Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Perjalanan Hidup Imam Malik


KompasNusantara - Imam Malik bin Anas merupakan ulama ahli fikih dan hadis yang dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriah. Ayahnya yang bernama Anas adalah salah seorang perawi hadis yang berasal dari kabilah Yamniah.

Sepak terjang Imam Malik dalam mencari ilmu dimulai sejak usia belia. Keseriusan dan ketekunannya mempelajari ilmu membuat Imam Malik sudah mampu menghafal Al-Qur'an ketika beliau masih kecil. Mulanya, Imam Malik berguru kepada Rabiah bin Abdurrahman yang merupakan ulama ahli fikih ternama ketika itu.

Kesungguhan Imam Malik untuk menimba ilmu kepada Rabiah pun direstui oleh ibunya. Hingga suatu ketika ibunya berpesan, Pergi belajarlah dan jangan lupa menulis apa yang engkau dengar dari Rabiah. Pelajari dahulu adab Rabiah sebelum ilmunya.

Tidak hanya kepada Rabiah saja Imam Malik belajar. Ia kemudian melanjutkan pengembaraan ilmunya kepada Abdurrahman bin Hurmuz selama kurang lebih 13 tahun. Konon, Abdurrahman bin Hurmuz yang juga dikenal dengan nama Ibnu Hurmuz merupakan guru favorit Imam Malik sehingga pemikirannya sangat dipengaruhi oleh Ibnu Hurmuz,

Terlahir di Kota Madinah, membuat Imam Malik begitu cinta dengan kota itu hingga membuatnya yakin untuk tidak perlu belajar keluar ke tempat-tempat lain. Bagi Imam Malik, kota Madinah merupakan tempat yang tepat untuk mempelajari ilmu hadis karena kota tersebut secara emosional dan sejarah dekat dengan Rasulullah saw.

Kendati hanya menggali ilmu di Madinah, Imam Malik dikenal sebagai ulama yang sangat hati-hati ketika memberikan fatwa. Beliau selalu meneliti terlebih dahulu hadis-hadis yang dipelajarinya sebelum memberikan suatu keputusan apalagi yang menyangkut kepentingan umat.

Selain itu, Imam Malik juga merupakan ulama yang sangat terbuka karena selalu berkonsultasi dengan ulama lain terlebih dahulu ketika menjawab persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Sikap ini menjadi bukti bahwa Imam Malik memiliki sifat rendah hati dan tidak merasa bisa sendiri meskipun telah banyak yang mengakui keluasan ilmunya.

Ketekunan ilmu yang beliau asah sedari dini membuat ingatannya sangat kuat. Bahkan pernah suatu ketika Imam Malik mendengar tiga puluh satu hadis dari Ibnu Syihab tanpa menuliskannya, tetapi saat diminta untuk menyebutkan kembali hadis-hadis itu, sama sekali tidak ada yang terlewat dan terlupakan.

Berbekal ilmu yang dimilikinya, Imam Malik merasa mempunyai tanggung jawab untuk menyebarkan ilmu-ilmu tersebut. Tercatat, Imam Hanafi dan Imam Syafi'i pernah berguru kepada beliau sebelum menjadi ulama besar pula. Tidak hanya itu saja, orang-orang yang berguru kepada Imam Malik yang akhirnya menjadi ulama tidak kurang dari 1.300 orang.

Sebagai ulama yang menghabiskan waktunya untuk belajar mencari ilmu, Imam Malik tidak lupa menuliskan apa yang dikaruniakan Allah itu. Karyanya yang paling monumental dan masih menjadi rujukan umat Islam sampai saat ini adalah kitab Al-Muwattha yang memuat banyak hadis serta ilmu fikih.

Dengan luasnya ilmu serta fatwa-fatwanya itu, banyak negara yang hingga saat ini masih menggunakan pendapatnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Negara-negara yang menggunakan warisan pemikiran Imam Malik di antaranya seperti Sudan, Tunisia, Mesir, Maroko, dan negara lainnya di Afrika barat.

Imam Malik meninggal dunia pada umur 92 tahun di mana dengan usia sepanjang itu, beliau melewati dua zaman kerajaan Islam terbesar sepanjang sejarah yakni Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbassiyah.

Sebagai ulama terkemuka, konon saat jenazahnya hendak diantar ke tempat peristirahatan yang terakhir di Baqi', beliau disalati oleh Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim, gubernur Madinah dari dinasti Abbasiyah.
Itulah sedikit kisah dari Imam Malik, salah satu ulama empat mazhab yang insyaAllah pahala ilmunya masih terus mengalir hingga saat ini. Wallahu a'lam.[]
close