Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Orang Ini Anggap Fasik Ternyata Wali Allah, Mayatnya Dimakamkan Malaikat, Kuburnya Diziarahi Rasulullah


KompasNusantara - Hati manusia siapa yang tahu? Ada sebuah kisah nyata tentang seseorang yang dianggap fasik, ternyata dia adalah wali Allah.

Tidak tanggung-tanggung, sosok wali Allah yang dianggap fasik ini ketika mati dilayat oleh para malaikat.

Apapun kebutuhan wali Allah yang dianggap fasik ini diurus oleh malaikat, mulai dari memandikan, mengkafani, menyalati, dan menguburkan.

Yang paling luar biasa, wali Allah yang dianggap fasik ini, ternyata kuburannya diziarahi oleh Rasulullah SAW.

Kisah Wali Allah yang dianggap fasik ini mengandung hikmah dan pelajaran yang luar biasa bagi kita.

Manusia memang suka menghakimi dan bertindak sebagai tuhan yang bisa menentukan jalan surga dan neraka seseorang.

Padahal tidak ada seorang pun yang bisa masuk surga karena amalnya, bahkan termasuk Rasulullah SAW sendiri.

Rasulullah pernah bersabda yang intinya bahwa orang-orang yang masuk surga bukan karena amal ibadahnya, namun karena rahmat Allah SWT.

Meski demikian, manusia tetap wajib mengikuti perintah Allah seperti sholat, dan meninggalkan larangannya seperti mabuk-mabukan.

Dikisahkan bahwa ada sahabat dekat Abu Yusuf yang dianggap fasik oleh banyak orang.

Fasik merupakan sebutan untuk manusia yang gemar berbuat dosa. Misalnya jarang puasa, dan lain sebagainya.

Sahabat dekat Abu Yusuf yang dikenal sebagai orang fasik ini, sudah 20 tahun bersamanya melakukan tawaf berkeliling Ka'bah Baitullah.

Tidak seperti Abu Yusuf yang selalu puasa terus menerus. Sahabatnya hanya sehari berpuasa sehari tidak, yakni puasa Daud.

Saat memasuki 10 hari bulan Dzulhijjah, sahabatnya ini tiba-tiba puasa penuh selama satu bulan, tidak seperti sebelumnya.

Pada saat berpuasa penuh ini, sahabatnya ikut bersama Abu Yusuf melakukan safar, hingga akhirnya sampailah di suatu daerah yang bernama Thurthusy.

Di tempat gersang inilah keduanya menetap dan bermukim dalam sebuah reruntuhan bangunan dalam waktu yang relatif lama.

Tak terduga, reruntuhan bangun yang didiami ini ternyata menjadi tempat meninggalnya sahabat Abu Yusuf tersebut.

Saat sahabatnya meninggal, tidak ada satupun orang yang tahu, kecuali Abu Yusuf yang selalu bersamanya.

Karena Abu Yusuf hanya seorang diri, dia meninggalkan kawannya untuk membeli kafan guna untuk mengkafani sahabatnya tersebut.

Ketika Abu Yusuf datang, betapa kagetnya, ternyata bagian dalam dan luar reruntuhan tersebut telah sesak oleh kerumunan orang.

Orang-orang itulah yang mengurus sahabatnya ini, mulai dari memandikan, mengkafani, menyalati, hingga menguburkan.

Dari saking banyaknya kerumunan tersebut, sehingga Abu Yusuf tidak bisa sampai di reruntuhan lokasi.

Semua pelayat yang datang menyebut sahabatnya sebagai orang zuhud dan wali Allah (kekasih Allah).

Karena itulah hati Abu Yusuf mulai bergumam, "siapakah gerangan yang mengumumkan kematian sahabatnya ini, sampai-sampai banyak orang berbondong-bondong mengurusnya?"

Di sela-sela pikiran yang penuh tanda tanya, Abu Yusuf memaksakan diri untuk menerobos. Akhirnya dia juga sampai di hadapan sahabatnya tersebut.

Saat menyaksikan kawannya yang sudah dikafani, dia melihat ada sebuah tulisan yang berwarna hijau yang berbunyi:

"Inilah balasan orang yang mengutamakan ridha Allah daripada ridha dirinya sendiri. Orang yang rindu menemuiku, maka aku pun rindu menemuinya."

Selesai mengurus semuanya, mayat sudah terkubur, tiba-tiba Abu Yusuf merasa sangat ngantuk. Dia pun tertidur.

Dalam tidurnya, dia menyaksikan sahabatnya sedang menunggangi kuda hijau, berpakaian hijau dan memegang bendera.

Di belakangnya, ada sosok pemuda tampan berbau harum sedang mengikutinya. Di belakangnya lagi ada dua orang tua yang mengikutinya.

Kemudian di belakang dua orang tua tersebut ada satu orang tua dan satu orang pemuda tampan. "siapa mereka?" tanya Abu Yusuf.

"Yang tampan dan harum itu adalah Rasulullah. Sedangkan dua orang di belakangnya adalah Abu Bakar dan Umar" kata sahabatnya yang sudah meninggal barusan.

"Lalu, di belakangnya lagi adalah Usman dan Ali. Akulah yang memegang bendera di hadapan mereka semua." ucapnya.

"Akan pergi kemana mereka ini?" kata Abu Yusuf.

"Mereka akan menziarahi kuburku" ucap almarhum sahabatnya.

"Bagaimana bisa kamu mendapatkan kemuliaan agung seperti ini?" kata Abu Yusuf.

Karena aku lebih mendahulukan ridha Allah dari pada ridhaku sendiri. Kemudian, aku berpuasa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Setelah dia sadar dari tidurnya dan sejak saat itu pula Abu Yusuf tidak pernah meninggalkan puasanya.[]
close