Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Nyata Pocong Duloh


Hantu yang satu ini sangat populer di Indonesia. Banyak sekali film - film horor yang membahas tentang Pocong. Disisi lain Pocong juga menjadi salah satu hantu yang sangat menakutkan. Tidak sedikit orang bergidik ngeri saat mendengar kata Pocong. Uniknya akhir - akhir ini viral sekali kalau Pocong itu sudah Go Internasioanal. Siapa sangka disalah satu adegan film drama korea muncul penampakan yang diduga Pocong. Iya ini unik sekali ya dan sempat viral di media sosial, Tapi bagamaina Pocong ini muncul di Negeri kita? Di lansir dari berbagai sumber, ada mengatakan kalau Pocong ini adalah perwujudan hantu dari mayat yang dikubur tali kain kafannya lupa dilepas. Ada juga sumber yang mengatakan kalau Pocong berasal dari roh pengantin yang saat mereka menikah tidak mendapat restu dari kedua orangtua mereka. Tapi saya kurang puas dengan semua referensi itu, maka saya telusuri lebih dalam tentang asal - usul Pocong di Negeri kita ini. Jadi saya tanyakan ke beberapa orang yang sudah sepuh dan ternyata saya mendapat sebuah kisah yang menarik untuk diceritakan ulang.

Kisah ini berawal dari seorang laki - laki bernama Duloh. Sejak kecil Duloh adalah anak yatim piatu. Bapaknya Duloh bekerja sebagai tukang panjat pohon. Bapaknya Duloh meninggal jatuh dari pohon kelapa saat Duloh masih berusia 2 tahun. Sedangkan ibunya meninggal karena serangan jantung saat Duloh berusia 12 tahun. Duloh pun diasuh oleh neneknya. Neneknya bekerja sebagai tukang penganyam bakul yang kadang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari - hari. Pernah Duloh dan neneknya tidak makan selama 2 hari berturut - turut, karena saat itu bakul - bakul buatan nenek tidak kunjung terjual.

Setiap kali lapar anak dan nenek itu selalu minum air putih, maksutnya supaya perut mereka kembung dan menghilangkan rasa lapar. Tapi tetap saja walau Duloh minum banyak air, perutnya malah kembung tapi rasa lapar itu tak kunjung hilang. Saat itu Dulon dan neneknya benar - benar kelaparan, karena bingung akhirnya Duloh izin ke neneknya untuk pergi mencari pekerjaan. Nenek itu mengizinkan Duloh untuk pergi, namun sebelum Duloh pergi, si nenek membekali cucunya sebuah keris ukurannya kecil, kalau dimasukan kantong keris itu akan muat. Kata si nenek "Simpan keris ini buat keberuntungan".Duloh pun menerimanya.

Duloh kecil dengan perutnya yang lapar meninggalkan neneknya. Dia tidak tahu mau kemana. Duloh hanya mengikuti hatinya saja. Dia berjalan ke arah barat dan keluar dari perkampungan. Tidak ada bekal apapun yang dibawanya, kedua kakinya juga nyeker, baju Duloh juga sangat kumal dan tipis. Dia melewati kampung demi kampung, hingga akhirnya Duloh ambruk. Perutnya sangat lapar. Tubuhnya tidak bisa bangkit lagi. Dia benar - benar sudah kehabisan tenaga. Duloh merasa, dia bakal mati saat itu juga. Duloh terkapar di jalan setapak selama 3 hari 3 malam. Tidak ada seorangpun yang menemukan Duloh. Tapi dia masih bertahan hidup.

Perlu diketahui kalau jalan setapak itu adalah jalan menuju kampung bojongpinang. Tinggal beberapa kilometer lagi Duloh sampai di kampung itu, tapi tubuhnya sudah tidak berdaya. Dia masih terkapar di jalan setapak. Menjelang malam, melintaslah delman di jalan setapak itu. Melihat ada orang terkapar disana, delman itu berhenti. Seorang wanita turun dari delman tersebut, wanita itu cantik sekali dan berpakaian seperti bangsawan. Dia kaget melihat ada anak kecil yang terkapar di tengah jalan sepi. "Kamu kenal anak ini ?" tanya wanita itu pada pak kusir si pengemudi delman. "Aku enggak kenal buk, mungkin dia berasal dari kampung sebelah" jawab pak kusir.

