Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Perjalanan Hidup Imam Madzhab Hanafi


KompasNusantara - Kisah Imam Hanafi yang kecerdasannya sangat mendunia layak diteladani Muslim. Imam Hanafi yang juga dikenal dengan sebutan Imam Abu Hanifah merupakan pendiri madzhab Hanafi.

Nama asli Imam Hanafi atau Abu Hanifah adalah an-Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha. Dalam riwayat yang lain disebut an-Nu’man bin Tsabit bin al-Marzaban.
Imam Hanafi lahir di Kufah, salah satu kota besar di Irak pada tahun 80 H/ 659 M, dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 150 H/ 767 M.

Imam Hanafi adalah ulama mujtahid dalam bidang fiqih dan salah seorang diantara imam madzhab yang empat yang terkenal (Madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Mazhab Hanafi). 

Kecerdasan Imam Hanafi

Imam Hanafi tumbuh menjadi seorang ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari logika, ushuluddin, hadits dan fiqih. Kecepatan hafalan, ketajaman pemikiran dan kekuatan logikanya mengantarkan beliau menjadi pemuka ahli ilmu di zamannya. Hingga pada akhirnya ilmu fiqihlah yang menjadi konsentrasi kajian Imam hanafi.

Setelah memfokuskan diri dengan bidang ilmu fiqih, yaitu ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang terkait dengan perbuatan seseorang, Imam Hanafi benar-benar menempuh jalan menjadi seorang faqih dengan menapaki setiap prosesnya.

Imam Hanafi bertahun-tahun menimba ilmu alat dari para guru yang mulia. Mulai dari ilmu Al-Quran, ilmu hadis, dan bahasa Arab hingga menjadi seorang alim besar dalam ilmu fiqih, yang begitu luas dan dalam penjelasannya. 

Kecerdasan Imam Hanafi diakui oleh para ulama di Irak dan sekitarnya. Banyak pujian yang mengalir kepada diri beliau.

Salah satu buktinya adalah sikap gurunya Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman yang begitu memuliakan beliau di majelisnya.
Sang Guru sendirilah yang meminta Imam Hanafi untuk mengganti atau mewakilinya dalam mengajar dan memberi fatwa tentang hukumhukum yang ditanyakan masyarakat.

Bahkan dalam salah satu majlisnya, Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman pernah berujar, “tidak boleh duduk di bagian depan halaqah ini kecuali Abu Hanifah (Imam Hanafi).”

Imam Hibban bin Musa meriwayatkan, bahwa Imam Ibnul Mubarak (w 181 H) pernah ditanya orang; “apakah Imam Malik yang lebih pandai ataukah Imam Abu Hanifah?” beliau menjawab, “Imam Abu Hanifah yang lebih pandai.”

Imam Ahmad bin as-Shabah berkata, “Imam Malik pernah ditanya orang; “adakah engkau pernah melihat Imam Abu Hanifah?” beliau menjawab, “ya, aku pernah melihat Abu Hanifah. Ia adalah seorang laki-laki yang jika kamu berkata tentang tiang kayu ini supaya ia jadikan emas, niscaya ia akan memberikan alasan-alasannya.”

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i berkata, “manusia seluruhnya dalam hal ilmu fiqih adalah menjadi keluarga dan anak buah Imam Abu Hanifah.”

Imam Sufyan bin Uyainah berkata, “dua perkara yang aku tidak sangka bahwa kedua-duanya itu dapat menembus keluar dari jembatan kota Kufah. Pertama ialah Ilmu Qiraat-nya Hamzah dan yang kedua ialah Ilmu Fiqih-nya Abu Hanifah. Sungguh kedua-duanya telah tersebar hingga ke pelosok negeri.”

Seluruh pujian dan sanjungan ini semakin melegitimasi kecerdasan, kepandaian dan penguasaan Imam Abu Hanifah
khususnya dalam bidang ilmu fiqih yang seakan telah menjelma menjadi napasnya.

Ahli Hadits

Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam ilmu fiqih, Imam hanafi juga menguasai betul tentang seluk-beluk ilmu hadits. 
Murid Imam Hanafi, Imam Abu Yusuf meriwayatkan,

“Aku belum pernah melihat seorang yang lebih mengerti tentang hadis dan tafsirnya selain daripada Imam Abu Hanifah. Ia adalah seorang yang tahu akan illah-illah hadis, mengerti tentang takdil dan tajrih, dan mengerti akan tingkatan hadis yang sah atau yang tidak. Beliau termasuk pula orang yang diterima riwayatnya.”

Imam Abu Hanifah pernah berkata, “jauhilah oleh kamu berbicara mengenai agama Allah swt berdasarkan pendapat sendiri, tidak menurut hadis-hadis Nabi saw.”

3 Versi Nama Imam Hanafi

Para sejarawan Islam berbeda pendapat kenapa Imam Hanafi lebih dikenal dengan nama Abu Hanifah. Pendapat pertama mengatakan karena Imam Hanafi memiliki anak yang bernama Hanifah, sehingga beliau masyhur dipanggil Abu Hanifah (ayahnya Hanifah).

Pendapat kedua menyebut, bahwa nama Imam Hanafi diambil dari kata hanif yang artinya orang yang lurus dan saleh. Hal ini karena an-Nu’man bin Tsabit dikenal sebagai seorang yang solih lagi bertakwa, sehingga masyarakat menjulukinya dengan Abu Hanifah.

Pendapat ketiga, merujuk kepada latar belakang keluarga beliau yang berasal dari Persia. Dalam bahasa Persia, Hanifah berarti tinta. Sehingga Imam Abu Hanifah dapat diartikan sebagai orang yang selalu dekat dengan tinta.

Sosok Rendah Hati dan Ahli Ibadah

Dalam sosok Imam Abu Hanifah terkumpul sifat-sifat dan akhlak mulia. Beliau adalah seorang yang berparas elok, berpenampilan rapi, dan suka memakai wangi-wangian. Imam Abu Hanifah adalah seorang yang rendah hati, tidak banyak bicara atau melakukan hal-hal yang sia-sia.

Imam Abu Hanifah adalah seorang ahli ibadah. Banyak riwayat yang mengatakan bahwa Imam Abu Hanifah mengkhatamkan Al Quran dalam satu rakaat shalat. Asad bin ‘Amr berkata, “Imam Abu Hanifah shalat subuh dengan wudhu shalat Isya selama empat puluh tahun".

Imam Hanafi Wafat

Imam Hanafi atau Abu Hanifah wafat pada bulan Rajab tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau wafat di dalam penjara pada masa Khalifah al-Manshur.

Imam Hanafi tidak meninggalkan keturunan selain anak laki-laki yang bernama Hammad. Jenazah Imam Hanafi dimakamkan di al-Khaizaran di kota Baghdad, Irak.

Menurut catatan sejarah, tahun dimana wafatnya Imam Abu Hanifah adalah tahun yang sama dengan kelahiran Imam asy-Syafi’i. Sehingga orang-orang banyak menyebut pada waktu itu adalah tahun wafatnya Imam sekaligus lahirnya Imam.

Wallahu A'lam
close