Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Rasulullah dan Sahabat Shalat Subuh Kesiangan Saat Pulang Dari Khaibar


Diriwayatkan dari Abu Qatadah RA, yang berkata: Pada suatu malam kami menempuh perjalanan bersama Nabi ﷺ (sepulang dari Perang Khaibar pada tahun 7 Hijriah), sebagian orang mengatakan: “Ya Rasulullah! Sebaiknya kita beristirahat menjelang pagi ini.”

Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku khawatir kalian tidur nyenyak sehingga melewatkan shalat subuh.”

Kata Bilal: “Saya akan membangunkan kalian.”

Disaat semua terlelap, Bilal berusaha tetap terjaga dengan bersandar pada hewan tunggangannya. Namun Ia justru ikut tertidur dengan pulasnya sehingga tidak sadar jika waktu sudah menunjukan lewat Subuh.

Nabi yang bangun duluan kaget bukan kepalangan karena melihat busur tepian matahari sudah muncul. Nabi Muhammad ﷺ berkata: “Hai Bilal! Mana bukti ucapanmu?

Bilal menjawab: “Saya tidak pernah tidur sepulas malam ini.”

Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah mengambil nyawamu kapanpun Dia mau dan mengembalikannya kapanpun Dia mau. Hai Bilal! bangunlah dan suarakan azan.”

Kemudian Rasul dan rombongan mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat meski matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih. (Hadits Shahih Imam Bukhari, nomor 595).

Hadis ini memberi pelajaran, bahwa: Pertama, kelelahan hingga kantuk dan tertidur adalah sifat manusiawi. Ini bukan aib ataupun cela bagi siapapun, termasuk juga bagi seorang muslim.

Kedua, tertidur yang memakan waktu hingga keluar dari batas waktu shalat fardhu yang ditentukan, tidaklah merupakan maksiat yang patut disesali dan dikutuki, karena hal ini adalah bagian dari Takdir Allah, yang tak dapat dihindari. Sehingga, tidaklah benar, dan tidak beretika apabila seseorang marah dan mengutuki hal ini, karena -misalnya- sebab tertidur ia merasa tidak bisa ibadah pada waktunya.

Ketiga, perkara ini menunjukkan bahwa seseorang bisa beribadah dan melakukan ketaatan itu karena memang Allah ta’ala yang meridhoi hal itu. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh para ulama terkait spirit “la haula wa la quwwata illa billahi al aliyyi al adzim.”

Yang artinya, tidak ada daya untuk teguh di dalam amal ketaqwaan, dan tidak ada kekuatan untuk menjauh dari maksiat dan dosa, melainkan dengan Ridho Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.

Keempat, untuk perkara ini, syariat Islam mengajarkan qadha Shalat Fardhu, yaitu membayar atau mengganti Shalat yang ditinggalkan dengan shalat serupa pada waktu yang Iain.

Maka, apapun alasannya, se|ama hayat masih dikandung badan, wajib hukumnya seseorang membayar shalat fardhu yang ditinggalkannya melalui qadha Shalat.

Kemudian Rasul dan rombongan mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat meski matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih (Hadits Shahih Imam Bukhari, nomor 595).
close