Wanita itu bernama Inggit, dia istri dari orang terkaya dikampung bojongpinang. Dia hendak menjenguk saudaranya yang baru melahirkan dikampung sebelah. Tapi saat melihat ada yang terkapar di tengah jalan, Inggit benar - benar kasihan. Inggit memperhatikan anak itu dan ternyata si Duloh masih hidup. Kedua matanya berkedap - kedip, tapi Duloh tidak bisa mengucapkan apapun. "Kamu dari mana nak ?" tanya Inggit. Dia jongkok sambil menatap Duloh. Duloh hanya bisa menjawab dengan bahasa isyarat. Perlahan dia menggerakan jarinya dan menunjuk ke arah timur. Pak kusir mengikat tali kuda itu ke batang pohon kecil. Dia mendekat ke arah Duloh.

"Bawa dia ke atas delman ya." pinta Inggit.

Pak kusir menurut saja. Dia membopong tubuh Duloh ke atas delman. Duloh pun dibawa oleh Inggit. Sepanjang perjalanan dia diberi makan nasi ketan. Duloh memakannya dengan sangat lahap. Perlahan dia pun bisa berbicara. Duloh bilang ke Inggit, kalau dia berhari - hari tidak makan. Duloh juga minta tolong ke wanita itu untuk memberi neneknya makanan.

Singkat cerita, setelah Inggit menjenguk saudaranya, dia pun langsung pergi ke rumahnya Duloh untuk menolong nenek itu. Inggit mengambil nasi dan lauk - pauk dari rumah saudaranya. Namun nasib buruk menimpa nenek itu. Saat Inggit dan Duloh sampai disana, nenek itu sudah meninggal. Dia pasti mati kelaparan. Dikampungnya Duloh memang sedang paceklik. Warga disana memang banyak yang kelaparan dan hidup susah. Setelah neneknya Duloh dimakamkan. Satu hari kemudian, Inggit kembali menemui Duloh. Wanita itu menawarkan pekerjaan pada Duloh sebagai penggembala kerbau.

Kebetulan kerbau milik keluarga Inggit cukup banyak dan dia butuh tambahan penggembala. Duloh dengan senang hati menerima pekerjaan itu. Nantinya Duloh akan membantu Ki Sarkam yang juga bekerja pada Inggit sebagai pengurus kerbau. Pagi itu Duloh meninggalkan rumahnya dan pergi bersama Inggit naik delman. Sepanjang perjalanan Duloh bercerita kalau kedua orangtuanya meninggal saat dia masih kecil. Dia juga cerita kalau hidupnya serba susah, lantaran neneknya hanya seorang penganyam bakul. Inggit semakin kasihan saja mendengar cerita anak kecil itu.

Setibanya di rumah Inggit, Duloh benar - benar terkesima, lantaran rumah wanita itu sangat besar dan luas. Di belakang rumah itu ada kandang kambing dan kerbau peliharaannya keluarga Inggit. Duloh berdiri di depan rumah Inggit, dan tak lama kemudian keluarlah seorang lelaki yang berumur kisaran 36 tahun. Lelaki itu mempunyai kumis yang sangat tebal. Dia memakai jas hitam dan sarung batik berwarna keemasan. Lelaki itu adalah Raden Jayakusuma, orang - orang biasa memanggilnya Raden Jaya. Dia orang terkaya dikampung itu.

Raden Jaya mempersilahkan Duloh masuk kedalam rumahnya. Duloh disuguhkan buah - buahan dan makanan - makanan enak. Raden Jaya dan Inggit benar - benar baik pada Duloh. Mereka juga memperkenalkan Duloh pada Ki Sarkam salah satu penggembala kerbau yang juga bekerja untuk keluarga Inggit. Melihat penampilan Ki Sarkam Duloh sangat bergidik ngeri, dia memakai baju hitam dan celana hitam, ada golok yang terselempang dipinggangnya, dia duduk disamping Duloh.

"Nah Duloh, kenalkan ini Ki Sarkam. Dia yang akan bimbing kamu dalam mengurus kerbau." kata Raden Jaya.

