7 Fakta D-Day, Serangan Amfibi Terbesar dalam Sejarah Manusia
Pendaratan pasukan sekutu di Normandy titik pendaratan Omaha.
Hari yang jadi awal invasi sekutu ke Eropa Barat
KompasNusantara - Setelah 4 tahun di bawah kendali Jerman, Eropa Barat akan segera mendapat pertolongan dari sekutu yang terdiri atas Amerika Serikat, Britania Raya beserta negara persemakmurannya, serta sisa pasukan dari negara yang diduduki Jerman. Sebenarnya, rencana invasi ke Eropa Barat ini telah direncanakan sejak beberapa tahun sebelumnya. Hanya saja, tahun 1944 jadi momen yang sangat tepat untuk melakukan ini.
Hal ini dikarenakan fokus Jerman di Eropa Barat jadi sedikit kendur akibat pertempurannya di front timur dengan Uni Soviet yang sudah berlangsung selama 3 tahun. Selain itu, setelah menghancurkan sejumlah fasilitas produksi Jerman, sekutu merasa kalau hanya tinggal menunggu waktu sebelum rezim Adolf Hitler dapat diruntuhkan.
Adalah D-Day, momen pendaratan paling ikonik yang dilakukan sekutu pada 6 Juni 1944 di pesisir utara pantai Prancis. Berkat pendaratan ini, front barat di Eropa jadi terbuka dan terbukti mempercepat kejatuhan Jerman dalam Perang Dunia II. Nah, pastinya ada sejumlah fakta menarik dibalik invasi sekutu ini. Penasaran? Keep scrolling, ya!
1. Awal dimulainya Operasi Overlord
Pertemuan dari Komando Tertinggi pasukan sekutu di London pada 1 Februari 1944.
D-Day bukanlah serangan dadakan yang direncanakan dalam satu malam. Pengkajian soal serangan tersebut telah dimulai oleh sekutu sejak tahun 1943 yang dipimpin oleh Letnan Jendral Frederick Morgan bersama tim dari Amerika, Britania Raya, dan Kanada. Setelah perencanaan selesai dibahas, Jenderal Dwight D. Eisenhower dari Amerika terpilih sebagai komandan utama dari pasukan gabungan negara sekutu ketika operasi dijalankan.
Operasi ini kemudian diberi nama Operasi Overlord, sebuah operasi yang menggabungkan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara dari pihak sekutu. Dilansir Britannica, Operasi Overlord dirancang sebagai operasi penyerbuan yang akan dilakukan di sepanjang Pantai Normandy, tepatnya dari Caen hingga Semenanjung Cotentin.
Operasi ini awalnya hanya melibatkan 3 divisi, namun bertambah jadi 11 divisi pada dua minggu setelah D-Day dan ratusan divisi lainnya menyusul disisa durasi Perang Dunia II. Selain Amerika, Britania Raya, dan Kanada, ada banyak negara sekutu lain yang turut berpartisipasi dalam Operasi Overlord. Bahkan, sisa-sisa pasukan dari negara yang sedang diduduki oleh Jerman pun juga tergabung bersama mereka.
2. Alasan Normandy dipilih sebagai lokasi pendaratan
Pejabat senior militer di atas USS Augusta yang sedang mengobservasi penyerbuan sekutu di Normandy.
Untuk mendarat di Eropa Barat, sebenarnya sekutu bisa memilih banyak lokasi yang dapat memuluskan Operasi Overlord. Akan tetapi, setelah mendiskusikan beragam faktor yang diperlukan agar operasi ini sukses, Normandy dipilih sebagai titik pendaratan bagi sekutu. Pilihan ini ditentukan karena beberapa alasan.
Menurut laman US Army, Pesisir Normandy dapat dengan mudah dilindungi dengan angkatan udara. Hal ini sangat vital karena angkatan udara mampu membuka medan sekaligus melindung kedua sisi dari titik penyerangan sekutu nantinya. Pantai di Normandy juga cenderung landai ditambah dengan arus air yang tenang sehingga operasi amfibi sangat memungkinkan.
