Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Utbah Ibn Ghazwan Sahabat Rasulullah

Utbah Ibn Ghazwan (581-638M).

Diantara kaum muslimin yang masuk Islam lebih dahulu, dan di antara  muhajirin  pertama  yang hijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan di antara pemanah  pilihan yang tidak banyak jumlahnya  yang telah berjasa besar di jalan Allah, ada seorang laki-Iaki yang berperawakan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati. Dialah Utbah bin Ghazwan. Utbah merupakan orang ketujuh dari tujuh orang yang masuk Islam lebih awal dan mengulurkan tangan mereka ke tangan kanan Rasulullah saw ~ untuk menyatakan  baiat dan bersedia menghadapi orang-orang  Quraisy yang melakukan kezaliman dengan segala kekuatan dan kekuasaannya.

Pada  hari-hari  pertama   dimulainya  dakwah  yang  penuh dengan penderitaan    dan  kesukaran,  Utbah   bersama   rekan-rekannya telah memegang teguh  suatu  prinsip  hidup  mulia yang kelak menjadi  bekal bagi hati nurani  manusia  dan  akan berkembang menjadi luas melalu perkembangan masa. Ketika Rasulullah saw menyuruh sahabat-sahabatnya berhijrah  ke Habasyah, Utbah termasuk di antara  orang yang berhijrah itu. Hanya saja, kerinduannya  kepada Nabi mernbuatnya  tidak merasa tenang di sana, sehingga ia pun segera menjelajah daratan dan mengarungi lautan untuk kernbali ke Mekkah, lalu tinggal di sana di samping Rasul ~ hingga datang saatnya hijrah ke Madinah. Ketika itu Utbah juga berhijrah bersarna kaum muslirnin lainnya.

Sejak orang-orang Quraisy melancarkan  gangguan  hingga berakhir pada peperangan,  Utbah selalu membawa tombak dan anak panahnya. Ia melemparkan tombaknya dengan ketepatan yang luar biasa dan bersama saudara-saudaranya  seiman turut berperan dalam menghancurkan  dunia lama dengan segala berhala dan kebohongannya. Ketika Rasul yang mulia telah wafat, ia juga tidak pernah  meletakkan senjatanya  bahkan  selalu  berkelana  untuk  berperang  di  muka  bumi. Ketika  berhadapan  dengan tentara Persia, ia melakukan perjuangan yang agung.

Amirul   Mukminin Umar  mengirimkannya   ke  Ubullah untuk membebaskan  negeri itu dan membersihkan  buminya dari orang-orang Persia yang menjadikannya  sebagai batu loncatan untuk menghancurkan kekuatan   Islam  yang  sedang  maju  melintas  wilayah-wilayah  Persia. Ia  diutus untuk   membebaskan negeri Allah  dan   hamba-Nya dari cengkeraman  mereka.

Umar berkata kepadanya ketika melepaskannya bersama tentaranya, "Berangkatlah engkau bersama anak buahmu hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab, dan batas terdekat negeri Persia. Pergilah dan semoga Allah memberikan  berkah dan karunia-Nya kepadamu.  Serulah ke jalan Allah siapa yang menyambut  seruanmu,  sedangkan siapa yang menolak hendaknya  ia membayar jizyah. Ketahuilah bahwa perang itu tidak mengenal  belas kasihan  terhadap  setiap musuh. Tabahlah  menghadapi musuh serta takwalah kepada Allah, Rabbmu."

Utbah pun berangkat memimpin pasukannya yang tidak banyak jumlahnya   itu  hingga  tiba  di Ubullah.  Ketika itu  orang-orang   Persia telah menyiapkan  tentara  mereka  yang terkuat. Utbah pun menyusun kekuatannya dan berdiri di muka pasukannya  sambil membawa  tombak di tangannya yang belum pernah meleset dari sasarannya  sejak ia berkenalan  dengan  tombak.  Ia berseru  di  tengah-tengah tentaranya, "Allah  Maha besar! Dia menepati janji-Nya."

Ia seolah-olah dapat membaca  apa yang akan terjadi karena  tidak lama setelah terjadi pertempuran  beberapa babak, Ubullah pun menyerah dan buminya dibersihkan dari tentara Persia. Penduduknya  terbebas dari kekejaman selama ini yang dirasakan bagai di penjara. Allah Yang Maha agung benar-benar  telah menepati janji-Nya.Di tanah Ubullah itu Utbah membangun  kota Bashrah dengan dilengkapi  sarana  perkotaan   dan  membangun   sebuah  masjid  besar. Setelah  itu  ia  bermaksud   meninggalkan  negeri  itu  dan  kembali  ke Madinah, menjauhkan  diri dari urusan  pemerintahan.Namun,  Amirul Mukminin Umar keberatan dan menyuruhnya  tetap di sana.