Duloh mengangguk - ngangguk. Ki Sarkam memandangi Duloh dengan tatapan tajam dan terkesan mengerikan. Sesaat kemudian dari kamar munculah seorang perempuan yang amat cantik. Namanya Rara, umurnya kisaran 9 tahun. Dia adalah satu - satunya anak Raden Jaya. Duloh pun dibawa ke kandang kerbau oleh Ki Sarkam. Dia menyuruh anak itu untuk mengeluarkan seekor induk kerbau dari dalam kandang. Ragu - ragu Duloh memegang tali kerbau itu, lalu menyeretnya keluar kandang. Sebenarnya Duloh masih takut mengurus kerbau, dia takut diseruduk.

"Kau bawa kerbau itu ke sana." suruh Ki Sarkam sambil menunjuk ke jalan setapak.

Duloh pun nurut saja, perlahan dia membawa kerbau itu ke jalan setapak. Sedangkan Ki Sarkam mengikutinya dari belakang. Sepanjang hari Duloh menggembala kerbau itu, sedangkan Ki Sarkam menjaga beberapa kerbau lainnya yang sedang makan rerumputan. Setiap sore Inggit menyuruh pembantunya untuk mengantarkan makanan pada Ki Sarkam. Dan sore itu seorang perempuan muncul dengan membawa 2 rantang makanan. Dia menyerahkan makanan itu pada Ki Sarkam. Setelah mengantarkan makanan wanita itu pergi kembali.

Sayangnya saat Duloh mengambil makanan itu, Sarkam malah menepis tangan Duloh.

"Kenapa mang ?" tanya Duloh

Sarkam tidak menjawab, dia membuka rantang milik Duloh dan membuang lauk - pauknya. Duloh hanya boleh memakan nasinya saja. Memang Sarkam ini orangnya kejam. Dia sering menindas para pekerja seperti Duloh. Penderitaan Duloh tidak sampai disitu. Sarkam juga sering memukuli anak itu, lantaran melakukan kesalahan kecil. Punggung Duloh membiru karena Sarkam memukul menggunakan tongkat kayu. Setiap malam Duloh meringis kesakitan didalam saungnya. Sebenarnya dia sudah tidak kuat terus - terusan berada disini. Tapi Duloh tidak punya pilihan lain, kalau dia berhenti dari pekerjaannya dia pasti akan kelaparan lagi.

Makin hari tubuh Duloh semakin kurus, Duloh hanya memiliki sedikit waktu untuk beristirahat disaung. Berbeda dengan Sarkam yang setiap hari kerjaannya hanya tiduran dan makan singkong bakar didalam saung itu. Tahun demi tahun berlalu. Duloh pun tumbuh dewasa. Di umur nya yang ke 23 tahun, dia masih kerja untuk keluarganya Raden Jaya, namun sekarang tugasnya berbeda, bukan lagi menjadi penggembala kerbau melainkan menjadi penggarap sawah. Itu tugas yang cukup berat. Duloh diberi amanat untuk menggarap 5 petak sawah sekaligus pertahun. Dia sendiri yang mencangkul, menanam dan menjaganya dari serangan hama.

Suatu hari saat Duloh mencangkul sawah, tiba - tiba ada 2 orang ibu - ibu yang lewat di pematang sawah. Mereka membicarakan Rara yang terkena gigitan ular tanah saat main di kebun. Duloh kaget, dia langsung pergi ke saung dan menyimpan cangkulnya. Segera Dia kenakan bajunya yang lusuh dan kotor oleh noda lumpur kering. Dia pergi menjenguk Rara anaknya Raden Jaya. Setibanya disana, Duloh melihat dia terkapar di atas tempat tidurnya sambil meringis kesakitan. Ada gigitan ular dipergelangan kaki kanannya dan bekas gigitan itu sudah membiru dan saat itu memang belum ada dokter.

Raden Jaya mengobati putrinya dengan obat - obatan tradisional, dia juga memanggil seorang tabib untuk menyembuhkan Rara. Inggit menangisi anak satu - satunya itu. Dia takut anaknya meninggal karena tidak sedikit dikampung bojongpinang yang mati karena digigit ular tanah. Duloh bingung apa yang harus ia perbuat. Dia tidak mempunyai ilmu apapun untuk mengobati Rara. Akhirnya Duloh hanya bisa membantu alangkadarnya saja. Seperti mencari dedaunan yang diminta oleh sang tabib.