Selain itu, di Normandy inilah pertahanan Jerman cenderung lebih lemah. Jerman percaya kalau titik pendaratan sekutu akan berada di Pas de Calais yang merupakan titik terdekat antara perbatasan Britania Raya dan Prancis. Maka dari itu, Jerman lebih memfokuskan pertahanan terbaiknya di sekitar area tersebut ketimbang Normandy.
3. Sebelum serangan dimulai, sekutu menipu Jerman dengan mengerahkan pasukan pengecoh
Tank Sherman balon, salah satu bentuk alutsista palsu yang dibuat sekutu untuk mengecoh Jerman sebelum Operasi Overlord dimulai.
Seperti yang telah disebutkan, Jerman percaya kalau titik pendaratan sekutu untuk D-Day akan dilakukan di Pas de Calais. Kepercayaan Jerman ini tentu tak hanya berdasarkan lokasi geografis tempat tersebut yang sangat dekat dengan Britania Raya dan informasi intelejen yang dimiliki mereka. Ada peran pengecoh dari sekutu yang membuat Jerman semakin mantap untuk menyiapkan pertahanan di lokasi tersebut.
Dilansir Imperial War Museum, tepat sebelum D-Day, sebenarnya sekutu punya segudang operasi lainnya yang berfungsi untuk mengecoh Jerman. Keseluruhan operasi pengecoh itu kemudian diberi nama Operasi Fortitude. Pertama, sekutu membuat informasi palsu yang seolah-olah membuat serangan yang akan dilakukan dapat juga terjadi lewat Norwegia.
Kemudian sekutu membuat First US Army Group (FUSAG) pimpinan Letnan Jenderal George S. Patton yang merupakan pasukan fiktif lengkap dengan alutista palsu, namun dalam jumlah besar, di bagian tenggara Britania Raya. Kehadiran alutista dalam jumlah besar ditambah dengan figur jenderal yang memenangkan perang di Mediterania jelas sangat meyakinkan Jerman jika serangan akan dilakukan di Pas de Calais.
4. Jerman bertahan dengan personel dan peralatan yang terbatas
Jenderal Erwin Rommel ketika melakukan inspeksi pertahanan laut Jerman di perbatasan Prancis-Britania Raya pada Januari 1944.
Meski telah mempersiapkan pertahanan, sebenarnya Jerman tak punya banyak sumber daya yang bisa dikerahkan untuk menghalau sekutu dari barat. Setahun sebelumnya, Jerman memang membangun tempat pertahanan laut yang diberi nama 'Atlantic Wall' di sepanjang pesisir utara Prancis, namun banyak lokasi pertahanan yang belum rampung dibangun dan terdapat masalah soal kurangnya personel untuk mengisi pos pertahanan.
Menurut laman History, padahal sebenarnya Jerman merencanakan pembangunan banyak bunker sepanjang 3.800 km di pesisir utara pantai Prancis. Selain itu, upaya penanaman 4 juta ranjau di seluruh area pantai juga dilakukan untuk mencegah infasi sekutu. Sayangnya ketika invasi ke Normandy terjadi, Jerman hanya diperkuat 50.000 pasukan saja.
Jendral Erwin Rommel dipercaya pihak Jerman untuk melindungi pesisir utara Prancis. Ia sebenarnya sempat menyiapkan sejumlah taktik, namun dengan alutista dan personel yang terbatas. Selain itu, terjadi pula perbedaan pendapat antara Rommel, Jenderal Gerd von Rundstedt, dan Hitler soal posisi dari grup tank. Hal ini kemudian membuat pengambilan keputusan dari Jerman tidak berjalan maksimal.
5. Proses sebelum serangan dan titik pendaratan yang dipilih sekutu
Pendaratan pasukan Britania Raya di titik pendaratan Gold ketika D-Day berlangsung.
Invasi sekutu pada D-Day dimulai ketika subuh yang ditandai dengan diturunkannya 3 skuadron penerjun payung di garis belakang pertahanan Jerman di Normandy. Tujuan mereka adalah membantu pasukan infantri yang akan segera mendarat serta memotong jalur bala bantuan dan suplai Jerman menuju pantai di Normandy.
