Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Al Khansa Ibu Para Syuhada


“Ya, tak pengestuni-ya, saya ridhai.” Kalimat sederhana dalam bahasa Jawa itu selalu saya nanti ketika akan melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang besar.

Tanpa kalimat itu, saya memilih menunda atau bahkan membatalkan rencana sekalipun telah tersusun lama. Kalimat sederhana itu adalah jawaban yang saya nanti dari seorang ibu.

Sesekali juga perlu strategi. Semisal akan melakukan sesuatu yang agak “berisiko”, saya tak ungkapkan sepenuhnya di awal. Seperti kalau akan melakukan perjalanan ke beberapa daerah konflik.

Sewaktu ke Uighur, saya hanya mengatakan akan melakukan perjalanan ke Cina, yang mungkin dalam bayangan Mama, saya dan Lambang jalan-jalan ke tembok Cina yang terkenal itu.

“Ridha Allah tergantung ridha orangtua” (HR. Thabrani). Karenanya, langkah akan terasa ringan manakala restu itu telah diberikan. Sekalipun yang harus dikerjakan adalah sesuatu yang mendebarkan.

Ridha Sang Bunda jua yang mengantarkan kesyahidan keempat putra Tumadhar binti ‘Amr bin Syuraid bin ‘Ushayyah As-Sulamiyah atau yang lebih dikenal sebagai Al Khansa binti Amr.

Al Khansa binti Amr adalah sosok ibu yang sangat luar biasa. Ia digelari “Ibu Para Syuhada”, karena dengan sepenuh hati ia hantarkan putra-putranya menuju kesyahidan.

“Anak-anakku, seandainya esok hari kalian masih diberikan kehidupan oleh Allah, maka perangilah musuh dengan gagah berani, mintalah kemenangan kepada Allah atas musuh-musuhNya.”

Maka berjihadlah keempat putranya dalam perang Qadisiyah yang sangat luar biasa. Ini adalah peperangan untuk membebaskan wilayah Persia.

Begitu dahsyatnya kecamuk perang, hingga dicatat sejarah kemenangan diperoleh setelah pasukan Muslimim bertempur nyaris tanpa henti selama 4 malam berturut-turut.

Sesaat setelah kabar kemenangan diperoleh, Al Khansa binti Amr bergegas mencari putra-putranya. Didapati keempatnya telah gugur sebagai syuhada.

Apakah ia menangisinya?

Kalimat yang diucapkannya sangat terkenal hingga dicatat sejarah, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap Rabbku mengumpulkanku bersama mereka di surgaNya.”

Ridha seorang ibu juga diberikan Asma binti Abu Bakar pada putranya Abdullah bin Zubair. Sang putra menjelang syahid dalam pertempuran menghadap ibundanya untuk meminta didoakan.

Sang Bunda justru mempertanyakan baju zirah yang dikenakannya, “Tak perlu memakai baju besi itu. Cukup kenakan celana rangkap, supaya nanti kalau engkau syahid, auratmu tidak tersingkap.” Allahu akbar!

Sekali-kali jangan pernah melangkah tanpa restu ibu. Karena ridhanya akan membimbing setiap langkahmu.

Esok hari, hari terakhir bulan Dzul Qa‘dah, adalah hari istimewa. Karena bertepatan dengan hari lahir perempuan mulia yang mengiringi setiap langkah saya dengan doa. Yang selalu saya nanti ridhanya. Barakallahu fii umrik, Mam.

“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia diwafatkan, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali di akhirat nanti.” [QS Maryam:15]

Jumuah Mubarak, everyone! Jangan lupa baca QS Kahfi.
close