1 hari berlalu, kondisi Rara semakin parah. Lukanya membusuk, muncul benjolan yang bernanah dikakinya. Tubuh Rara juga semakin lemas, wajahnya pucat. Duloh kasihan melihat kondisi Rara, seketika terlintas dibenak Duloh tentang keris kecil yang dulu pernah diberikan oleh neneknya.

"Raden... Maaf, boleh saya coba untuk mengobati Rara ?" tanya Duloh dengan sangat sopan

"Memangnya kamu bisa mengobati orang sakit ?" tanya Raden Jaya

"Saya akan coba Raden, mohon izin dari Raden." kata Duloh sambil tertunduk

Raden Jaya pun mengizinkan Duloh, Duloh pun mengeluarkan keris dari dalam kantongnya. Lalu dia tempelkan keris itu ke lukanya si Rara, ajaibnya luka itu langsung tertutup dan kering saat itu juga. Raden Jaya, Inggit dan semua orang yang ada disana kaget melihat kesaktian keris yang dimiliki si Duloh.

"Kamu dapat keris itu darimana nak ?" tanya Inggit, dia menyerka air matanya

"Ini pemberian dari nenek saya dulu" jawab Duloh

Duloh juga tidak menyangka mengapa kerisnya itu sangat sakti. Beberapa hari kemudian Rara akhirnya sembuh total. Lukanya mengelupas, dia sudah bisa berjalan seperti sediakala. Setelah melihat kesaktian keris yang dimiliki oleh si Duloh, Raden Jaya ingin membeli keris itu dengan harga yang sangat mahal. Tapi dengan sangat sopan Duloh menolak tawaran Raden Jaya. Dia bilang kalau keris itu kenang - kenangan dari neneknya. Penolakan itu tidak membuat Raden Jaya marah, dia malah semakin baik pada Duloh. Istilahnya itu si Duloh di anak emaskan oleh Raden Jaya. Saung tempat Duloh tinggal diperbagus, makanan yang diantarkan ke Duloh juga beda dengan para pekerja lain. Duloh dikasih makanan yang lebih enak seperti bakar ayam dan bakar ikan emas.

Perlakuan istimewa yang diberikan Raden Jaya ke si Duloh membuat Ki Sarkam iri padanya. Walau sudah tua rasa dengki Ki Sarkam pada Duloh tak kunjung hilang. Dia tidak mau bertaubat dan selalu menindas para pekerja yang lemah. Tapi tidak ada satupun yang berani melaporkan perbuatan Ki Sarkam ke Raden Jaya karena mereka takut akan ancaman Ki Sarkam. Ki Sarkam tertarik dengan keris kecil yang dimiliki Duloh. Dia ingin memiliki keris itu, maka tengah malam saat Duloh tidur disaungnya, Ki Sarkam mengendap - ngendap masuk dan mencari kerisnya Duloh.

Sebelum berhasil mengambil keris itu, Duloh bangun dan menendang lelaki tua itu keluar dari saung. Tidak terima ditendang, Ki Sarkam mengeluarkan goloknya, dia langsung menebas leher Duloh. Tenggorokan Duloh putus, darah acak - acakan. Duloh pun tewas begitu saja. Buru - buru Sarkam mengambil keris kecil dari dalam sakunya Duloh. Untuk menghilangkan jejak, Ki Sarkam mengubur jasad si Duloh dibelakang saung agar tidak terendus oleh orang lain. Setelah Duloh dikuburkan, tanahnya diratakan dan timpa menggunakan kayu bakar. Sarkam juga membersihkan bercak darah disaungnya Duloh. Pembunuhan itu sama sekali tidak meninggalkan jejak.

Keesokan paginya saat pembantu Inggit mengantarkan makanan untuk Duloh, dia heran mengapa Duloh tidak ada disaung. Pembantu itupun melaporkan ke Raden Jaya, Raden Jaya kemudian memanggil Ki Sarkam. Saat itu Ki Sarkam pura - pura tidak tahu.