Dilansir Britannica, sebelum skuadron penerjun payung diluncurkan pun sebenarnya sekutu juga telah melancarkan serangan udara dengan skala besar selama 1-5 Juni 1944. Total ada 11.000 pesawat, 200.000 amunisi, serta 195.000 ton bom yang berhasil diluncurkan selama tanggal tersebut. Target dari pengeboman strategis ini sendiri adalah pusat jalur kereta Prancis dan beberapa target alutsista militer Jerman.
Kemudian pada 6 Juni 1944 pasukan infantri akan menyerbu melalui pantai-pantai yang ada di sepanjang Normandy. Diketahui ada 5 zona pendaratan yang masing-masing diberi nama Utah, Omaha, Sword, Juno, dan Gold. Pasukan Amerika mengambil titik pendaratan Utah dan Omaha, sedangkan pasukan Britania Raya dan Kanada mengambil titik Sword, Juno, dan Gold.
6. Titik pendaratan Omaha jadi tempat paling berdarah selama D-Day
Proses LCVP (Landing Craft, Vehicle, Personnel) dari Divisi 1 infantri Amerika yang menyerbu Pantai Omaha.
Pada hari penyerangan, pantai di sepanjang Normandy yang tak jadi fokus pertahanan bagi Jerman jelas jadi sasaran empuk bagi sekutu untuk menyerbu. Dan hasilnya 4 dari 5 titik pendaratan yang dituju oleh sekutu berhasil diamankan tanpa hambatan yang berarti. Akan tetapi, ada satu titik pendaratan yang menjadi tempat paling berdarah bagi sekutu karena sejumlah masalah yang terjadi selama penyerangan.
Adalah Omaha, titik pendaratan Divisi 1 dan 29 dari pasukan Amerika. Menurut laman History, Omaha adalah satu-satunya titik pendaratan D-Day yang memakan korban hingga ribuan jiwa. Tercatat sekitar 2.400 pasukan Amerika tewas dan/atau terluka di Omaha selama penyerbuan yang memakan waktu hingga berjam-jam tersebut.
Ada banyak penyebab mengapa Divisi 1 infantri Amerika mengalami kekacauan tersebut. Secara teknis, palka dari kapal pengangkut pasukan terbuka cukup jauh dari tepi pantai. Alhasil mereka jadi sasaran empuk bagi senapan mesin Jerman. Selain itu, pasukan Jerman yang dihadapi Amerika di Omaha, Divisi 352, adalah divisi yang terlatih dan berpengalaman karena anggotanya pernah mencicipi kerasnya front timur melawan Uni Soviet.
7. Berkat penyerbuan ke Normandy, invasi sekutu barat ke Eropa semakin berjalan mulus
Potret titik pendaratan Omaha 2 hari setelah D-Day yang dipenuhi oleh hiruk pikuk infantri serta alutsista dari sekutu.
Keberhasilan sekutu mengamankan Pantai Normandy pada D-Day bukan tanda berakhirnya Operasi Overlord. Pengamanan lokasi pendaratan pasukan utama dari sekutu justru jadi langkah awal bagi sekutu untuk mendorong Jerman dari Eropa Barat.
Dilansir Imperial War Museum, 3 bulan setelah D-Day sekutu terus melancarkan rangkaian serangan pada pusat-pusat militer penting Jerman di Eropa Barat, khususnya Prancis. Hampir keseluruhan dari serangan sekutu kepada Jerman berakhir dengan kesuksesan, meski pasukan Jerman tetap memberikan perlawanan yang sengit.
Secara statistik, dikutip dari Britannica, keseluruhan pasukan yang dikerahkan sekutu selama D-Day adalah 129.400 infantri, 23.400 pasukan penerjun payung, 6.000 kapal dengan berbagai jenis, 20.000 kendaraan darat, dan 13.000 pesawat tempur. Total pasukan ini menjadikan Operasi Overlord sebagai invasi amfibi terbesar sepanjang sejarah.
D-Day jelas menjadi salah satu momen yang tak terpisahkan dalam Perang Dunia II. Perannya yang sangat signifikan untuk mempercepat keruntuhan rezim Jerman Nazi yang dipimpin Adolf Hitler membuat tanggal 6 Juni selalu jadi hari yang paling dikenang bagi sekutu selepas Perang Dunia II.