Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI, TOMBAK JIHAT YANG TERHUNUS


KompasNusantara - Dalam suatu insiden, Gubernur Samah bin Malik al-Khaulani gugur tertusuk panah. Seandainya kaum muslim tidak mendapat pertolongan Allah dan tampilnya seorang jenius sebagai panglima tentara, yakni Abdurrahman al-Ghafiqi, tentulah pasukan kaum muslim menderita kekalahan yang sangat parah. Abdurrahman al-Ghafiqi berhasil membawa kaum muslim kembali ke Andalusia.

Amirulmukminin Umar bin Abdul Aziz melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan Khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik. Dengan cepat, ia meninjau ulang para gubernurnya di berbagai kota. Sebagian masih dipertahankan, sebagian lagi diganti dengan pejabat baru.

Orang pertama yang ia angkat menjadi gubernur adalah Samah bin Malik al-Khaulani. Samah mendapat kepercayaan menangani berbagai daerah di seluruh Andalusia (sekarang Spanyol dan Portugal) dan kota yang telah ditaklukkan. Sebagiannya mencakup wilayah Prancis saat ini.

Samah lantas mengunjungi Andalusia untuk memastikan kondisi penduduknya. Dalam kesempatan itu, ia menyempatkan diri untuk mencari apakah masih tersisa ulama tabiin yang masih hidup. Ternyata, masih ada tabiin senior yang hidup. Dialah Abdurrahman al-Ghafiqi.

Gubernur Samah mendengar pengetahuan al-Ghafiqi tentang Al-Qur’an, pemahamannya tentang hadis Rasulullah saw., pengalamannya di berbagai medan perang, kerinduannya menjemput syahid, dan kezuhudannya terhadap gemerlap dunia. Lebih dari itu, ia juga mendengar perihal al-Ghafiqi yang pernah menimba ilmu dan akhlak kepada Khalifah Umar bin Khaththab.

Gubernur Samah lantas meminta Abdurrahman al-Ghafiqi untuk datang menemuinya. Ia menyambut al-Ghafiqi penuh hormat dan meminta al-Ghafiqi duduk di dekatnya. Mereka pun berbincang selama satu jam. Samah menceritakan segala keluh kesahnya. Al-Ghafiqi memberinya nasihat dan menyarankan agar sang gubernur menunaikan tugasnya secara optimal.

Menimbang nasihat yang sangat berguna dan tinggi nilainya itu, Gubernur Samah pun menawarkan jabatan untuk menangani wilayah Andalusia. Al-Ghafiqi menjawab tawaran tersebut lalu berkata, “Wahai gubernur! Aku hanyalah orang biasa seperti yang lain. Aku datang ke daerah ini untuk mengetahui batas-batas daerah kaum muslimin dan batas-batas daerah musuh mereka. Aku hanya meniatkan diriku untuk mencari rida Allah Yang Maha Agung, dan aku membawa pedangku ini hanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini. Insyaallah, gubernur akan mendapatiku selalu mengikuti engkau selama engkau menegakkan kebenaran. Aku akan selalu mengikuti perintahmu selama engkau taat kepada Allah dan Rasul-Nya walaupun aku tidak diberi kekuasaan dan perintah.”

Tidak lama berselang setelah pertemuan itu, Gubernur Samah bin Malik al-Khaulani bertekad menaklukkan seluruh wilayah Prancis dan menyatukannya ke dalam wilayah Daulah Islam. Saat penyerangan itu, terjadilah insiden memilukan. Gubernur Samah bin Malik gugur tertusuk panah. Seandainya kaum muslimin tidak mendapat pertolongan Allah dan tampilnya seorang jenius sebagai panglima tentara, yakni Abdurrahman al-Ghafiqi, tentulah pasukan kaum muslimin menderita kekalahan yang sangat parah.

Abdurrahman al-Ghafiqi tampil sebagai komandan perang sehingga dapat menekan kerugian serta kekalahan sekecil mungkin. Dia berhasil membawa kaum muslimin kembali ke Andalusia. Namun, ia bertekad untuk mengulang serangan.

Kabar kekalahan pasukan Islam tersebut akhirnya sampai ke telinga Khalifah di Damaskus dan menumbuhkan tekad yang membara untuk membalas gugurnya Samah bin Malik al-Khaulani. Beliau memerintahkan agar seluruh prajurit melakukan baiat kepada Abdurrahman al-Ghafiqi. Kini, ia diangkat sebagai pemimpin seluruh Andalusia dan daerah-daerah Prancis yang sudah berhasil dikuasai. Dengan jabatan tersebut ia mendapatkan otonomi untuk mengatur strategi yang dikehendakinya.