"Aneh sekali, tidak biasanya Duloh tiba - tiba hilang begini." ujar Inggit.

"Dari kemaren saya di kandang ayam buk dan tidak melihat si Duloh." kata Sarkam. Dia pintar sekali menyembunyikan kepanikannya itu.

"Aneh kemana ya ?" kata Raden Jaya

Saat mereka semua sedang bingung, tiba - tiba saja seorang lelaki muncul dari pintu rumahnya Raden Jaya.

"Raden cari saya ?" kata laki - laki itu

Saat Raden Jaya menoleh ke arah pintu, ternyata yang datang adalah si Duloh. Dia tampak sehat walafiat. Dia tersenyum sopan sambil mendekat ke arah Raden Jaya.

"Wah aku kira kamu pergi Duloh." kata Raden Jaya

Sarkam terkejut saat melihat Duloh muncul. Dia bingung mengapa Duloh masih hidup. Padahal jelas - jelas semalam Sarkam sudah berhasil membunuh pemuda itu.

"Maaf Raden tadi saya lagi di sungai buang air besar." jawab Duloh

Sarkam meraba - raba saku celananya dan ternyata keris kecil yang dia curi semalam sudah menghilang. Keris itu pindah ke tangannya si Duloh. Tanpa bicara apa - apa lagi, Sarkam langsung pamit dari hadapan Raden Jaya. Wajah Sarkam pucat, dia seperti ketakutan melihat wujud Duloh.

"Ki Sarkam mau kemana ?" tanya Inggit

"Saya harus jaga kerbau buk." jawab Ki Sarkam

Ki Sarkam pun pergi dari rumah Raden Jaya. Duloh sempat mengobrol dengan Inggit dan Raden Jaya, dan tidak lama kemudian Duloh kembali ke saungnya. Dia mulai mencangkul sawah dan beraktivitas seperti sediakala. Pokoknya seperti tidak ada hal apapun yang terjadi. Saat Duloh sedang sibuk mencangkul di tengah sawah, Sarkam diam - diam menghampiri saungnya si Duloh. Dia mengecek halaman belakang saungnya itu dan memindahkan tumpukan kayu bakar. Sarkam lalu menggali tanah tempat Duloh dikubur. Dan anehnya jasad itu menghilang. "Apakah Duloh sekarang menjadi hantu?" pikir Sarkam. Diam - diam dia mengintip dari balik pohon pisang, si Duloh masih sibuk mencangkul di tengah - tengah sawah. Tidak ada yang berbeda dari penampilannya. Dia masih seperti manusia biasa, kedua kakinya juga napak di tanah.

Ki Sarkam bingung dengan apa yang dilihatnya, diapun sengaja menghampiri si Duloh.

"Duloh kesini dulu kamu." kata Sarkam

Duloh menyekap keringatnya, dia meletakan cangkul di tengah sawah dan berjalan menghampiri Ki Sarkam.

"Ada apa ya Ki Sarkam ?" tanya Duloh sambil memecingkan mata

Siang itu memang matahari sangat terik - teriknya, tanpa basa - basi lagi Ki Sarkam langsung menampar pipinya Duloh dengan sangat keras. Duloh mengadu kesakitan.

"Salah saya apa Ki ?" tanya Duloh

"Gimana caranya kamu bisa hidup lagi ?" tanya Ki Sarkam

"Maksut Ki Sarkam apa ?" Duloh malah tanya balik

Ki Sarkam lalu menyentuh tubuh Duloh, pemuda benar - benar seperti manusia pada umumnya. Duloh bukanlah hantu, dia masih bisa merasakan sakit dan tubuhnya juga mengeluarkan keringat. Ki Sarkam mendesak Duloh agar menjawab pertanyaannya. Tapi Duloh tidak mengerti apa yang dibicarakan Ki Sarkam. Dengan kesal Duloh kembali bekerja. Ki Sarkam masih bingung dengan pemuda itu. Nanti malam dia akan membunuh Duloh lagi dan memastikan kalau pemuda itu benar - benar tewas.

