Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Amanat Abdul Muthalib kepada Abu Thalib: Jangan Sampai Ada yang Menyakiti Nabi Muhammad


KompasNusantara - Amanat Abdul Muthalib kepada Abu Thalib: jangan sampai ada yang menyakiti Nabi Muhammad.

Dalam batin Abdul Muthalib, Muhammad kecil dinilai punya keistimewaan yang tak dimiliki yang lainnya.

Makanya, cucunya diasuh dengan penuh kasih sayang dan tak boleh ada yang menyakiti Nabi Muhammad. 

Dijelaskan, bahwa melalui Abdul Muthalib Allah melimpahkan kemudahan dan keberkahan kepada penduduk Makkah.

Lebih dari, satu kali langit dan udara Makkah sedemikian gersangnya.

Tidak setetes air hujan pun yang turun membasahi bumi. Hampir saja penduduk mati kekeringan dan dilanda paceklik amat berat.

Pada saat yang berat itu, penduduk mendatangi Abdul Muthalib.

Abdul Muthalib mengajak mereka berbondong-bondong menuju sebuah puncak bukit. Di puncak bukit itulah dengan khusyuk, Abdul Muthalib berdoa:

"Ya Tuhan, mereka itu adalah hamba-hamba-Mu. Engkau mengetahui apa yang sedang menimpa kami semua. Oleh karena itu jauhkanlah kegersangan dari kami, turunkanlah hujan membawa rahmat dan berkah, menumbuhkan tetanaman, memberi kehidupan dan penghidupan"

Iman Abdul Muthalib kelihatannya memang lain dari yang yang lain.

Iman seorang yang hidup di masa penyembahan berhala masih menjadi agama peribadatan di mana-mana. Namun Abdul Muthalib mengenal Allah melalui setiap nikmat yang terlimpah kepadanya dan dari tiap langkah yang berhasil ditempuhnya.

Ketika ia mendengar kelahiran cucunya, Nabi Muhammad SAW, segera diemban dan dibawa masuk ke dalam Kakbah.

Disana ia memanjatkan puji syukur dalam bentuk syair:

"Puji syukur bagi Allah yang mengaruniakan kepadaku, seorang anak yang baik susunan bentuknya ini, selagi dalam buaian ia mengungguli anak yang lain. Ia kulindungkan pada Tuhan Maha Perkasa sampai kusaksikan masa dewasanya"

Abdul Mutthalib ditunjukkan oleh penglihatan batinnya sendiri, sehingga dapat mengetahui bahwa anak yang baru lahir itu akan memainkan peranan besar di kemudian hari.

Oleh karena itu ia mencintai Nabi Muhammad Saw. melebihi kecintaan yang diberikannya kepada siapapun.

Tiap kali Abdul Mutthalib bertemu dengan Abu Thalib, tangan puteranya itu selalu ditarik, kemudian dilekatkan pada tangan cucunya, Nabi Muhammad Saw, sambil berkata:

"Hai Abu Thalib, di kemudian hari anak ini akan mempunyai kedudukan, oleh karena itu jagalah dia baikbaik. Jangan kaubiarkan ada sesuatu yang tidak baik menyentuhnya!"

Amanat ayahnya dipenuhi dengan baik oleh Abu Thalib. Ia jaga dan pelihara putera saudaranya itu sebagaimana mestinya.

Ia mengasuh anak itu sesuai dengan kematangan berfikirnya, ketinggian martabat keturunannya dan kebesaran sifat keutamaannya.

Abdul Mutthalib adalah datukanda Nabi Muhammd Saw, juga datukanda Imam Ali r.a.

Setelah keluarga besar itu ditinggal wafat oleh Abdul Mutthalib dan Abu Thalib, Imam Ali r.a. sebagai cucu Abdul Mutthalib dan putera Abu Thalib mewarisi budi pekerti luhur dan kebesaran jiwa yang sukar ditemukan bandingannya.

Ia benar-benar mewarisi dua hal sekaligus: akhlaq.

Keterangan tersebut dikutip dari buku 'Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib' karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Islam tahun 1981. []

close