Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Nabi Hud dan Kaum Penyembah Berhala


KompasNusantara - Setelah berlalu masa Nabi Nuh, Allah mengutus Nabi Hud sebagai utusan-Nya. Beliau ‘alaihissalam diutus kepada penduduk Iram, yakni Kaum ‘Aad. Kaum ini merupakan keturunan Nabi Nuh. Mereka ialah anak cucu dari orang-orang yang selamat dari banjir di masa Nuh.

Kaum ‘Aad dianugerahi fisik yang lebih besar dan kuat dibanding kaum Nabi Nuh. Mereka juga lebih cerdas dan mampu membangun gedung-gedung pencakar langit sebagai rumah mereka, baik istana maupun benteng.
Allah berfirman tentang mereka, “Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main (bermewah-mewah)? Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud agar kamu kekal (di dunia)?” (QS. Asy Syu’ara: 128-129)

Sebuah daerah bernama Al Ahqaaf di Yaman menjadi lokasi tempat tinggal kaum tersebut. Tak ada satu pun negeri yang lebih maju dari negeri mereka. “(Yaitu) penduduk Iram (ibu kota tempat tinggal kaum ‘Aad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,” (QS. Al Fajr: 7-8).

Peradaban Kaum ‘Aad merupakan yang terbaik kala itu. Mereka maju di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perairan, dan sebagainya. Kebun-kebun indah dan ladang yang subur menjadi pemandangan biasa. Mata air terus melimpah hingga mereka tak pernah kekeringan.

“Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) setelah lenyapnya kaum Nuh, dan Allah telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al A’raf: 69).

Allah sudah memperingatkan mereka melalui lisan Nabi Hud. Namun segala kenikmatan itu justru membuat mereka lupa untuk bersyukur. Sebaliknya, mereka justru menyekutukan Allah dengan menyembah berhala.

Sejak era Nabi Nuh, mereka lah kaum pelopor penyembah patung berhala. Padahal setelah banjir Nuh, tak ada yang tersisa di bumi kecuali orang-orang saleh saja. Namun waktu berlalu, kaum ‘Aad lah yang pertama kali melakukan tradisi menyembah berhala.

Mereka pula melakukan maksiat dan membuat kerusakan di muka bumi. Nabi Hud terus mendakwahi mereka, menunjukkan jalan lurus yang selamat. Beliau melarang mereka menyembah berhala dan memberikan petunjuk untuk kembali menyembah Allah saja. Seruan Nabi Hud pada kaumnya tercantum dalam Al Qur’an, ia berkata,

“Wahai kaumku! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al A’raaf: 65). “Sesungguhnya aku adalah rasul yang dapat dipercaya bagimu. Oleh karena itu, bertakwalah kamu kepada Allah dan taatilah aku.” (QS. Asy Syu’ara: 125-126).

Namun kaum ‘Aad yang sombong menolak seruan Nabi Nuh. Mereka bahkan menuduh bahwasanya Nabi Nuh seorang yang gila lagi pendusta. Kepada Nuh mereka berkata, “Sesungguhnya Kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. Al A’raaf: 66).

Nabi Hud pun menimpali, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al A’raaf: 67-68).

Penduduk Iram makin congkak dan menolak dakwah Nabi Hud. Mereka terus saja menuduh Nabi Hud sebagai orang gila. Mereka enggan meninggalkan berhala yang mereka sembah. Justru mereka mengatakan bahwasanya berhala mereka lah yang menimpakan penyakit jiwa kepada Hud.

“Wahai Hud! Kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu,” (QS. Huud: 53-54).

Nabi Hud tak menyerah. Ia terus berdakwah dan ingin menyelamatkan kaumnya. Namun ia terus saja mendapat penolakan yang keras. Tak ada yang ia katakan kecuali mendapat ejekan dan olokan. Hingga akhirnya, Nabi Hud berlepas diri dari mereka. Artinya, azab Allah akan segera tiba.

Kaum ‘Aad masih saja sombong meski ancaman azab di depan mata. “Siapakah yang lebih kuat kekuatannya daripada kami?!” (QS. Fushshilat: 15). Mereka bahkan meminta azab itu segera datang, “Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang yang benar.”

Maka tibalah hari datangnya Azab. Nabi Hud telah meninggalkan negeri Al Ahqaaf. Tinggallah penduduknya yang menolak dakwah sang nabi. Tiba-tiba, hawa panas mendatangi mereka hingga keringlah sumur, sungai, ladang, dan kebun. Seluruh taman menjadi mati. Hujan tak ada tanda-tanda akan turun. Kekeringan pun melanda Kaum ‘Aad.

Mereka ditimpa paceklik yang cukup lama. Namun tak sedikit pun mereka berkeinginan untuk bertaubat dan menerima dakwah Nabi Hud. Akhirnya, datanglah awan gelap yang sangat besar. Awalnya, mereka mengira awan itu akan menurunkan hujan. Mereka pun kegirangan karenanya.

Namun ternyata awan itu justru membawa azab yang pedih bagi mereka. Angin kencang melanda mereka delapan hari tujuh malam tanpa henti. Hingga akhirnya mereka semua pun binasa. Tak ada satu pun kaum kafir ‘Aad yang selamat dari azab Allah.

Allah berfirman, “Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, ‘Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.’ (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta agar datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih.” (QS. Al Ahqaaf: 24).

Kaum ‘Aad musnah dalam sejarah manusia. Hanya tersisa bekas-bekas peradaban mereka sebagai peringatan untuk generasi berikutnya. Yakni peringatan agar tak menyekutukan Allah dengan selain-Nya, dan menerima dakwah rasul utusan-Nya.
close