Malam pun tiba. Duloh beristirahat digubuknya. Seharian dia bekerja badannya terasa sangat lelah. Duloh lalu tidur dengan sangat nyenyak. Dan tengah malam lagi - lagi Ki Sarkam mengendap - ngendap masuk kedalam gubuknya Duloh. Tanpa ancang - ancang lagi Sarkam langsung menusukan golok tepat didada kirinya Duloh. Duloh sempat teriak kesakitan hingga akhirnya dia pun tewas seketika. Ki Sarkam takut kalau nanti Duloh bangkit lagi, mangkannya malam itu juga dia memikul jasadnya Duloh ke sungai dan langsung menghanyutkannya.

Ki Sarkam juga membersihkan bercak darah disaungnya Duloh. Dia juga mencuri keris yang diyakini sebagai sumber kekuatan si Duloh. Dan keesokan paginya tetap saja Duloh hidup lagi. Sarkam melihat pemuda itu sibuk mencangkul di sawah. Ki Sarkam akan mengadukannya kepada Raden Jaya kalau Duloh punya ilmu hitam. Pagi itu juga Ki Sarkam mendatangi rumah Raden Jaya, dia bercerita kalau Duloh melakukan persekutuan dengan setan dan pemuda itu memiliki ilmu hitam yang bisa membawa malapetaka bagi warga kampung.

Memang begitulah sifat Ki Sarkam yang senang mengadu domba dan memfitnah orang. Sayangnya Inggit dan Raden Jaya langsung percaya saja apa yang dikatakan Ki Sarkam, lain halnya dengan Rara dia tidak percaya sama sekali dengan kesaksian Ki Sarkam ini. Duloh pun dipanggil, dia di tanyai oleh Raden Jaya soal ilmu hitam. Duloh pun bingung mengapa dia tiba - tiba dituduh punya ilmu hitam.

"Ayo ngaku saja kau!!" bentak Sarkam, Dia sangat kesal dengan pemuda itu.

"Saya tidak punya ilmu apa - apa Ki Sarkam, saya hanya seorang kuli cangkul." jawab Duloh ketakutan

Raden Jaya angkat bicara

"Sarkam, apakah kamu punya bukti kalau Duloh penganut ilmu hitam ?" tanya Raden Jaya

"Raden, dia bisa sembuh dari lukanya dengan sangat cepat, apalagi kalau namanya bukan ilmu hitam. Kita lukai saja Duloh, buktikan kalau dia itu bisa menyembuhkan lukanya dengat cepat." jawab Ki Sarkam

"Jangan!! Apa - apaan ini, ayah jangan mau di adu domba seperti ini." kata Rara sambil memegang lengan Raden Jaya

"Yasudah Duloh silahkan kamu kerja lagi ya" kata Raden Jaya

Benar kata si Rara kalau Ki Sarkam tidak punya bukti yang kuat kalau Duloh penganut ilmu hitam dan tidak mungkin Raden Jaya tiba - tiba melukai laki - laki itu.

"Raden, nanti saya akan buktikan kalau Duloh punya ilmu hitam yang sangat membahayakan warga kampung." ujar Ki Sarkam

"Ah tidak perlu, saya yakin Duloh bersih dari hal - hal seperti itu. Lebih baik kau urusi saja kerbau - kerbauku sana." kata Raden Jaya

Sarkam tidak bisa berargumen lagi, dia pergi dari hadapan Raden Jaya dengan perasaan kesal dan soal keris kecil yang dicuri Ki Sarkam semalam itu juga sudah menghilang dan berpindah tangan ke si Duloh. Berkali - kali Ki Sarkam membuktikan kalau Duloh mempunyai ilmu hitam tapi selalu gagal. Dia bingung bagaimana lagi caranya melenyapkan Duloh.

Tahun berganti tahun, siapa sangka ternyata Rara menyimpan rasa cinta ke si Duloh. Tapi jelas Raden Jaya dan Inggit tidak merestui cinta mereka. Apa kata warga nanti kalau anaknya menikah dengan kuli cangkul. Raden Jaya takut kalau Rara berbuat yang tidak - tidak. Lalu dia langsung menikahkan Rara dengan anak juragan kaya asal Lampung. Lelaki itu bernama Sangyang, pemuda itu sangat tampan dan sangat cocok kalau bersanding dengan Rara. Ya mau tidak mau Rara harus mematuhi kemauan kedua orangtuanya itu. Sedangkan nasib Duloh masih menjadi tukang cangkul sawah.

