Wasiat Ibrahim bin Sa’d, Waliyullah yang Berjalan di Atas Air
KompasNusantara - Ibrahim bin Sa’d merupakan orang yang diberi sebuah kemuliaan, karena selalu menjaga ayat-ayat Allah. Beliau sendiri mempunyai nama lengkap Ibrahim bin Sa’d al-Alawi, dan termasuk ke dalam orang-orang yang menjadi kekasih Allah SWT.
Sebagaimana dikisahkan dalam Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’ karya Abu Nu’aim al-Asfahani, suatu ketika Abu al-Harits al-Ulasi pernah keluar dari benteng kota Ulasi. Di mana beliau hendak pergi ke laut. Namun, oleh salah satu saudaranya beliau diminta untuk jangan pergi terlebih dahulu karena sedang dipersiapkan makanan yaitu Ujjah. Sebuah makanan yang terbuat dari tepung, telur dan minyak samin.
Setelah selesai menyantap makanan tersebut, Abu al-Harits al-Ulasi pun pergi ke tepi laut. Di tepi laut tersebut, beliau mendapati Ibrahim bin Sa’d sedang melaksanakan shalat. Beliaupun bergumam, “Hmm.. Aku tidak ragu dengan kealimannya kecuali dia mengatakan kepadaku; ‘berjalanlah bersamaku di atas air. Jika benar dia berkata begitu kepadaku, maka aku akan ikut berjalan dengannya.’”
Melihat Abu al-Harits al-Ulasi, Ibrahim bin Sa’d pun mengucapkan salam dan berkata kepadanya,”Wahai Abu al-Harits, berjalanlah sesuai keinginanmu.”
Akhirnya, Abu al-Harits al-Ulasi pun mengikuti ajakannya dan berucap, “Bismillahirrahmanirrahim.” Mereka berdua pun berjalan di atas air, dengan Ibrahim bin Sa’d yang ada di depan dan diikuti oleh Abu al-Harits al-Ulasi di belakangnya.
Ketika Ibrahim bin Sa’d sudah berjalan di atas air, ternyata kaki Abu al-Harits tenggelam. Ibrahim bin Sa’d sontak menoleh ke belakang dan berkata, “Wahai Abu al-Harits, makanan ujjah telah menyebabkan kakimu tenggelam.”
Abu al-Harits al-Ulasi pun diminta pergi selama tiga hari, dan dilarang memakan apapun. Dan jika hal tersebut sudah dilaksanakan, Abu al-Harits al-Ulasi diperkenankan untuk datang lagi.
Setelah tiga hari berlalu, Abu al-Harits al-Ulasi kembali mengunjungi Ibrahim bin Sa’d. Dan beliau mendapatinya sedang melaksanakan shalat. Setelah Ibrahim bin Sa’d menyelesaikan shalatnya, dipeganglah tangan Abu al-Harits al-Ulasi lalu dibawa ke tepian sungai sambil menggerakkan bibirnya layaknya orang yang sedang berdzikir.
Tak lama kemudian, ternyata Abu al-Harits al-Ulasi sudah berada di tengah sekawanan ikan paus, yang kepalanya menghadap mereka dengan mulut menganga. Namun, setelah kejadian tersebut Abu al-Harits al-Ulasi tidak pernah lagi bertemu dengannya.
Hingga suatu hari, ada seorang kulit hitam yang menghampiri Abu Harits al-Ulasi dan bertanya, “Benarkah engkau al-Ulasi?” “Ya benar.”, jawab Abu Harits al-Ulasi.
Orang itu pun kemudian berkata, “Semoga Allah memberimu pahala, berkat saudaramu Ibrahim bin Sa’d.” Lalu orang itu menjelaskan kepadanya, bahwa Ibrahim bin Sa’d berwasiat untuk menyampaikan surat yang ditulisnya kepada Harits al-Ulasi.
Dibukalah surat yang dibawa oleh orang kulit hitam itu, dan tertulis;
Bismillahirrahmanirrahim.
Wahai saudaraku, apabila suatu perkara sudah turun kepadamu, baik berupa kefakiran, dan penyakit atau rasa sakit. Maka mintalah pertolongan kepada Allah, dan mintalah keridhaan dari Allah. Karena Allah memperhatikanmu. Dia mengetahui apa yang ada dalam hatimu, sementara kamu tidak mengetahuinya. Kamu wajib melaksanakan hukum-Nya pada dirimu. Jika kamu ridha, kamu akan mendapatkan pahala yang banyak, dan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat. Kamu dalam keridhaanmu dan kemurkaanmu, tidak akan bisa melampaui takdir, tidak akan bisa menamba rejeki yang dibagikan, pengaruh yang telah ditetapkan, dan ajal yang telah diketahui.
Lalu, ketentuan manakah yang kamu inginkan untuk membatalkan semua itu, dengan keinginanmu atau dengan kekuatan apapun yang kamu inginkan untuk menolaknya ketika tiba waktunya, atau kamu menariknya sebelum waktunya. Sekali-kali tidak, demi Allah. Perkara Allah harus terlaksana pada dirimu, baik dengan kesukaan hati atau kebencianmu.
Apabila kamu tidak menemukan cara untuk ridha, maka kamu wajib menanggungnya. Janganlah kamu mengadu pada orang yang tidak pantas menjadi tempat mengadu. Dan (bersyukurlah) kepada orang yang pantas untuk bersyukur dan pujian yang agung.
Apa yang lebih utama daripada nikmat-Nya kepada kita? Bukankah apa yang telah Dia berikan dan maafkan, lebih besar daripada ujian dan cobaan? Dengan keadaan demikian, Dia mengetahui tempat kebaikan bagi kita daripada kita sendiri. Jika beberapa perkara telah membuat terdesak, maka pasrahkanlah kesabaranmu, lalu kembalilah kepada-Nya dengan keridhaanmu. Mengadulah kepada-Nya tentang keadaanmu dan hendaklah harapanmu hanya Dia.
Janganlah kamu menganggap Dia lamban, apalagi berburuk sangka kepada-Nya. Karena setiap sesuatu itu mempunyai sebab dan setiap sebab mempunyai masa. Setiap keridhaan karena Allah, maka bersama Allah lah jalan keluar, baik segera maupun menunggu waktunya nanti. Barangsiapa yang mengetahui, bahwa dia merasa malu akan mata Allah, yang mana Allah akan melihatnya berharap kepada selain-Nya.
Barangsiapa yang akan dengan pandangan Allah kepadanya, maka dia akan menggugurkan usaha untuk dirinya dalam segala urusan. Barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah dzat yang memberikan bahaya dan manfaat, maka dia akan menggugurkan ketakutan kepada makhluk yang ada dalam hatinya. Kemudian dia akan merasa di awasi oleh Allah dalam kedekatannya, dan mencari sesuatu dari tempatnya.
Waspadalah untuk menggantungkan hatimu kepada makhluk dengan penggantungan ketakutan dan harapan. Atau kamu menyebar luaskan rahasiamu kepada seseorang pada suatu hari, atau mengadukan keadaanmu kepadanya, atau kamu berpegang teguh terhadap persaudaraannya, atau kamu merasa tenang bersamanya, yang mana di dalamnya ada tempat untuk mengadukan keadaan. Sesungguhnya kekayaan mereka adalah kefakiran. Dan kefakiran mereka adalah merasa hina dalam kefakirannya. Orang yang tahu di antara mereka adalah orang yang bodoh dalam ilmunya lagi keji dalam perbuatannya, kecuali hanya sedikit dari orang yang dilindungi oleh Allah SWT.