Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Subhanallah, Beginilah Abu Dzar Menebus Kesalahannya kepada Bilal


KompasNusantara - Kisah dua sahabat ini bisa menjadi iktibar dan hikmah betapa kemurahan hati dan sifat pemaaf bisa mendatangkan ridha-Nya Allah. 

Abu Dzar Al-Ghifari dan Bilal bin Rabah radhiallahu 'anhuma adalah dua sahabat setia Rasulullah SAW yang ikut berjuang menegakkan risalah Islam . Keduanya hampir selalu ikut berjuang di medan perang melawan kaum musyrikin.

Abu Dzar dan Bilal dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa dan sahabat yang hidup dalam kesederhanaan. Suatu hari keduanya terlibat perdebatan hingga membuat Abu Dzar lepas kendali dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak terpuji.

Kisah kedua sahabat ini bisa menjadi iktibar dan hikmah betapa kemurahan hati dan sifat pemaaf bisa mendatangkan ridha-Nya Allah. Apalagi saat ini bertepatan fase 10 hari terakhir Ramadhan di mana Allah banyak mengucurkan rahmat, ampunan dan kasih sayang-Nya.

Berikut kisah Abu Dzar dan Bilal diceritakan oleh Dai penulis buku-buku Islami Ustaz Salim A Fillah . Beliau menukil kalam indah Imam Sufyan Ats-Tsaury. "Menghadap Allah dengan membawa seribu dosa kepada-Nya. Rasanya akan lebih ringan daripada membawa 1 dosa kepada sesama".

"Mengapa demikian?," tanya murid-muridnya.

"Sebab Allah itu menutup aib, menunggu tobat, mengampuni, dan menghapus kesalahan. Sedangkan manusia menyebarkan cela, tidak menanti penyesalan, sulit memaafkan, meminta ganti rugi, dan mengungkit-ungkitnya kecuali sedikit saja."

Suatu hari di Madinah, terdengar suara keras dari sesosok sahabat yang sedang berbaring. "Injak kepalaku ini hai, Bilal! Demi Allah, kumohon injaklah!"

Abu Dzar Al-Ghifari meletakkan kepalanya di tanah berdebu. Dilumurkannya pasir ke wajahnya dan dia menunggu penuh harap terompah Bilal ibn Rabah segera mendarat di pelipisnya.

"Kumohon Bilal," rintihnya, "Injaklah wajahku. Demi Allah aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan menghapus sifat jahiliahku."

Abu Dzar ingin sekali menangis. Dia menyesal. Dia sedih. Dia takut. Dia marah pada dirinya sendiri. Dia merasa begitu lemah berhadapan dengan hawa nafsunya. Maka dengan kepala bersaput debu dan wajah belepotan pasir yang disurukkan, dia mengerang lagi, "Kumohon injaklah kepalaku!"

Sayang, Bilal terus menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Kemudian sang Muadzin Rasulullah berkata, "Aku sudah memaafkanmu, semoga menjadi kebaikan bagiku di akhirat."

Peristiwa itu memang berasal dari kekesalan Abu Dzar kepada Bilal. Dia tak mampu menahan diri ketika Bilal membuatnya kesal dalam suatu hal. Dari lisannya terlontar kata-kata kasar. Dia berteriak melengking, "Hai, anak budak hitam!"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mendengar hardikan Abu Dzar pada Bilal itu memerah wajahnya. Dengan bergegas bagai petir menyambar, beliau menghampiri dan menegur Abu Dzar, "Engkau!" sabda beliau dengan telunjuk mengarah ke wajah Abu Dzar. "Sungguh dalam dirimu masih terdapat jahiliah!"

Demikianlah kegigihan sahabat Abu Dzar untuk menebus dosa dan kesalahannya yang membuat Allah dan Rasul-Nya ridha. Sementara sahabat Bilal dikenal sebagai sosok sahabat yang berhati mulia, berjiwa rahmah dan pemaaf. Tidak ada dendam dalam jiwanya meskipun dihardik dengan kata-kata tidak terpuji.

Sebagai sebuah muhasabah di akhir Ramadhan. Mari hitung kesalahan-kesalahan kita pada sesama. Lalu mari renungkan, dengan apa kita akan menebus kesalahan itu, agar tak jadi beban kelak di pengadilan-Nya.

Wallahu A'lam
close