Raden Jaya mengadakan pesta besar, dia menyembelih 5 kerbau. Hajat digelar 7 hari 7 malam tanpa henti. Tapi sebenarnya Rara masih ada rasa ke si Duloh. Dia menunggu kehadiran lelaki itu dipesta pernikahannya. Tapi Duloh tak kunjung datang. Rara tidak tahu kalau memang Duloh dilarang datang kepesta itu oleh Raden Jaya.

1 bulan kemudian Rara malah makin cinta pada Duloh. Dia sudah berusaha melupakan laki - laki itu, tapi tidak bisa. Padahal Rara sudah mempunyai suami yang sah. Begitupun dengan Duloh, dia tidak bisa melupakan Rara. Tapi tidak banyak yang bisa Duloh perbuat. Setiap malam dia hanya bisa melamun di depan saungnya meratapi nasibnya yang malang. Berbeda dengan Rara, dia sudah tidak bisa menahan cintanya pada Duloh.

Maka tengah malam saat suaminya sudah tidur, dia mengendap - ngendap keluar dari kamarnya. Malam itu juga dengan membawa obor, Rara lari ke sawah untuk mendatangi Duloh yang saat itu sedang melamun di depan saungnya. Rara memeluk Duloh dengan sangat erat. Mereka berciuman dan bersetubuh di saung itu.

Mereka berdua tidak menyadari kalau diam - diam Sarkam mengintip mereka dari celah bilik. Buru - buru Ki Sarkam lari ke rumah Raden Jaya untuk melaporkan kejadian yang dilihatnya. Raden Jaya dan Sangyang benar - benar murka mendengar kabar itu. Merekapun membangunkan warga kampung untuk mengepung si Duloh. Malam itu puluhan penduduk berbondong - bondong ke sawah untuk mengepung si Duloh. Saat warga tiba disana, ternyata Duloh dan Rara masih dalam keadaan telanjang bulat. Buru - buru Rara menyelimuti tubuhnya dengan sebuah kain, sedangkan Duloh tidak sempat mengenakan pakaiannya.

Dia diseret oleh warga dalam keadaan telanjang bulat, lalu si Duloh ini dipukuli oleh warga. Duloh sekarat, namun Sarkam langsung menghabisi nyawa pemuda itu dengan sebuah batu yang dihantamkan ke kepala si Duloh.

"Dia sudah mati" kata Raden Jaya

Inggit sebenarnya kasihan pada Duloh, tapi dia tidak bisa berbuat apa - apa dan hanya bisa menyaksikan penderitaan si Duloh.

"Raden, si Duloh ini bisa hidup lagi, dia punya ilmu hitam." ujar Ki Sarkam

"Hah? Maksut kamu?" tanya Raden Jaya dengan wajah terheran - heran

"Kita lihat saja besok, dia pasti hidup lagi." kata Ki Sarkam

Untuk mencari kebenarannya, jenazah Duloh pun tidak dikuburkan. Tapi hanya dibaringkan di depan rumah Raden Jaya. Saat itu Rara menangis nelangsa. Menjelang shubuh warga digegerkan dengan apa yang dilihat mereka, jenazah Duloh hidup kembali. Semua lukanya juga sembuh dengan misterius.

"Dia punya ilmu Pancasona" kata Raden Jaya

Iya, Duloh memang punya ilmu Pancasona. Dia tidak pernah mempelajari ilmu Pancasona tapi ilmu Pancasona itu secara alami Duloh dapatkan dari nenek moyangnya yang hidup ratusan tahun lalu dan hanya Duloh lah yang menjadi pewaris tunggal ilmu itu.

Sebenarnya Duloh sudah meninggal berkali - kali, bahkan saat dia kelaparan di jalan setapak itu. Duloh kecil sebenarnya sudah mati, tapi dengan adanya ilmu Pancasona dia berhasil hidup lagi. Duloh juga sudah meninggal saat disiksa Sarkam saat masih kecil karena si Duloh beberapa kali mendapat pukulan yang sangat keras dibagian dadanya. Tapi kemudian dia hidup kembali, karena dia punya ilmu warisan yaitu ilmu Pancasona. Kebetulan dikampung itu ada dukun yang mengerti tentang ilmu Pancasona.