Utbah akhirnya tetap di sana untuk menjadi imam shalat bagi rakyat setempat,  memberikan pemahaman Din kepada  mereka,  menegakkan hukum dengan  adil, dan memberikan keteladanan yang sangat mengagumkan tentang  kezuhudan,  kewaraan,  dan kesederhanaan. Ia selalu memerangi  segala bentuk kemewahan dan sikap berlebih-Iebihan sekuat tenaga, sehingga orang-orang yang terbiasa dengan  kesenangan dan hawa nafsu membenahinya.

Suatu hari Utbah berpidato di tengah-tengah  mereka,  "Demi Allah, kalian telah melihat aku bersama Rasulullah saw sebagai orang ketujuh dari tujuh orang. Kami tidak memiliki makanan selain daun-daunan,  sehingga bagian dalam mulut kami terluka. Suatu hari aku dikaruniai rezeki sehelai baju, lalu kubelah  dua, separuh  kuberikan  kepada  Sa'ad bin Malik dan separuh  lagi kupakai untuk diriku." Utbah sangat takut bila dunia  akan merusak agamanya, sebagaimana  ia juga khawatir bila itu terjadi kepada kaum muslimin.  Karena itu, ia selalu membimbing  mereka  agar hidup dalam kesederhanaan  dan qanaah.

Banyak orang  telah mencuba mengubah  pendiriannya dan membuatnya  merasa   bahwa  dirinya  adalah  seorang  penguasa   yang memiliki hak-hak  kekuasaan,  apalagi ia berkuasa  di negeri yang raja-rajanya belum terbiasa dengan zuhud dan hidup sederhana dan penduduknya juga menghargai penampilan luar yang berlebihan dan gemerlapan. Namun, semua  itu  dijawab oleh Utbah,  "Aku berlindung kepada Allah dari keadaan  yang terlihat besar dalam pandangan dunia kalian, namun kecil di sisi Allah."

Ketika ia melihat  adanya  rasa keberatan  pada  wajah-wajah  orang banyak karena kekukuhan  sikapnya untuk membiasakan  mereka hidup dalam  kesederhanaan   dan  qanaah,  ia berkata  kepada  mereka,  "Besok kalian akan melihat pemimpin pemerintahan  yang menggantikan  aku."Musim  haji  pun  tiba.  Utbah  mewakilkan  pemerintahan   Bashrah kepada   salah  seorang   rekannya,   sedangkan   ia  sendiri   pergi  untuk menunaikan  ibadah haji. Ketika ia telah selesai menunaikan  ibadahnya, ia melanjutkan perjalanan ke Madinah. Di sana ia memohon  kepada Amirul Mukminin agar diperkenankan  mengundurkan   diri dari pemerintahan. Tetapi,  Umar  tiada  ingin menyia-siakan  kepribadian  dari  orang-orang zuhud seperti ini, yang menjauhkan diri dari posisi yang amat didambakan dan menjadi incaran banyak orang.

Umar pernah  berkata  kepada orang-orang,  "Apakah kalian hendak menaruh   amanah  di atas  pundakku,  kemudian  kalian  tinggalkan  aku memikulnya  seorang  diri? Tidak,  demi,  Allah  tidak  kuizinkan  untuk selama-Iamanya."  Kata-kata tersebut juga diucapkannya  kepada  Utbah bin Ghazwan. Mau tidak mau Utbah harus patuh  dan taat. Ia akhirnya pergi menuju kendaraannya  untuk kembali ke Bashrah.

Tetapi, sebelum  naik ke at as kendaraan  itu, ia menghadap  ke arah kiblat, lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang penuh ketundukan itu ke langit sambil memohon kepada Rabbnya 'Azza wa lalla agar ia tidak dikembalikan ke Bashrah dan tidak pula menjadi pimpinan pemerintahan untuk selama-lamanya.Doanya dikabulkan  oleh Allah. Saat ia sedang dalam perjalanan  ke wilayah pemerintahannya, maut datang  menjemputnya.  Rohnya  naik ke Penciptanya, bersuka  cita  dengan  pengorbanan,   kezuhudan, dan kesahajaannya, di samping karena nikmat  yang telah  disempurnakan oleh-Nya dan karena pahala yang telah disediakan untuk dirinya.

Sumber:
Biografi 60 sahabat nabi–khalid Muhammad khalid.
close