kemas. Dia berjalan ke arah lelaki yang berdoa tadi sambil meletakkan hidangan itu di hadapannya. Lelaki itu pun membetulkan duduknya menghadap hidangan itu. Sebelum mencicipi makanan itu dia memandang saya dan mengajak saya supaya ikut makan bersamanya.
Hatiku berkata: "Syukur dia mengajak saya makan bersama." Ketika itu saya yakin makanan itu didatangkan dari surga sehingga saya pun ingin betul menikmatinya. Baru sedikit saya makan saya merasa makanan itu bukan makanan yang biasa di dunia ini.
Sebenarnya saya merasa segan dan malu kepada orang yang tidak saya kenal itu. Belum lagi kenyang rasa perut saya sudah mengucapkan terima kasih dan pergi ke tempatku semula tadi. Tetapi saya masih terus memperhatikan lelaki itu.
Setelah ia selesai makan, datang lagi pelayan tadi mengambil hidangan itu. Dia pergi lagi ke arah tempat datang tadi. Lelaki yang baru selesai makan itu pun sudah berdiri dan nampak pergi. Aku kejar dia karena ingin tahu siapa dia sebenarnya. Tetapi malangnya, dia tiba-tiba menghilang dan saya tidak tahu ke mana perginya. Besar kemungkinan lelaki itu adalah Nabi Khidir.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, dari Ibrahim bin Abdullah bin Al-Mughirah, dari Abdullah, berkata: "Telah bercerita kepadaku ayahku bahwa pengurus sebuah masjid berkata kepada Walid bin Abdul Malik: "Sesungguhnya Nabi Khidir sembahyang setiap malam di masjid."
Dari Daud bin Yahya, katanya bercerita seorang lelaki yang selalu berada di Baitul Maqdis: "Pada waktu saya berjalan di salah satu lembah di Yordania, saya melihat di lembah bukit itu ada orang yang sedang mengerjakan salat. Saya lihat di atasnya ada awan yang melindunginya daripada panas matahari. Menurutku, lelaki itu adalah Nabi Ilyas.
Saya dekati dia kemudian kuucapkan salam kepadanya. Dia berpaling kepadaku sambil menjawab salamku. Aku tanya: "Siapa anda sebenarnya wahai orang yang dirahmati Allah?" Dia diam saja dan tidak menjawab pertanyaanku. Saya tanya lagi baru kemudian dia menjawab: "Aku adalah Ilyas An-Nabi."
Tiba-tiba saja saya merinding. Saya gementar, dan yang paling kutakutkan dia menghilang sebelum saya sempat menanyakan itu dan ini. Aku berkata kepadanya: "Tolong doakan supaya Allah menghilangkan penyakitku ini." Dia pun berdoa. Tiba-tiba penyakitku terasa sudah sembuh.
Aku tanya lagi: "Kepada siapa tuan diutus?" Beliau menjawab: "Aku diutus kepada penduduk Baklabakka." Kutanya lagi: "Apakah sekarang ini tuan masih menerima wahyu?" Beliau menjawab: "Bukankah sudah diutus Muhammad SAW sebagai Nabi penutup? Aku tidak ada menerima wahyu lagi."
Katanya lagi: "Kalau begitu berapa lagi Nabi yang masih hidup sekarang ini?" Beliau menjawab: "Sekarang ada empat orang lagi Nabi yang masih hidup, yaitu saya sendiri (Ilyas), Khidir di bumi (darat), dan Nabi Idris bersama Nabi Isa di langit."
Kutanya lagi: "Apakah tuan pernah berjumpa dengan Nabi Khidir?" Beliau menjawab: "Ya, setiap tahun kami berjumpa di Padang Arafah, pada musim haji."
"Apa yang kamu lakukan jika berjumpa di sana?" Beliau menjawab: "Aku ambil rambutnya kemudian dia pun mengambil (mencukur rambutku)."
Demikian sepenggal kisah Nabi Khidir dan pengajaran yang diberikannya untuk orang-orang saleh. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan iktibar dari kisah ini.