"Raden, kita buang saja si Duloh ini kelembah." dikampung itu memang ada sebuah lembah yang sangat curam dan dalam. Kalau ada yang masuk ke dalam lembah itu, dijamin dia tidak akan bisa keluar lagi dari sana.

Duloh pun diseret oleh warga menuju lembah mengerikan, sementara Rara menangis sejadi - jadinya. Dia memohon kepada ayahnya agar Duloh tidak dibuang ke lembah. Tapi Raden Jaya sudah gelap hati, dia tetap akan membuang Duloh ke lembah itu. Sebelum dibuang ke lembah, Raden Jaya menyuruh warga untuk membungkus Duloh dengan kain putih, lalu mengikat seluruh tubuhnya agar nanti saat Duloh berada di dasar lembah dia tidak bisa berkutik. Selain dibungkus dengan kain putih, dukun dikampung itu juga menancapkan keris panjang diperutnya Duloh. Itu bukan keris sembarangan, orang yang mempunyai ajian Pancasona tidak bisa berkutik selama keris itu tertancap diperutnya.

Sesampainya dibibir lembah, mereka melemparkan Duloh ke dalam lembah itu. Tidak lama setelah Duloh dilemparkan, entah apa yang dipikirannya Rara, dia malah menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam lembah itu. Dia ingin mati bersama kekasih hatinya. Semua orang berteriak memanggil Rara, tapi dia sudah tidak bisa diselamatkan. Rara masuk ke dalam lembah itu dan tidak ada seorangpun yang berani menuruni lembah tersebut. Karena lembahnya terkenal angker dan sangat dalam. Rara mati di dalam lembah itu, hingga akhirnya lembah itu dinamakan Lembah Rara. Duloh juga tidak pernah terlihat lagi di perkampungan. Dia terjebak dalam lembah tersebut bersama jasadnya si Rara.

Bertahun - tahun kemudian keluarga Raden Jaya sudah meninggal semua. Kampung itu juga sudah berganti generasi. Lembah Rara yang dulu menjadi tempat pembuangan Duloh, semakin kesini semakin dangkal karena kian tertimbun oleh tanah.

Suatu hari ada lelaki paruh baya yang menuruni lembah itu untuk mencari rumput. Dia harus memberi makan kambing - kambingnya. Kebetulan stok rumput di kebunnya sudah habis dan dia melihat di dasar jurang banyak sekali tumbuhan dan rumput liar di sana. Awalnya dia tidak menemukan keanehan apapun, namun tak lama kemudian dia mendengar erangan seseorang. Lelaki itu kaget, nafasnya terengah - engah, dia heran suara apa tadi. Karena penasaran, dia mendekati sumber suara itu. Suaranya seperti ada di dalam tanah. Buru - buru dia menggali tanah itu, dan untung saja tidak terlalu dalam.

Setelah berhasil menggali tanah tersebut, dia melihat manusia yang dibungkus menggunakan kain putih. Bukan hanya itu saja, lelaki itu juga melihat ada keris yang tertancap ditubuh sosok manusia itu. Lelaki paruh baya itu menyangka kalau manusia yang dia temukan adalah korban pembunuhan yang masih bertahan hidup. Dia malah mencabut keris yang menancap ditubuhnya si Duloh. Seketika saja Duloh terbang ke langit sambil tertawa terbahak - bahak. Duloh sudah bukan manusia lagi. Tubuhnya dipenuhi oleh energi makhluk ghaib yang jahat. Dia pun gentayangan. Dengan masih menggunakan kain putih itu, Duloh menghantui warga kampung. Dan semenjak saat itulah dikenal hantu bernama Pocong. Biasanya warga kampung menelan beras yang sudah dibacakan mantra agar terhindar dari gangguan Pocong.

SEKIAN

Begitulah kisah dari asal - usul kemunculan Pocong di Nusantara. Tidak ada yang tahu persis kisah ini terjadi ditahun berapa. Memang makhluk ghaib adalah jelmaan jin yang suka mengadu domba manusia, termasuk Pocong. Pocong juga sama, dia adalah jelmaan jin jahat.
close