Keputusan itu bukanlah tindakan konyol, karena Abdurrahman al-Ghafiqi memang seorang yang tangkas, tegas, jujur, bersih, bijaksana lagi pemberani.

Sebagai gubernur baru, Abdurrahman al-Ghafiqi tidak membuang-buang waktu. Beliau segera membenahi kembali pasukan Islam, menempa tekad para prajurit, mengembalikan kepercayaan diri, kehormatan dan kekuatan mereka.

Al-Ghafiqi kerap berkeliling Andalusia untuk meninjau kekuatan daerah per daerah. Selanjutnya ia memasang pengumuman bertuliskan, “Barang siapa yang mempunyai persoalan dan merasa terzalimi oleh gubernur, hakim, atau seseorang yang lain. Ia harus melaporkannya pada gubernur. Sebab, kedudukan kaum muslim dan nonmuslim sama dalam hal ikatan perjanjian.”

Selanjutnya, al-Ghafiqi mulai memeriksa laporan dan pengaduan kasus kezaliman satu per satu. Jika dia menemukan ketakadilan, ia segera meluruskannya. Seperti membereskan masalah tempat-tempat ibadah yang tanahnya bersifat rampasan atau diperoleh melalui tekanan. Dalam hal ini, ia menyerahkan masalah itu kepada pemilik aslinya sesuai dengan perjanjian, menghancurkannya atau merelakannya dengan ganti rugi. Ia juga memeriksa para pejabatnya satu per satu. Jika ada yang menyeleweng atau korupsi, ia tak segan mencopotnya dan menggantinya dengan orang yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab, baik dalam kebijakan maupun keputusan,

Setiap kali mengunjungi wilayah kekuasaan kaum muslimin, al-Ghafiqi selalu mengajak orang untuk salat berjemaah. la juga menganjurkan mereka untuk terus berjihad, memburu syahid, dan menyemangati mereka agar selalu mengharapkan rida Allah dan berbahagia dengan pahala-Nya.

Perkataan Abdurrahman al-Ghafiqi selalu beriringan dengan perbuatannya. Langkah pertama untuk memperkuat daerah kekuasaannya adalah mengadakan persiapan dan melengkapi persenjataan, memperbaiki kamp tentara yang berdekatan dengan daerah musuh, membangun benteng-benteng, menyambung dan membangun jembatan. Di antara jembatan terbesar yang ia bangun adalah jembatan Qurthubah (dalam literatur Inggris disebut Cordova), ibu kota Andalusia saat itu.

Ia membangunnya di atas sungai Cordova yang besar itu agar masyarakat dan tentaranya dapat menyeberang, selain dimaksudkan untuk menghindari wilayahnya dan rakyatnya dari serangan banjir. Jembatan ini termasuk salah keajaiban dunia. Panjangnya mencapai 80 hasta, tingginya 60 hasta, dengan 19 kaki penyangganya. Jembatan itu kini terletak di daerah Andalusia dan sampai sekarang tetap berdiri tegak sebagai bukti sejarah.

Al-Ghafiqi berhasil mempertahankan wilayah Andalusia hingga kaum muslimin mengalami kekalahan di medan perang bersama dengan gugurnya sang gubernur. Hari Balathu asy-Syuhada menjadi hari yang sangat kelam dalam sejarah.

Hari itu kaum muslimin telah menghapus salah satu cita-cita luhur dan kehilangan salah satu seorang pahlawan besar. Duka pada hari Perang Uhud terulang kembali. Pasukan Islam kalah karena lebih mementingkan harta rampasan perang. Berita kekalahan itu mengecilkan hati kaum muslimin. Duka dan kesedihan akibat kekalahan itu menjalar ke setiap kota, desa, dan rumah.

Sedikit saja kaum muslimin berpaling tujuannya untuk mengejar harta dunia, kekalahan seakan berada di depan mata. Begitulah pelajaran dari Perang Uhud dan tentara muslim melawan tentara Prancis yang dipimpin Karel Martel.

Semoga kita dapat mengambil hikmah bahwa kekalahan kaum muslimin adalah ketika dunia mengalihkannya dari tujuan akhirat. Niatkan perjuangan untuk menggapai rida Allah. Dengan begitu, kemenangan Islam dan kemuliaan kaum muslimin, insyaallah, bisa terwujud. Tetap istikamah di jalan kebenaran.
close